Cerita dan refleksi seputar rutinitas harian seorang imam katolik. Viva Christo Rey!

Jumat, 09 Mei 2025

Palangkaraya: Perjumpaan yang Bermakna

 

Setelah Paskah, saatnya berpisah dengan umat di Buntok dan Sababilah. Perpisahan yang sederhana: makan, minum, dan—tentu saja—menari. Iya, menari! Di tepi Sungai Barito yang sedang meluap, dengan air hampir mencapai pinggang, kami nyaris batal ke Palangkaraya. Untung Pastor Cornel dari Palangkaraya bersedi menjemput kami, karena mobil tak bisa menyeberangi banjir. Kalau ada yang tanya apakah kami berenang, jawabannya: tidak! Kami justru diberi "tumpangan" oleh tim penanggulangan bencana, lewat móvil “tinggi” yang meluncur di jalanan banjir. Seru, ya?

 

Dari situ, kami melanjutkan perjalanan ke Palangkaraya, yang butuh waktu empat jam—itu lebih lama dari hampir semua  perjalanan yang saya lakukan di TImor. Sampai di Paroki Gembala Yang Baik, saya langsung ‘mandi kilat’ (baca: buru-buru mandi) dan siap untuk pertemuan. Umat di sana antusias sekali bertanya soal iman Katolik. Salah satunya: "Apa benar tidak ada keselamatan di luar Gereja?" Saya menjawab seperti biasa dengan gaya ringan, berharap mereka bisa menangkap esensinya tanpa harus pusing. Setelah acara selesai, kami lanjut mengobrol di pelataran—tentu saja tentang lingkungan di Kalimantan yang sedang 'sekarat'. Hutan dibabat, tanah digali, dan alam membalas dengan bencana. Ini bukan cerita fiksi, guys. Alam di sana benar-benar menuntut perhatian.

 

Di hari kedua, saya bertemu lebih banyak umat di Katedral Palangkaraya. Kali ini, kami tidak hanya bicara soal iman, tapi juga soal pewarisan iman pada generasi muda. Sayangnya, banyak orang tua yang kecewa karena masalah yang mereka hadapi ternyata tidak masuk dalam pertanyaan. Tapi, di tengah diskusi yang agak tegang itu, saya merasa senang karena bisa berinteraksi dengan para pengikut saya di media sosial yang merasa diberkati dengan katekese saya. Mereka langsung jadi ‘teman dekat’ meskipun baru pertama kali bertemu.

 

Perjalanan ini bukan hanya tentang ajaran yang saya berikan, tetapi juga tentang bagaimana umat di Palangkaraya mengajarkan saya banyak hal. Seperti halnya perjalanan yang penuh tantangan ini, mereka mengingatkan saya untuk terus bergerak maju, sambil menikmati setiap momen yang ada—termasuk menari di tengah banjir!

 

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Recent Posts

Unordered List

Text Widget

Blog Archive