Menggugat Akar Epistemologis dari Apologet Protestan Anti-Katolik
Dari Reformasi ke
Saintisme: Jalan Sunyi Menuju Sekularisme
Menggugat Akar
Epistemologis dari Apologet Protestan Anti-Katolik
“Apa yang dimulai sebagai
seruan untuk kembali kepada iman, justru berakhir dalam kehampaan iman.
Protestantisme, dalam bentuk ekstrem rasionalistiknya, telah membuka gerbang ke
padang gurun sekularisme.”
— Seorang Katolik yang tetap berpikir
1. Prolog: Ketika
Saintisme Berselimut Salib
Fenomena apologet Protestan
kontemporer yang getol menyerang iman Katolik dengan retorika ‘ilmiah’,
‘logis’, dan ‘kitabiah’ sebenarnya bukan hal baru. Mereka bukan hanya menolak
ajaran Katolik, tapi juga mengerangkeng misteri dalam laboratorium saintisme.
Salah satu figur menonjol dalam arus ini adalah Decky Nggadas, yang dengan
penuh semangat mendekonstruksi dogma Katolik melalui pendekatan yang ia klaim
rasional—padahal sebenarnya sekular dalam jubah religius.
Apa yang sedang terjadi di
sini? Mengapa retorika ‘iman berdasarkan Kitab Suci’ justru terdengar lebih
seperti suara pencerahan ateistik ketimbang gema Sabda yang menyelamatkan?
2. Protestanisme: Dari
Otoritas ke Opini
Reformasi Protestan dimulai
dengan sola scriptura, doktrin yang tampak mulia: hanya Kitab Suci
sebagai otoritas tertinggi. Namun sejarah menunjukkan bahwa ketika Tradisi dan
Magisterium dipisahkan dari Kitab Suci, maka interpretasi menjadi liar,
subjektif, dan seringkali bertentangan satu sama lain.
Hasilnya? Lebih dari
40.000 denominasi, semua mengklaim “kebenaran Alkitabiah.”
Ironi ini menyingkap satu
fakta penting: Protestantisme menggantikan Gereja dengan opini pribadi,
dan lambat laun menyingkirkan sakramen, misteri, dan seluruh dimensi metafisis
iman Kristen.
3. Dari Misteri ke Meja Bedah: Saintisme Merajalela
Apologet Protestan seperti Decky Nggadas hari ini berdiri sebagai anak
ideologis zaman modern. Mereka menuntut bukti empiris, rasionalisasi mutlak,
dan penolakan terhadap semua hal yang “tidak masuk akal”—termasuk:
- Transubstansiasi
- Doa kepada para kudus
- Devosi kepada Maria
- Sakramentalitas Gereja
Dengan kata lain, iman
harus bisa dijelaskan dan dibuktikan secara saintifik. Inilah saintisme—keyakinan
bahwa hanya metode ilmiah yang valid sebagai jalan menuju kebenaran. Dan ketika
iman tunduk pada metodologi ini, maka iman bukan lagi anugerah ilahi,
melainkan eksperimen laboratorium.
4. Akar Krisis: Misteri yang Dihapus, Tuhan yang Dilupakan
Saintisme yang diadopsi dalam bentuk apologetika Protestan modern
bukanlah jalan menuju iman yang lebih murni, melainkan jalan pintas menuju
sekularisme. Mengapa?
Karena:
- Misteri ditolak → tidak ada tempat bagi sakramen
- Tradisi ditolak → tidak ada kontinuitas historis
- Gereja ditolak → tidak ada
komunitas transenden
- Otoritas ditolak → tidak ada jaminan kebenaran
Yang tersisa hanyalah individu,
Alkitab, dan interpretasi sendiri—sebuah model iman yang lebih menyerupai
sekte filosofis daripada Tubuh Mistik Kristus.
5. Iman Katolik: Rasional dan
Misterius
Berbeda dengan pendekatan
saintisme Protestan, iman Katolik tidak anti-rasio, tetapi menolak
rasionalisme kering. Santo Thomas Aquinas dengan brilian menunjukkan bahwa:
“Iman dan akal tidak
bertentangan, tetapi berjalan bersama menuju kebenaran.”
Misteri bukanlah kekeliruan
logis, melainkan kedalaman realitas ilahi yang melampaui jangkauan akal.
Kita dapat memahami, tetapi tidak sepenuhnya menjangkau. Kita dapat
menjelaskan, tetapi tidak mengurung Tuhan dalam silogisme.
Dengan demikian:
- Sakramen bukan simbol kosong, melainkan partisipasi
dalam rahmat Allah
- Devosi bukan penyembahan berhala, tetapi ekspresi
kasih kepada keluarga surgawi
- Gereja bukan organisasi, tetapi perpanjangan
Inkarnasi Kristus dalam sejarah
6. Mengapa Protestantisme Anti-Katolik Justru Menuju Atheisme
Ketika Protestantisme menolak otoritas dan misteri, ia meninggalkan
anak-anak ideologis yang terpisah dari akar:
1.
Evangelikalisme → Emosionalisme dan subjektivisme
2.
Rasionalisme → Reduksionisme iman
3.
Saintisme → Sekularisasi total
4.
Agnostisisme → Keraguan sistemik
5.
Ateisme → Nihilisme
Protestanisme anti-Katolik
adalah pintu masuk ke dalam rumah kosong: tampak megah dari luar, namun tak
memiliki fondasi spiritual yang kokoh.
7. Penutup: Apologetika
Bukan Eksperimen, tapi Kesaksian
Tugas apologet bukan
membuktikan Tuhan seperti membuktikan H2O, melainkan memberi alasan rasional
untuk iman yang berakar dalam misteri. Ketika iman dikerdilkan menjadi
argumen statistik atau penolakan dogma Gereja, maka apologetik kehilangan daya
rohaninya.
Gereja Katolik justru merangkul akal dan misteri, tradisi dan
Kitab Suci, komunitas dan individu, simbol dan substansi. Inilah wajah asli
Kekristenan yang utuh—bukan potongan ideologi sekuler yang dicat ulang dengan
tinta Alkitab.
π Credo ut
intelligam: Aku percaya agar aku mengerti.
Maka kita menanggapi saintisme protestan bukan dengan menyederhanakan
iman, melainkan dengan menyatakan kemuliaan misteri dan keagungan Tradisi—di
sanalah iman menemukan tempat tinggalnya.
0 komentar:
Posting Komentar