"Tetelestai" - Sudah Selesai
Pengantar: Sebuah Kata yang Mengubah Segalanya
Pada saat Yesus tergantung di kayu salib, menjelang akhir
hidup-Nya di dunia, Ia mengucapkan sebuah kata terakhir yang menggema sepanjang
sejarah: "Tetelestai." Kata ini, yang dalam Injil Yohanes
19:30 diterjemahkan sebagai "Sudah selesai," bukan sekadar ungkapan
kematian. Ia adalah deklarasi kemenangan, puncak penggenapan janji Allah, dan
jantung spiritualitas Kristiani. Dalam renungan ini, kita akan mendalami makna
kata ini dari berbagai dimensi: biblis, teologis, metafisika Thomistik, dan
personalisme. Semua ini akan membantu kita memahami apa artinya bagi hidup kita
hari ini.
1. Makna Biblis: Janji yang Digenapi
Secara literal, "tetelestai" berasal dari bahasa
Yunani, bentuk perfect tense dari kata kerja teleo (τελέω), yang berarti
menyelesaikan, menggenapi, atau membayar lunas. Dalam konteks Yohanes 19:30,
kata ini mengacu pada kenyataan bahwa segala sesuatu yang perlu digenapi oleh
Yesus telah terlaksana.
Dalam Injil Yohanes sendiri, tercatat bahwa sebelum
mengucapkan kata ini, Yesus tahu bahwa "segala sesuatu telah selesai"
(Yoh 19:28). Dengan demikian, "tetelestai" adalah pernyataan aktif
dari pengenalan Yesus akan karya-Nya sebagai Sang Penebus.
Yesus telah menggenapi nubuat-nubuat dalam Perjanjian Lama:
- Nubuat
Yesaya 53 tentang Hamba Tuhan yang menderita.
- Mazmur
22 yang menggambarkan penderitaan Mesias.
- Nubuat
tentang pengkhianatan, penderitaan, hingga pencurahan anggur asam.
Semua ini
digenapi secara sempurna. Maka, "tetelestai" berarti bahwa rencana
Allah yang telah dirancang sejak kejatuhan manusia pertama telah mencapai
klimaksnya. Allah setia pada janji-Nya.
2. Makna Teologis: Kemenangan Salib
Dalam sudut pandang teologi, "tetelestai" adalah
deklarasi tegas bahwa keselamatan telah diperoleh secara penuh melalui karya
Yesus Kristus. Dalam teologi Katolik, penebusan dosa manusia dilakukan oleh
Kristus melalui penderitaan dan kematian-Nya, sebagai Imam dan sekaligus
Kurban.
Di dalam Surat kepada Ibrani, dinyatakan bahwa Kristus
mempersembahkan diri-Nya sekali untuk selamanya (Ibrani 10:10). Dengan
demikian, tidak ada lagi kurban yang perlu diulang. Salib bukanlah kekalahan,
melainkan kemenangan.
Kata "tetelestai" juga memiliki konotasi hukum dan
ekonomi pada zaman Yunani kuno. Kata ini sering dituliskan pada kuitansi untuk
menandakan bahwa hutang telah lunas. Maka, dalam terang iman, Yesus membayar penuh harga dosa umat manusia.
Ia tidak hanya menderita; Ia menyelesaikan. Ia tidak sekadar wafat; Ia
mengalahkan dosa.
Dengan ini,
hidup kita sebagai umat Kristiani tidak lagi ditentukan oleh ketakutan akan
hukuman, tetapi oleh syukur atas kasih karunia yang telah dicurahkan.
3. Makna Metafisika Thomistik: Tujuan Sempurna dan Kasih
Ilahi
Santo Thomas Aquinas, dalam pendekatan metafisiknya,
memandang bahwa semua ciptaan bergerak menuju tujuan akhir (telos) yang adalah
kebaikan sempurna, yaitu Allah sendiri. Dalam konteks ini,
"tetelestai" menjadi deklarasi bahwa misi Inkarnasi telah mencapai
tujuannya.
Dalam Summa Theologiae, Aquinas menyatakan bahwa
karya keselamatan adalah alasan utama Allah menjadi manusia. Dengan
kematian-Nya di kayu salib, Yesus menyempurnakan tindakan kasih sebagai manusia
yang dipersatukan secara hipostatik dengan Keilahian-Nya.
Menurut Aquinas:
- Sebuah
tindakan disebut sempurna jika mencapai tujuan akhirnya (actus
perfectus).
- Tindakan
Kristus yang menyerahkan diri di salib adalah tindakan kasih paling
sempurna.
- Kasih
tersebut tidak hanya manusiawi, tetapi ilahi—karena dilakukan oleh Pribadi
Kedua Tritunggal.
Maka, dari perspektif metafisika, "tetelestai"
adalah puncak dari seluruh gerakan realitas menuju Allah: melalui Salib,
manusia dipulihkan dalam relasinya dengan Pencipta.
4.
Perspektif Personalisme: Kasih yang Memberi Diri
Personalism,
khususnya seperti diajarkan oleh St. Yohanes Paulus II, menekankan bahwa
pribadi manusia adalah subjek yang memiliki kebebasan, kesadaran, dan tanggung
jawab moral. Dalam terang personalisme, "tetelestai" adalah
pernyataan kasih pribadi yang tertinggi.
Yesus
mengucapkan kata ini bukan sebagai korban pasif, tetapi sebagai pribadi yang
secara bebas menyerahkan diri-Nya demi keselamatan orang lain:
"Tidak
seorang pun mengambil nyawa-Ku daripada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut
kehendak-Ku sendiri." (Yoh 10:18)
Pengorbanan
Kristus adalah bentuk tertinggi dari personal gift—pemberian diri secara total
dan bebas demi kebaikan sesama. Maka, "tetelestai" bukan hanya
tentang kematian, tetapi tentang pemenuhan panggilan eksistensial manusia untuk
mengasihi secara total.
Yesus
menunjukkan bahwa hanya melalui kasih yang memberi diri, manusia menjadi
sepenuhnya dirinya. Dalam
penderitaan, dalam relasi, dalam pelayanan, manusia menemukan martabat
tertingginya.
5. Implikasi Pastoral dan Spiritualitas Pribadi
Apa artinya "tetelestai" bagi kita yang hidup hari
ini? Renungan ini mengajak kita merenungkan beberapa buah spiritual:
- Hidup
kita memiliki tujuan: Kita bukan hidup dalam kekacauan, tetapi dalam
terang rencana Allah yang telah digenapi dalam Kristus. Kita dipanggil
untuk masuk ke dalam karya keselamatan itu.
- Kasih
mengatasi penderitaan: Salib yang dahulu menjadi lambang kutukan telah
menjadi lambang kemenangan. Penderitaan hidup bukan akhir dari segalanya,
tetapi jalan menuju pemurnian dan persatuan dengan Kristus.
- Panggilan
untuk memberi diri: Kita dipanggil untuk meniru kasih Kristus dengan
memberi diri, entah dalam keluarga, pelayanan, pekerjaan, atau komunitas.
Kasih bukan teori, tetapi tindakan nyata.
- Iman
dalam kemenangan Kristus: Ketika kita menghadapi dosa, kegagalan, dan
kelemahan, kita diingatkan bahwa Kristus telah menang. Kita tinggal masuk
ke dalam kemenangan-Nya melalui tobat, Ekaristi, dan hidup dalam kasih.
Penutup: Kata Terakhir yang Membuka Harapan
"Tetelestai" bukanlah akhir. Ia adalah permulaan.
Ketika Yesus mengatakan "Sudah selesai," Ia sedang membuka babak baru
dalam sejarah manusia: babak keselamatan.
Dalam setiap luka, ada harapan. Dalam setiap salib, ada
kasih. Dalam setiap penderitaan, ada penebusan. Marilah kita hidup dalam terang
kata ini, dan menjadikan "tetelestai" sebagai nyanyian iman dalam
setiap langkah hidup kita.
"Segala sesuatu telah selesai." (Yohanes 19:30) –
Dan karena itu, segala sesuatu menjadi baru.
0 komentar:
Posting Komentar