Narasi Percakapan: Apolos, Paulus, dan Perpecahan
(Suasana: Dua orang mahasiswa teologi, Andreas dan Stefanus, sedang duduk di taman kampus setelah mengikuti kuliah tentang sejarah Gereja. Mereka mulai berdiskusi tentang perbedaan dalam Gereja.)
Andreas:
Stefanus, aku jadi kepikiran sesuatu setelah kuliah tadi. Apakah mungkin perselisihan antara Apolos dan Paulus dalam jemaat Korintus itu semacam gambaran awal dari perpecahan antara Katolik dan Protestan?
Stefanus:
Menarik juga pertanyaannya, Andreas. Tapi menurutku, tidak bisa begitu. Apolos dan Paulus memang disebut dalam perpecahan di Korintus, tapi bukan karena mereka bertentangan dalam ajaran.
Andreas:
Tapi di 1 Korintus 1:12, Paulus jelas menegur mereka yang berkata, "Aku dari golongan Paulus," atau "Aku dari golongan Apolos," atau "Aku dari golongan Kefas," atau bahkan "Aku dari golongan Kristus." Bukankah ini menunjukkan adanya kubu-kubu yang bersaing?
Stefanus:
Iya, memang ada kelompok-kelompok yang terbentuk, tapi masalahnya bukan karena Apolos dan Paulus berbeda doktrin. Jemaat Korintus yang keliru, mereka lebih mengutamakan sosok pengkhotbah daripada fokus kepada Kristus sendiri. Paulus menegaskan dalam ayat 13, "Adakah Kristus terbagi-bagi?" Ini teguran keras, bukan kepada Apolos, tapi kepada umat yang terlalu fanatik terhadap pemimpin tertentu.
Andreas:
Hmm, jadi sebenarnya mereka berdua tidak bertentangan dalam ajaran?
Stefanus:
Betul. Malah di 1 Korintus 3:6, Paulus menjelaskan dengan indah, "Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan." Ini menunjukkan bahwa mereka bekerja sama dalam pewartaan Injil. Kalau ada yang membandingkan mereka atau menganggap salah satu lebih hebat dari yang lain, itu bukan kesalahan mereka, tapi kesalahan jemaat yang masih belum dewasa secara rohani.
Andreas:
Baiklah, aku mengerti sekarang. Tapi kalau begitu, kenapa ini tidak bisa dikaitkan dengan perpecahan Katolik dan Protestan? Kan di sana juga ada kubu-kubu yang berbeda pandangan.
Stefanus:
Perbedaannya terletak pada ajarannya. Apolos dan Paulus tetap sejalan dalam iman yang satu, sedangkan Reformasi Protestan di abad ke-16 benar-benar membawa perubahan doktrinal yang signifikan. Martin Luther, misalnya, menolak beberapa ajaran Gereja Katolik seperti otoritas Tradisi Suci dan pentingnya perbuatan dalam keselamatan. Itu sebabnya lahir prinsip sola scriptura dan sola fide, yang bertentangan dengan ajaran Gereja Katolik.
Andreas:
Jadi, kalau di Korintus masalahnya lebih kepada kefanatikan terhadap figur tertentu, sedangkan di Reformasi masalahnya lebih kepada perbedaan doktrinal yang mendasar?
Stefanus:
Persis. Jika Apolos dan Paulus masih dalam satu iman dan pelayanan yang sama, Luther dan Gereja Katolik akhirnya terpisah karena perbedaan fundamental dalam ajaran. Jadi, Apolos dan Paulus tidak bisa dianggap sebagai tanda awal dari perpecahan Katolik dan Protestan, karena mereka tetap bersatu dalam Kristus.
Andreas:
Wah, ini benar-benar membuka wawasan. Jadi, pesan utama dari kisah Apolos dan Paulus itu bukan tentang perpecahan, tapi tentang bagaimana kita harus menjaga kesatuan dalam iman meskipun ada perbedaan dalam cara pewartaan.
Stefanus:
Tepat sekali! Jangan sampai kita terjebak dalam fanatisme buta terhadap pemimpin atau pengkhotbah tertentu, seperti yang terjadi di Korintus. Yang paling penting adalah tetap berpegang pada Kristus.
Andreas:
Terima kasih, Stefanus. Aku jadi lebih paham sekarang.
(Mereka tersenyum dan berjalan bersama ke kantin, masih berdiskusi tentang sejarah Gereja dengan semangat.)
0 komentar:
Posting Komentar