Cerita dan refleksi seputar rutinitas harian seorang imam katolik. Viva Christo Rey!

Kamis, 17 April 2025

"Tetelestai" - Sudah Selesai

 

Pengantar: Sebuah Kata yang Mengubah Segalanya

Pada saat Yesus tergantung di kayu salib, menjelang akhir hidup-Nya di dunia, Ia mengucapkan sebuah kata terakhir yang menggema sepanjang sejarah: "Tetelestai." Kata ini, yang dalam Injil Yohanes 19:30 diterjemahkan sebagai "Sudah selesai," bukan sekadar ungkapan kematian. Ia adalah deklarasi kemenangan, puncak penggenapan janji Allah, dan jantung spiritualitas Kristiani. Dalam renungan ini, kita akan mendalami makna kata ini dari berbagai dimensi: biblis, teologis, metafisika Thomistik, dan personalisme. Semua ini akan membantu kita memahami apa artinya bagi hidup kita hari ini.

 

1. Makna Biblis: Janji yang Digenapi

Secara literal, "tetelestai" berasal dari bahasa Yunani, bentuk perfect tense dari kata kerja teleo (τελέω), yang berarti menyelesaikan, menggenapi, atau membayar lunas. Dalam konteks Yohanes 19:30, kata ini mengacu pada kenyataan bahwa segala sesuatu yang perlu digenapi oleh Yesus telah terlaksana.

Dalam Injil Yohanes sendiri, tercatat bahwa sebelum mengucapkan kata ini, Yesus tahu bahwa "segala sesuatu telah selesai" (Yoh 19:28). Dengan demikian, "tetelestai" adalah pernyataan aktif dari pengenalan Yesus akan karya-Nya sebagai Sang Penebus.

Yesus telah menggenapi nubuat-nubuat dalam Perjanjian Lama:

  • Nubuat Yesaya 53 tentang Hamba Tuhan yang menderita.
  • Mazmur 22 yang menggambarkan penderitaan Mesias.
  • Nubuat tentang pengkhianatan, penderitaan, hingga pencurahan anggur asam.

Semua ini digenapi secara sempurna. Maka, "tetelestai" berarti bahwa rencana Allah yang telah dirancang sejak kejatuhan manusia pertama telah mencapai klimaksnya. Allah setia pada janji-Nya.

 

2. Makna Teologis: Kemenangan Salib

Dalam sudut pandang teologi, "tetelestai" adalah deklarasi tegas bahwa keselamatan telah diperoleh secara penuh melalui karya Yesus Kristus. Dalam teologi Katolik, penebusan dosa manusia dilakukan oleh Kristus melalui penderitaan dan kematian-Nya, sebagai Imam dan sekaligus Kurban.

Di dalam Surat kepada Ibrani, dinyatakan bahwa Kristus mempersembahkan diri-Nya sekali untuk selamanya (Ibrani 10:10). Dengan demikian, tidak ada lagi kurban yang perlu diulang. Salib bukanlah kekalahan, melainkan kemenangan.

Kata "tetelestai" juga memiliki konotasi hukum dan ekonomi pada zaman Yunani kuno. Kata ini sering dituliskan pada kuitansi untuk menandakan bahwa hutang telah lunas. Maka, dalam terang iman, Yesus membayar penuh harga dosa umat manusia. Ia tidak hanya menderita; Ia menyelesaikan. Ia tidak sekadar wafat; Ia mengalahkan dosa.

Dengan ini, hidup kita sebagai umat Kristiani tidak lagi ditentukan oleh ketakutan akan hukuman, tetapi oleh syukur atas kasih karunia yang telah dicurahkan.

 

3. Makna Metafisika Thomistik: Tujuan Sempurna dan Kasih Ilahi

Santo Thomas Aquinas, dalam pendekatan metafisiknya, memandang bahwa semua ciptaan bergerak menuju tujuan akhir (telos) yang adalah kebaikan sempurna, yaitu Allah sendiri. Dalam konteks ini, "tetelestai" menjadi deklarasi bahwa misi Inkarnasi telah mencapai tujuannya.

Dalam Summa Theologiae, Aquinas menyatakan bahwa karya keselamatan adalah alasan utama Allah menjadi manusia. Dengan kematian-Nya di kayu salib, Yesus menyempurnakan tindakan kasih sebagai manusia yang dipersatukan secara hipostatik dengan Keilahian-Nya.

Menurut Aquinas:

  • Sebuah tindakan disebut sempurna jika mencapai tujuan akhirnya (actus perfectus).
  • Tindakan Kristus yang menyerahkan diri di salib adalah tindakan kasih paling sempurna.
  • Kasih tersebut tidak hanya manusiawi, tetapi ilahi—karena dilakukan oleh Pribadi Kedua Tritunggal.

Maka, dari perspektif metafisika, "tetelestai" adalah puncak dari seluruh gerakan realitas menuju Allah: melalui Salib, manusia dipulihkan dalam relasinya dengan Pencipta.

 

4. Perspektif Personalisme: Kasih yang Memberi Diri

Personalism, khususnya seperti diajarkan oleh St. Yohanes Paulus II, menekankan bahwa pribadi manusia adalah subjek yang memiliki kebebasan, kesadaran, dan tanggung jawab moral. Dalam terang personalisme, "tetelestai" adalah pernyataan kasih pribadi yang tertinggi.

Yesus mengucapkan kata ini bukan sebagai korban pasif, tetapi sebagai pribadi yang secara bebas menyerahkan diri-Nya demi keselamatan orang lain:

"Tidak seorang pun mengambil nyawa-Ku daripada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri." (Yoh 10:18)

Pengorbanan Kristus adalah bentuk tertinggi dari personal gift—pemberian diri secara total dan bebas demi kebaikan sesama. Maka, "tetelestai" bukan hanya tentang kematian, tetapi tentang pemenuhan panggilan eksistensial manusia untuk mengasihi secara total.

Yesus menunjukkan bahwa hanya melalui kasih yang memberi diri, manusia menjadi sepenuhnya dirinya. Dalam penderitaan, dalam relasi, dalam pelayanan, manusia menemukan martabat tertingginya.


5. Implikasi Pastoral dan Spiritualitas Pribadi

Apa artinya "tetelestai" bagi kita yang hidup hari ini? Renungan ini mengajak kita merenungkan beberapa buah spiritual:

  • Hidup kita memiliki tujuan: Kita bukan hidup dalam kekacauan, tetapi dalam terang rencana Allah yang telah digenapi dalam Kristus. Kita dipanggil untuk masuk ke dalam karya keselamatan itu.
  • Kasih mengatasi penderitaan: Salib yang dahulu menjadi lambang kutukan telah menjadi lambang kemenangan. Penderitaan hidup bukan akhir dari segalanya, tetapi jalan menuju pemurnian dan persatuan dengan Kristus.
  • Panggilan untuk memberi diri: Kita dipanggil untuk meniru kasih Kristus dengan memberi diri, entah dalam keluarga, pelayanan, pekerjaan, atau komunitas. Kasih bukan teori, tetapi tindakan nyata.
  • Iman dalam kemenangan Kristus: Ketika kita menghadapi dosa, kegagalan, dan kelemahan, kita diingatkan bahwa Kristus telah menang. Kita tinggal masuk ke dalam kemenangan-Nya melalui tobat, Ekaristi, dan hidup dalam kasih.

 

Penutup: Kata Terakhir yang Membuka Harapan

"Tetelestai" bukanlah akhir. Ia adalah permulaan. Ketika Yesus mengatakan "Sudah selesai," Ia sedang membuka babak baru dalam sejarah manusia: babak keselamatan.

Dalam setiap luka, ada harapan. Dalam setiap salib, ada kasih. Dalam setiap penderitaan, ada penebusan. Marilah kita hidup dalam terang kata ini, dan menjadikan "tetelestai" sebagai nyanyian iman dalam setiap langkah hidup kita.

"Segala sesuatu telah selesai." (Yohanes 19:30) – Dan karena itu, segala sesuatu menjadi baru.

 

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Recent Posts

Unordered List

Text Widget