Sejarah Gereja Kupang, Gereja Katolik Zaman Jepang
Pasukan Jepang (dan Australia) di Timor |
Nusa Tengggara Timur (Kepulauan Sunda Kecil) dibagi atas tiga wilayah administratif yang disebut Ken. Setiap Ken dikepalai oleh Ken Kantrikan. Kupang dan TTS termasuk dalam wilayah administratif Timor Ken. Tingkat afdelingdan onderafdeling disebut bunken dan suco. Pada masa-masa awal pendudukan, Jepang memperlihatkan sikap yang ramah. Selanjutnya kekejaman Jepang mulai nampak melalui berbagai bentuk tindakan kekerasan.
Kehidupan Gereja Katolik pada jaman pendudukan Jepang sangat merana. Para misionaris diinternir setelah selama setahun ditahan di Atambua. Lokasi tujuan tempat internir mula-mula di Pare-pare, selanjutnya ke Bojo lalu ke daerah pegunungan yang bernama Bolong. Lokasi-lokasi tersebut berada di Sulawesi Selatan.
Dalam keadaan yang sangat mencekam, pada 12 Januari 1942, kawasan Keuskupan Agung Kupang ini dipersembahkan kepada Hati Kudus Yesus. Pemeliharaan iman dan pewartaan rohani dengan sepenuhnya ditangani oleh para guru agama dan guru sekolah (awam). Bertumpu pada semangat iman yang tangguh dengan dibekali pengetahuan yang sangat minim dan sederhana, para awam tersebut telah mempertaruhkan segala-galanya demi kelangsungan hidup Gereja di Kupang, TTS dan Alor-Pantar. Hal ini berlangsung terus hingga perang dunia kedua berakhir.
Pusat kegiatan pelayanan pastoral pada masa Jepang dilancarkan dari Airnona dan Bakunase disebabkan oleh penempatan perwira militer Jepang di Bonipoi. Bekas pastoran Bonipoi pernah menjadi sasaran pengeboman Sekutu. Setelah perang berakhir, Gereja Bonipoi dipugar kembali. Kerusakan bangunan fisik yang dialami gereja Katolik, secara relatif kurang jika dibandingkan dengan yang dialami umat Protestan. Hal tersebut merupakan penyelenggaraan ilahi dengan menghadirkan Uskup Yamaguchi dan beberapa imam sekulir berkebangsaan Jepang di Nusa Tenggara Timur.
Penyerahan Jepang dan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, membawa angin segar bagi perkembangan gereja Katolik di tanah air. Para misionaris yang ditawan, secara perlahan-lahan mulai berdatangan. Perkembangan gereja pada masa kemerdekaan diuraikan secara garis besar dalam bagian berikutnya.
*Bersambung ke bagian 4:
Dikutip dari Mgr Gregorius Monteiro, SVD, Lintasan Sejarah Keuskupan Agung Kupang dalam Memoir Uskup Keuskupan Agung Kupang, 1997
0 komentar:
Posting Komentar