Kant dan Lewis tentang kebebasan kita
Kant menyajikan perspektif menarik yang menyatakan bahwa kondisi awal alam semesta dan hukum alam bergantung pada tindakan manusia, dilihat dari sudut pandang noumenal. Sudut pandang ini menawarkan rekonsiliasi antara determinisme dan kebebasan; meskipun mengakui bahwa tindakan kita ditentukan oleh hukum dan kondisi awal ini, sudut pandang ini menekankan bahwa hukum dan kondisi tersebut dipengaruhi oleh kita. Selain itu, Kant berpendapat bahwa kerangka kerja ini memungkinkan akuntabilitas pribadi, bahkan bagi individu yang kesalahannya berasal dari masa kecil yang sulit, karena kerangka kerja ini menyatakan bahwa pada tingkat noumenal, mereka pada akhirnya bertanggung jawab atas keadaan mereka sendiri.
Lewis berpendapat bahwa kebebasan sesuai dengan determinisme, dan dalam dunia deterministik, jika seseorang bertindak sebaliknya, hukumnya akan berbeda.
Konsensus yang berlaku di antara para sarjana adalah bahwa interpretasi yang saya kaitkan dengan Kant dipandang agak aneh, meskipun ada beberapa perdebatan mengenai keakuratan anggapan saya. Sebaliknya, perspektif Lewis secara luas dianggap jauh lebih rasional dan berdasar daripada perspektif Kant. Banyak yang percaya bahwa Lewis menawarkan kerangka kerja yang lebih koheren yang lebih selaras dengan pemahaman kontemporer, membuat pandangannya lebih mudah diakses dan relevan dengan wacana modern. Perbedaan mencolok dalam persepsi ini menyoroti dialog filosofis yang sedang berlangsung antara kedua pemikir berpengaruh ini dan mengundang eksplorasi lebih lanjut ke dalam manfaat dan implikasi dari teori masing-masing.
Pertanyaan utama yang ada adalah bagaimana perspektif Lewis dan Kant berbeda dalam hal sifat hukum dan hubungannya dengan tindakan manusia. Sekilas, orang mungkin menyarankan bahwa Lewis mengajukan model di mana hukum bergantung secara kontrafaktual pada tindakan kita, khususnya di bawah asumsi determinisme, sementara kerangka kerja Kant menunjukkan bahwa hukum memiliki ketergantungan penjelasan pada tindakan kita. Namun, karakterisasi awal ini terlalu sederhana dan tidak bertahan di bawah pengawasan.
Penjelasan sistem terbaik Lewis tentang hukum alam menyatakan bahwa hukum-hukum ini bukan sekadar prinsip abstrak; melainkan, hukum-hukum ini bergantung pada perilaku peristiwa yang diatur oleh hukum. Ini menyiratkan bahwa hukum itu sendiri dibentuk tidak hanya oleh kondisi kontrafaktual—skenario di mana hal-hal mungkin berbeda—tetapi juga oleh kejadian dan keputusan aktual yang dibuat oleh agen dalam sistem. Dalam pengertian ini, keberadaan dan karakteristik hukum setidaknya sebagian didasarkan pada tindakan kita: mereka memberikan konteks penjelasan mengapa hukum itu seperti itu.
Jadi, sementara Lewis dan Kant mungkin mendekati hubungan antara tindakan manusia dan hukum dari sudut pandang yang berbeda, keduanya akhirnya sampai pada posisi di mana tindakan kita memainkan peran penting dalam menjelaskan hukum yang mengatur dunia alam. Jalinan antara agensi manusia dan hukum sistematis ini mengundang pemahaman yang lebih bernuansa tentang agensi, yang menunjukkan bahwa tindakan kita bukan hanya peristiwa pasif tetapi secara aktif membentuk kerangka hukum yang memandu pemahaman kita tentang realitas.
Filsafat Kant menyajikan perspektif yang menarik di mana ia menegaskan bahwa tidak hanya hukum alam tetapi juga peristiwa masa lalu bergantung pada tindakan dan keputusan kita. Gagasan ini menunjukkan interaksi dinamis antara agensi manusia dan kejadian historis. Dalam konteks yang agak terkait, filsuf David Lewis memperkenalkan doktrinnya tentang mukjizat kecil, yang menyiratkan bahwa meskipun tindakan kita berperan dalam membentuk realitas, pengaruh yang ia kaitkan dengan tindakan tersebut relatif terbatas. Konsep ini memungkinkan pemahaman yang bernuansa tentang bagaimana pilihan individu dapat menciptakan perubahan halus dalam tatanan kehidupan, namun konsep ini mengakui bahwa peristiwa yang lebih besar dan lebih signifikan mungkin tidak terpengaruh secara langsung. Dengan demikian, kedua filsuf tersebut menyoroti dampak tindakan manusia terhadap realitas, meskipun pada tingkat yang berbeda dan dengan implikasi yang berbeda bagi pemahaman kita tentang takdir dan kehendak bebas.
0 komentar:
Posting Komentar