Palangkaraya: Perjumpaan yang Bermakna
Setelah Paskah, saatnya berpisah dengan umat di Buntok dan
Sababilah. Perpisahan yang sederhana: makan, minum, dan—tentu
saja—menari. Iya, menari! Di tepi Sungai Barito yang sedang meluap, dengan air
hampir mencapai pinggang, kami nyaris batal ke Palangkaraya. Untung Pastor
Cornel dari Palangkaraya bersedi menjemput kami, karena mobil tak bisa menyeberangi
banjir. Kalau ada yang tanya apakah kami berenang, jawabannya: tidak! Kami
justru diberi "tumpangan" oleh tim penanggulangan bencana, lewat móvil
“tinggi” yang meluncur di jalanan banjir. Seru, ya?
Dari situ, kami melanjutkan
perjalanan ke Palangkaraya, yang butuh waktu empat jam—itu lebih lama dari hampir
semua perjalanan yang saya lakukan di
TImor. Sampai di Paroki Gembala Yang Baik, saya langsung ‘mandi kilat’ (baca:
buru-buru mandi) dan siap untuk pertemuan. Umat di sana antusias sekali bertanya
soal iman Katolik. Salah satunya: "Apa benar tidak ada keselamatan di luar
Gereja?" Saya menjawab seperti biasa dengan gaya ringan, berharap mereka
bisa menangkap esensinya tanpa harus pusing. Setelah acara selesai, kami lanjut
mengobrol di pelataran—tentu saja tentang lingkungan di Kalimantan yang sedang
'sekarat'. Hutan dibabat, tanah digali, dan alam membalas dengan
bencana. Ini bukan cerita fiksi, guys. Alam di sana benar-benar menuntut
perhatian.
Di hari kedua, saya bertemu
lebih banyak umat di Katedral Palangkaraya. Kali ini, kami tidak hanya bicara
soal iman, tapi juga soal pewarisan iman pada generasi muda. Sayangnya, banyak
orang tua yang kecewa karena masalah yang mereka hadapi ternyata tidak masuk
dalam pertanyaan. Tapi, di tengah diskusi yang agak tegang itu, saya merasa
senang karena bisa berinteraksi dengan para pengikut saya di media sosial yang
merasa diberkati dengan katekese saya. Mereka langsung jadi ‘teman dekat’
meskipun baru pertama kali bertemu.
Perjalanan ini bukan hanya
tentang ajaran yang saya berikan, tetapi juga tentang bagaimana umat di
Palangkaraya mengajarkan saya banyak hal. Seperti halnya perjalanan yang penuh
tantangan ini, mereka mengingatkan saya untuk terus bergerak maju, sambil menikmati
setiap momen yang ada—termasuk menari di tengah banjir!
0 komentar:
Posting Komentar