MAKNA NYANYIAN DALAM PERAYAAN EKARISTI
Perlu dicatat bahwa penggunaan lagu-lagu liturgis untuk tiap bagian perayaan liturgi secara khusus dan secara umum untuk perayaan liturgi, sepatutnya direstui oleh pimpinan gereja setempat yang berwenang. Terlebih kalau lagu-lagu itu merupakan ciptaan baru. Lagu-lagu itu juga seharusnya sesuai dengan kekhasan bagian-bagian perayaan itu. Pimpinan itulah yang harus mengesahkan lagu-lagu tersebut (IML 32).
1. Lagu-lagu proprium.
Nyanyian-nyanyian yang disebut proprium adalah nyanyian-nyanyian (dalam perayaan Ekaristi) yang kata-katanya (seperti dalam edisi resmi) selalu berbeda dari perayaan ke perayaan.
IML sangat mengharapkan agar jemaat / persekutuan liturgis berpartisipasi sedapat mungkin dalam lagu-lagu proprium (nyanyian-nyanyian khusus, kata-katanya berbeda dari perayaan ke perayaan) (IML 33). Untuk itu sebaiknya dipersiapkan refrein dalam bentuk jawaban-jawaban sederhana yang dapat diulangi umat.
= Lagu pembukaan (Introitus):
Tujuannya seperti telah dikemukakan di atas. Sifatnya aktip (untuk mempersatukan umat), meriah (sesuai dengan perayaan Ekaristi yang adalah pesta, terkecuali Adventus, Puasa dan peringatan orang mati.
Bentuknya boleh berupa nyanyian berbait. Teks yang dipakai sebaiknya menceriterakan kembali secara poetis, misteri keselamatan yang dirayakan dan memasukkan ke dalamnya unsur pujian dan permohonan[1]. Diharapkan semua umat/paduan suara melagukannya. Adalah baik kalau umat melagukan refrein sedangkan paduan suara solo. Lagu ini penting (tak boleh diganti) karena memuat tema perayaan. Kalau tak dinyanyikan maka sebaiknya salah seorang wakil umat mengucapkan antifon bersangkutan (dalam setiap perayaan tersedia antifon termaksud).
= Masmur tanggapan:
Sampai kini beredar nama-nama yang tak tepat bagi masmur tanggapan seperti nyanyian antar bacaan/nyanyian selingan. Bahkan ada yang menggantinya seenaknya tidak seperti yang dicanangkan gereja bahwa ia harus diambil dari buku lectionarium (sudah tersedia). Ia bertujuan untuk menanggapi bacaan yang telah dimaklumkan (bacaan I) dan diambil dari masmur yang mempunyai hubungan (sebagai tanggapan) dengan bacaan tersebut. IML 33 menyatakan bahwa ia adalah bagian utuh dari liturgi sabda. Diharapkan agar psalmista, umat dan imam menyanyikan / memadahkan masmur tanggapan itu. Tak boleh dibawakan oleh koor saja sebab ia adalah jawaban umat seluruhnya atas sabda Allah yang telah diwartakan dalam bacaan I itu.
= Bait pengantar Injil:
Di masa paskah dan biasa terdiri dari alleluya dan sebait kata yang dapat diambil dari injil bersangkutan atau lainnya yang cocok dengan tema injil hari itu. Di masa prapaskah tak ada alleluya. Ada nama tak tepat yang dipakai seperti nyanyian selingan sesudah bacaan II. Salah seorang wakil umat melagukan alleluya, umat mengulanginya, wakil umat itu melagukan bait kata-kata itu dan ditutup dengan alleluya yang dilagukan oleh umat seluruhnya. Kalau tidak dilagukan sebaiknya tidak diucapkan.
= Nyanyian persiapan persembahan:
Ia bertujuan untuk mengiringi persiapan bahan persembahan yang dapat dibawakan dalam perarakan umat dan berlangsung selama persiapan persembahan itu berjalan (PUBM 46). Sifatnya meditatip dan dapat berbentuk apa saja. Koor boleh melagukan nyanyian itu, kalau umat semua akan lebih baik. Ia tidak terlalu penting untuk dibawakan / dapat dihilangkan atau diganti dengan instrumen. Kalau tak dilagukan, antifonnya (kalau ada) tak perlu diucapkan. Kalau ada lagu untuk tarian persiapan persembahan maka sebaiknya tidak perlu ada lagi lagu persiapan persembahan yang khusus.
= Nyanyian komuni:
Ia bertujuan untuk mengiringi komuni yang didistribusikan kepada umat dan mempersatukan umat yang berkomuni. Sifatnya aktip (untuk mempersatukan), dapat dilagukan oleh semua peserta atau solis atau paduan suara. Dapat berbentuk mmasmur dengan refrein, atau nyanyian berbait dengan refrein. Nilainya: penting / tak boleh dihilangkan. Dalam perayaan kelompok kecil, sebaiknya dilagukan sesudah semua berkomuni. Ada praktek yang kelewat batas: di waktu pesta-pesta besar, umat diberi kemungkinan untuk membawakan lagu komuni walaupun komuni yang diringi oleh lagu itu sudah selesai. Entah itu masuk akal?
= Nyanyian penutup:
Bertujuan mengiringi perarakan pulang selebran (imam) beserta para pembantunya ke sakristi; ia merupakan nyanyian umat; berbait dan singkat sebagai pengiring.
2. Nyanyian-nyanyian ordinarium:
Nyanyian Ordinarium adalah nyanyian yang sesuai dengan buku-buku resmi yang kata-katanya selalu sama dari perayaan ke perayaan.
= Kyrie:
berasal dari kata Kyrios (sapaan tua kepada Kristus Tuhan). Lagu ini bertujuan untuk menyatakan tobat sambil memohonkan belas kasihan dan kemurahan Tuhan. Sifat dari lagu ini ditentukan oleh tujuannya yaitu tenang, bernada memohon. PUBM 396 menyatakan sebaiknya seluruh umat melagukannya. Nilainya: dapat digabungkan dengan tobat yang mendahuluinya.
= Gloria (Kemuliaan):
Dalam perayaan Ekaristi ada gloria yang disebut doxologi panjang. Ia adalah madah yang sangat dihargakan sejak dulu terlebih di zaman purba. Ia merupakan sarana jemaat yang dikumpulkan oleh Roh Kudus untuk mengungkapkan kemuliaan Allah Tritunggal, kegembiraan dan pujian kepada allah yang sama: Allah Bapa dan Anak Domba serta Roh Kudus. Dilagukan pada hari-hari pesta sekaligus sebagai pengungkap permohonan (PUBM 397). Sifatnya meriah. Dibawakan oleh umat dengan paduan suara atau paduan suara saja.
= Credo (Aku percaya):
Menyatakan iman umate yang bersekutu. Dapat dilagukan oleh umat dan imam. Bentuknya tradisionil seperti dalam Tata Perayaan Ekaristi.
= Sanctus (kudus):
Untuk mengikut sertakan umat dalam Doa syukur agung, guna bersama penghuni surga memuji Allah. Sifatnya aktip, meriah. Harus dibawakan oleh seluruh umat dan imam. Bentuknya tradisionil seperti dalam Tata Perayaan Ekaristi atau nyanyian berbait.
= Agnus Dei (Anak Domba Allah):
bertujuan untuk mengiringi pemecahan Tubuh Kristus, bersifat tenang. Dapat dibawakan oleh paduan suara. Bentuknya tradisionil atau nyanyian berbait.
3. Catatan penting:
Kini orang mulai meninggalkan pola pembagian nyanyian perayaan Ekaristi atas proprium dan ordinarium. Seluruh nyanyian perayaan Eakristi merupakan satu paket yakni nyanyian perayaan Ekaristi. Masing-masing nyanyian itu berperan secara dinamis sesuai dengan gerak dinamis perayaan Ekaristi. Pengelompokan nyanyian perayaan Ekaristi demikian:
= Tingkat I:
Kelompok I ini adalah nyanyian yang berupa aklamasi yang meliputi Alleluya, Aklamasi sebelum dan sesudah Injil, Kudus, Anamnesis, Amin pada akhir Doa Syukur Agung. Termasuk juga aklamasi dialogal yang melibatkan pemimpin dan umat. Pada dasarnya, nyanyian aklamasi tidak boleh didaras; hendaknya selalu dinyanyikan.
= Tingkat II: Kelompok ini meliputi nyanyian Masmur tanggapan dan nyanyian yang melibatkan pemimpin dan umat bersama-sama seperti Kemuliaan, Bapa Kami, Madah Syukur dan Penutup.
= Tingkat III: hanya meliputi nyanyian pembukaan.
= Tingkat IV: nyanyian tambahan yang dapat diganti dengan musik instrumental: persiapan persembahan.
Ilham untuk mengelompokkan nyanyian perayaan ekaristi atas cara demikian rupanya antara lain ditimba dari tulisan orang-orang ini:
+ John Hibbard dalam bukunya “Guidlines for music in the Liturgy, yang mengelompokkan nyanyian perayaan Ekaristi atas dua yakni: kelompok primer (nyanyian pembukaan, masmur tanggapan, aklamasi Injil, Kudus, aklamasi anamnesis, Amin sesudah Doa Syukur Agung, nyanyian Komuni; Kelompok sekunder yakni Kyrie, Gloria, Jawaban Doa Umat, Bapa Kami dan madah syukur sesudah komuni.
+ Buku Celebration Hymnal yang mengelompokkan nyanyian perayaan Ekaristi atas tiga yakni Tingkat I yang meliputi nyanyian-nyanyian paling penting yakni aklamasi sebelum dan sesudah Injil, aklamasi dalam DSA (Kudus, Anamnesis dan Amin meriah); Tingkat II yang meliputi Gloria, Masmur Tanggapan; Tingkat III yang terdiri dari nyanyian pembukaan, persiapan persembahan, Komuni dan Penutup.
+ Dokumen Music in Catholic Worship yang dikeluarkan Konperensi Wali Gereja Amerika Serikat yang mengelompokkan nyanyian perayaan Ekaristi atas lima: Nyanyian aklamasi (Alleluya, Kudus, Anamnesis, Amin; Nyanyian perarakan yakni pembukaan dan komuni; Nyanyian masmur tanggapan; nyanyian Ordinarium (seperti yang dikenal ditambah Bapa Kami) dan nyanian tambahan yang meliputi persiapan persembahan madah syukur serta penutup[2].
Penutup
Orang Latin mengatakan "Qui bene cantat, bis orat" yang berarti yang menyanyi dengan baik, berdoa dua kali. Ungkapan ini dapat meyakinkan kita bahwa nyanyian liturgi sungguh bermanfaat dalam/untuk menyatakan tanggapan peserta perayaan atas sabda Allah, atas karya Allah dan sekaligus merupakan doa yang sungguh berarti.
[1] J. Gelineau, op. cit., hal. 500.
[2] Ernest Maryanto, Praktek liturgi pasca-Vatikan II, dalam Gereja Indonesia pasca-Vatikan II, Kanisius, 1997, hal. 300-301.
1. Lagu-lagu proprium.
Nyanyian-nyanyian yang disebut proprium adalah nyanyian-nyanyian (dalam perayaan Ekaristi) yang kata-katanya (seperti dalam edisi resmi) selalu berbeda dari perayaan ke perayaan.
IML sangat mengharapkan agar jemaat / persekutuan liturgis berpartisipasi sedapat mungkin dalam lagu-lagu proprium (nyanyian-nyanyian khusus, kata-katanya berbeda dari perayaan ke perayaan) (IML 33). Untuk itu sebaiknya dipersiapkan refrein dalam bentuk jawaban-jawaban sederhana yang dapat diulangi umat.
= Lagu pembukaan (Introitus):
Tujuannya seperti telah dikemukakan di atas. Sifatnya aktip (untuk mempersatukan umat), meriah (sesuai dengan perayaan Ekaristi yang adalah pesta, terkecuali Adventus, Puasa dan peringatan orang mati.
Bentuknya boleh berupa nyanyian berbait. Teks yang dipakai sebaiknya menceriterakan kembali secara poetis, misteri keselamatan yang dirayakan dan memasukkan ke dalamnya unsur pujian dan permohonan[1]. Diharapkan semua umat/paduan suara melagukannya. Adalah baik kalau umat melagukan refrein sedangkan paduan suara solo. Lagu ini penting (tak boleh diganti) karena memuat tema perayaan. Kalau tak dinyanyikan maka sebaiknya salah seorang wakil umat mengucapkan antifon bersangkutan (dalam setiap perayaan tersedia antifon termaksud).
= Masmur tanggapan:
Sampai kini beredar nama-nama yang tak tepat bagi masmur tanggapan seperti nyanyian antar bacaan/nyanyian selingan. Bahkan ada yang menggantinya seenaknya tidak seperti yang dicanangkan gereja bahwa ia harus diambil dari buku lectionarium (sudah tersedia). Ia bertujuan untuk menanggapi bacaan yang telah dimaklumkan (bacaan I) dan diambil dari masmur yang mempunyai hubungan (sebagai tanggapan) dengan bacaan tersebut. IML 33 menyatakan bahwa ia adalah bagian utuh dari liturgi sabda. Diharapkan agar psalmista, umat dan imam menyanyikan / memadahkan masmur tanggapan itu. Tak boleh dibawakan oleh koor saja sebab ia adalah jawaban umat seluruhnya atas sabda Allah yang telah diwartakan dalam bacaan I itu.
= Bait pengantar Injil:
Di masa paskah dan biasa terdiri dari alleluya dan sebait kata yang dapat diambil dari injil bersangkutan atau lainnya yang cocok dengan tema injil hari itu. Di masa prapaskah tak ada alleluya. Ada nama tak tepat yang dipakai seperti nyanyian selingan sesudah bacaan II. Salah seorang wakil umat melagukan alleluya, umat mengulanginya, wakil umat itu melagukan bait kata-kata itu dan ditutup dengan alleluya yang dilagukan oleh umat seluruhnya. Kalau tidak dilagukan sebaiknya tidak diucapkan.
= Nyanyian persiapan persembahan:
Ia bertujuan untuk mengiringi persiapan bahan persembahan yang dapat dibawakan dalam perarakan umat dan berlangsung selama persiapan persembahan itu berjalan (PUBM 46). Sifatnya meditatip dan dapat berbentuk apa saja. Koor boleh melagukan nyanyian itu, kalau umat semua akan lebih baik. Ia tidak terlalu penting untuk dibawakan / dapat dihilangkan atau diganti dengan instrumen. Kalau tak dilagukan, antifonnya (kalau ada) tak perlu diucapkan. Kalau ada lagu untuk tarian persiapan persembahan maka sebaiknya tidak perlu ada lagi lagu persiapan persembahan yang khusus.
= Nyanyian komuni:
Ia bertujuan untuk mengiringi komuni yang didistribusikan kepada umat dan mempersatukan umat yang berkomuni. Sifatnya aktip (untuk mempersatukan), dapat dilagukan oleh semua peserta atau solis atau paduan suara. Dapat berbentuk mmasmur dengan refrein, atau nyanyian berbait dengan refrein. Nilainya: penting / tak boleh dihilangkan. Dalam perayaan kelompok kecil, sebaiknya dilagukan sesudah semua berkomuni. Ada praktek yang kelewat batas: di waktu pesta-pesta besar, umat diberi kemungkinan untuk membawakan lagu komuni walaupun komuni yang diringi oleh lagu itu sudah selesai. Entah itu masuk akal?
= Nyanyian penutup:
Bertujuan mengiringi perarakan pulang selebran (imam) beserta para pembantunya ke sakristi; ia merupakan nyanyian umat; berbait dan singkat sebagai pengiring.
2. Nyanyian-nyanyian ordinarium:
Nyanyian Ordinarium adalah nyanyian yang sesuai dengan buku-buku resmi yang kata-katanya selalu sama dari perayaan ke perayaan.
= Kyrie:
berasal dari kata Kyrios (sapaan tua kepada Kristus Tuhan). Lagu ini bertujuan untuk menyatakan tobat sambil memohonkan belas kasihan dan kemurahan Tuhan. Sifat dari lagu ini ditentukan oleh tujuannya yaitu tenang, bernada memohon. PUBM 396 menyatakan sebaiknya seluruh umat melagukannya. Nilainya: dapat digabungkan dengan tobat yang mendahuluinya.
= Gloria (Kemuliaan):
Dalam perayaan Ekaristi ada gloria yang disebut doxologi panjang. Ia adalah madah yang sangat dihargakan sejak dulu terlebih di zaman purba. Ia merupakan sarana jemaat yang dikumpulkan oleh Roh Kudus untuk mengungkapkan kemuliaan Allah Tritunggal, kegembiraan dan pujian kepada allah yang sama: Allah Bapa dan Anak Domba serta Roh Kudus. Dilagukan pada hari-hari pesta sekaligus sebagai pengungkap permohonan (PUBM 397). Sifatnya meriah. Dibawakan oleh umat dengan paduan suara atau paduan suara saja.
= Credo (Aku percaya):
Menyatakan iman umate yang bersekutu. Dapat dilagukan oleh umat dan imam. Bentuknya tradisionil seperti dalam Tata Perayaan Ekaristi.
= Sanctus (kudus):
Untuk mengikut sertakan umat dalam Doa syukur agung, guna bersama penghuni surga memuji Allah. Sifatnya aktip, meriah. Harus dibawakan oleh seluruh umat dan imam. Bentuknya tradisionil seperti dalam Tata Perayaan Ekaristi atau nyanyian berbait.
= Agnus Dei (Anak Domba Allah):
bertujuan untuk mengiringi pemecahan Tubuh Kristus, bersifat tenang. Dapat dibawakan oleh paduan suara. Bentuknya tradisionil atau nyanyian berbait.
3. Catatan penting:
Kini orang mulai meninggalkan pola pembagian nyanyian perayaan Ekaristi atas proprium dan ordinarium. Seluruh nyanyian perayaan Eakristi merupakan satu paket yakni nyanyian perayaan Ekaristi. Masing-masing nyanyian itu berperan secara dinamis sesuai dengan gerak dinamis perayaan Ekaristi. Pengelompokan nyanyian perayaan Ekaristi demikian:
= Tingkat I:
Kelompok I ini adalah nyanyian yang berupa aklamasi yang meliputi Alleluya, Aklamasi sebelum dan sesudah Injil, Kudus, Anamnesis, Amin pada akhir Doa Syukur Agung. Termasuk juga aklamasi dialogal yang melibatkan pemimpin dan umat. Pada dasarnya, nyanyian aklamasi tidak boleh didaras; hendaknya selalu dinyanyikan.
= Tingkat II: Kelompok ini meliputi nyanyian Masmur tanggapan dan nyanyian yang melibatkan pemimpin dan umat bersama-sama seperti Kemuliaan, Bapa Kami, Madah Syukur dan Penutup.
= Tingkat III: hanya meliputi nyanyian pembukaan.
= Tingkat IV: nyanyian tambahan yang dapat diganti dengan musik instrumental: persiapan persembahan.
Ilham untuk mengelompokkan nyanyian perayaan ekaristi atas cara demikian rupanya antara lain ditimba dari tulisan orang-orang ini:
+ John Hibbard dalam bukunya “Guidlines for music in the Liturgy, yang mengelompokkan nyanyian perayaan Ekaristi atas dua yakni: kelompok primer (nyanyian pembukaan, masmur tanggapan, aklamasi Injil, Kudus, aklamasi anamnesis, Amin sesudah Doa Syukur Agung, nyanyian Komuni; Kelompok sekunder yakni Kyrie, Gloria, Jawaban Doa Umat, Bapa Kami dan madah syukur sesudah komuni.
+ Buku Celebration Hymnal yang mengelompokkan nyanyian perayaan Ekaristi atas tiga yakni Tingkat I yang meliputi nyanyian-nyanyian paling penting yakni aklamasi sebelum dan sesudah Injil, aklamasi dalam DSA (Kudus, Anamnesis dan Amin meriah); Tingkat II yang meliputi Gloria, Masmur Tanggapan; Tingkat III yang terdiri dari nyanyian pembukaan, persiapan persembahan, Komuni dan Penutup.
+ Dokumen Music in Catholic Worship yang dikeluarkan Konperensi Wali Gereja Amerika Serikat yang mengelompokkan nyanyian perayaan Ekaristi atas lima: Nyanyian aklamasi (Alleluya, Kudus, Anamnesis, Amin; Nyanyian perarakan yakni pembukaan dan komuni; Nyanyian masmur tanggapan; nyanyian Ordinarium (seperti yang dikenal ditambah Bapa Kami) dan nyanian tambahan yang meliputi persiapan persembahan madah syukur serta penutup[2].
Penutup
Orang Latin mengatakan "Qui bene cantat, bis orat" yang berarti yang menyanyi dengan baik, berdoa dua kali. Ungkapan ini dapat meyakinkan kita bahwa nyanyian liturgi sungguh bermanfaat dalam/untuk menyatakan tanggapan peserta perayaan atas sabda Allah, atas karya Allah dan sekaligus merupakan doa yang sungguh berarti.
[1] J. Gelineau, op. cit., hal. 500.
[2] Ernest Maryanto, Praktek liturgi pasca-Vatikan II, dalam Gereja Indonesia pasca-Vatikan II, Kanisius, 1997, hal. 300-301.
0 komentar:
Posting Komentar