APAKAH ENGKAU MENGASIHI AKU? (PEMULIHAN PETRUS)
Bahan Rekoleksi, Yohanes 21-1-19
Konteks: Perikop
ini merupakan epilog/penutup dari Injil Yohanes. Murid-murid merasakan
ketidakpastian setelah mengalami kejadian-kejadian seputar penyaliban Yesus .
Peristiwa ini merupakan penampakan Yesus yang ketiga kalinya kepada
murid-murid-Nya. Penampakan sebelumnya dicatat dalam Yoh.
20:19-23 (tanpa Tomas) dan Yoh. 20:26-29 (dengan
Tomas) .
Epilog dalam kitab-kitab Injil diakhiri
dengan perintah untuk menyebarkan Injil. Injil Matius diakhiri dengan Amanat
Agung (Mat. 28:18-20), Injil Markus diakhiri dengan penyebaran
berita Injil oleh para murid (Mrk. 16:8 dan Mrk.
16:20), dan Injil Lukas diakhiri dengan perintah Yesus kepada para
murid untuk menyampaikan berita pertobatan dan pengampunan dosa ke segala
bangsa (Luk. 24:44-53). Demikian pula epilog dari Injil
Yohanes menceritakan tema yang sama .
Beberapa saat setelah Yesus menampakkan diri kepada
Tomas dan para murid, Petrus menjadi gelisah. Dia telah mengikuti Yesus selama
tiga tahun, dan sekarang Yesus muncul sesekali tetapi tidak lagi bersama mereka
secara konsisten. Apa yang harus dia lakukan sekarang? Tidak
ada pilihan lain Kembali ke keadaan semula menjadi nelayan- memancing.
1.Back
to Work, Kembali
bekerja sebagai nelayan
Pekerjaan Nelayan bukanlah pekerjaan satu orang, dan malam hari adalah waktu terbaik untuk memancing. Maka, setelah memutuskan untuk kembali bekerja, Petrus dan enam nelayan lainnya bekerja keras sepanjang malam. Tapi sepanjang malam, berjam-jam melempar dan menarik jaring yang berat, mereka tidak menangkap apa-apa.
Tepat saat fajar menyingsing, ketika sudah waktunya
untuk berhenti dan pulang, seseorang memanggil mereka
dari pantai: "Apakah kamu dapat ikan?" Ketika
mereka mengakui bahwa mereka tidak melakukannya, orang itu berseru, “Tebarkan
jalamu di sisi kanan perahu, dan kamu akan menangkap ikan!” Mereka
melakukannya, dan segera jaring itu benar-benar penuh dengan ikan - begitu
banyak sehingga mereka bahkan tidak dapat menariknya kembali ke dalam perahu.
Fokus pada Teks: Jika adegan ini
terdengar agak familiar, seharusnya begitu. Hal yang hampir sama terjadi ketika
Yesus pertama kali memanggil Petrus sebagai murid-Nya - satu malam penuh
memancing tanpa hasil apa-apa; Petrus melempar sekali lagi atas perintah Yesus
diikuti dengan tangkapan ikan yang sangat banyak. Yesus sedang menciptakan
kembali panggilan-Nya yang awal dari Petrus. Yohanes
mencatat bahwa para murid bekerja sepanjang malam karena itulah yang mereka
lakukan. Mencatat fakta bahwa Yesus muncul tepat saat fajar menyingsing
mengingatkan kita pada kebangkitan ketika para wanita datang ke kubur juga saat
fajar menyingsing. Itu menciptakan suasana terang yang menembus kegelapan,
sangat sesuai dengan tindakan Yesus dalam memulihkan Petrus.
Jadi ketika Yohanes tiba-tiba menyadari
siapa Orang Asing di pantai itu dan memberi tahu Petrus, Petrus tidak membuang waktu
untuk segera menemui Yesus. Meskipun nyatanya perahu itu tetap
menuju ke pantai atau bahwa dia meninggalkan murid-murid lain untuk menangani
muatan ikan yang berat. Begitu besar hasratnya bertemu Yesus,
tidak terlintas sekalipun kira-kira
apa
yang akan dia katakan kepada Yesus. Dia baru menyadari bahwa dia tidak
berpakaian dengan pantas dan dia sangat ingin bersama Yesus, jadi dia segera
mengenakan pakaian luarnya, melompat ke laut, dan berenang ke pantai. Itu
bukanlah rencana yang dipikirkan dengan hati-hati, hanya tindakan impulsif dari
hati yang merindukan Yesus.
Tuhan
ingin kita menggunakan otak kita, memikirkan semuanya, dan membuat pilihan yang
cerdas.
Coba pikirkan: Tuhan ingin kita
menggunakan otak kita, untuk memikirkan semuanya, dan membuat pilihan yang
cerdas. Yang paling penting, kita perlu menjadi seperti Petrus —
jangan sampai
putus asa berharap untuk bersama Yesus.
Fokus pada Teks: Pakaian normal orang
Yahudi abad pertama adalah tunik dengan mantel luar atau jubah di atasnya.
Seseorang akan melepas jubah luarnya pada malam hari atau di
tempat privasi,
tetapi tampil di depan umum hanya dengan mengenakan tunik dianggap tidak
pantas. Petrus telah menanggalkan jubah luarnya saat
bekerja sehingga tidak berpakaian pantas untuk terlihat di depan umum, meskipun
dia tidak telanjang dalam pengertian modern.
2. Breakfast
with the Lord, Sarapan/
Makan
bersama dengan Tuhan
Sesampainya di pantai, Petrus dan murid-murid lainnya menemukan pemandangan yang tidak terduga, tetapi disambut baik - Yesus sudah menyalakan api arang, dengan ikan dan roti dipanggang di atasnya. Tetapi bagi Petrus, api itu lebih dari sekadar cara untuk menyiapkan makanan — hal itu juga mengingatkan dia akan api arang tempat di mana dia menyangkal Kristus.
Fokus pada Teks: Hanya ada dua tempat
dalam Perjanjian Baru di mana istilah “api arang” digunakan. Keduanya
ada dalam Injil Yohanes — sekali pada penyangkalan Petrus, dan sekali di sini
pada adegan pemulihan Petrus. Yohanes menggambar paralel
yang jelas antara dua api. Faktanya, Yesus membawa hal-hal
yang berkaitan
dengan perjumpaan sebelumnya. Selain api arang,
ada persamaan yang jelas dengan panggilan awal Petrus, Andreas,
Yakobus, dan Yohanes seperti yang dicatat dalam Lukas 5:4-11 . Roti dan ikan akan
mengingatkan mereka tentang mukjizat memberi makan 5.000 orang. Yesus melayani
para murid paralel dengan pelayanan-Nya yang rendah hati
kepada mereka pada saat Perjamuan Terakhir. Ikan yang dipanggang, mengingatkan
kepada peristiwa
Yesus makan ikan untuk membuktikan bahwa Dia bukanlah roh pada penampakan pertama setelah
kebangkitan-Nya dengan para murid. Ini lebih dari sekadar pertemuan kebetulan— pertemuan
ini
penuh dengan kenangan dan makna bagi para murid.
Yesus meminta para murid untuk membawa beberapa ikan
yang baru saja mereka tangkap. Petrus uang
berinisiatif segera
melakukan perintah ini. (Mungkin dia merasa
tidak enak karena sudah meninggalkan murid-murid lain untuk
melakukan pekerjaan memasang jaring; mungkin sekarang dia bersama Yesus, dia
merasa canggung, tidak tahu harus berkata apa, atau mungkin dia hanya ingin
membuktikan dirinya dengan ketaatan langsung.) Dia menarik jaring ke pantai,
mungkin dengan bantuan murid-murid lainnya, dan menemukan bahwa, setelah
memilah ikan yang terlalu kecil untuk dikumpulkan, ada sejumlah 153 ikan. Mencengangkan!
Lebih Dalam: Kita tidak yakin apa maksud
Yesus dengan meminta mereka membawa beberapa ikan yang telah mereka tangkap.
Mungkin Dia ingin mereka berbagi dalam menyediakan makanan; mungkin Dia hanya
bermaksud agar mereka menyelesaikan pekerjaan menyortir ikan dan membuang ikan
yang tidak akan mereka ambil. Namun demikian, permintaan Yesus jelas:
mendaratkan
perahu dan menghitung ikan. Hal ini membuat kita
mengetahui besarnya mujizat: 153 ikan besar adalah hasil tangkapan
yang sangat besar, dan fakta bahwa jala tidak putus sungguh menakjubkan! Alasan Yohanaes mengatakan bahwa ada
153 ikan hanya karena itulah jumlah ikan yang ada. Tidak ada makna simbolis
pada jumlah tersebut. Seperti yang sering
dilakukannya, di sini Yohanes menggunakan perincian untuk mengarahkan perhatian
kita pada apa yang penting. Dia tidak memberitahu kita kapan persisnya berapa
lama setelah kebangkitan adegan ini terjadi karena itu tidak penting untuk
tujuannya. Namun untuk narasi ini, baik orang yang terlibat maupun latarnya
sangat signifikan, sehingga Yohanes memberikan banyak detail tentang adegan
tersebut: siapa yang ada di sana; waktu yang tepat, jumlah ikan yang tepat;
pakaian yang dikenakan Peter; seberapa jauh mereka dari daratan; fakta bahwa
jaring tidak koyak; kata-kata persis yang digunakan oleh
berbagai pembicara; dll. Ini memberitahu kita untuk memperhatikan, tidak hanya
pada apa yang dikatakan, tetapi pada keseluruhan adegan.
Setelah pekerjaan itu selesai dan sarapan selesai
dimasak, Yesus mengundang mereka untuk makan. Perlu dicatat bahwa mereka tidak berani
bertanya siapa Dia, menunjukkan bahwa mereka masih agak segan. Itu mungkin juga
menunjukkan bahwa mereka ragu untuk datang bergabung dengan-Nya, jadi Yesus membawakan makanan
untuk mereka dan menyajikannya kepada mereka.
3. Difficult
Questions, Pertanyaan-pertanyaan Sulit
Fokus pada Teks: Nama "Petrus" berarti "batu karang", dan Yesus sendiri telah memberinya nama "Petrus" ketika Dia pertama kali bertemu dengannya (1:42). Faktanya, hal pertama yang Yesus katakan kepada Petrus adalah, “Kamu adalah Simon, anak Yohanes. Kamu akan disebut Petrus.” Jadi ketika Yesus beralih kembali ke nama Petrus sebelumnya, “Simon, anak Yohanes,” implikasinya adalah bahwa pemuridan Petrus dipertanyakan.
Setelah sarapan, Yesus berbicara kepada Petrus.
Petrus adalah orang yang menyatakan bahwa, bahkan jika semua murid lainnya
meninggalkan Dia, dia akan berdiri bersama Dia sampai mati. Intinya, dia
membual bahwa dia mencintai Yesus lebih dari murid-murid lainnya! Tetapi
sekarang Yesus bertanya kepadanya apakah dia mengasihi Dia lebih dari
murid-murid lainnya. Dengan kata lain, "Dengan semua yang telah terjadi,
apakah Anda masih mempertahankan bualan Anda?" Petrus memberikan ucapan
"Ya, aku mencintaimu!" Dia tidak mengulangi "lebih dari semua
ini,"
meskipun - tampaknya Petrus berfokus pada apa yang dapat dia tegaskan, berharap
untuk diperbandingkan dengan murid-murid lainnya. Atau mungkin
dia sedikit tinggi hati. Lagi pula, Yesus telah menampakkan diri
kepadanya secara pribadi dan bukan kepada murid-murid lainnya ( Lukas 24:34 , 1 Korintus 15:12 ). Dia sendiri yang
telah melompat ke laut untuk berenang kepada Yesus, dan dia sendiri yang
langsung menuruti perintah Yesus untuk mengambil ikan dari jala.
Ketika Petrus menegaskan kasihnya kepada Yesus, Yesus
mengatakan kepadanya untuk “memberi makan domba-domba-Ku,” atau kemudian,
“menggembalakan domba-domba-Ku.” Dengan kata lain, “Petrus, kamu tidak
menunjukkan kasihmu kepada-Ku dengan menyombongkannya atau dengan membuktikannya, tetapi dengan
pelayanan yang rendah hati kepada orang lain. Jika kamu benar-benar
mencintai-Ku, tunjukkan dengan menjaga rekan seimanmu.”
Tetapi Yesus tidak akan membiarkannya dengan tanggapan yang
dangkal. Jadi Dia bertanya lagi, “Petrus, apakah kamu benar-benar mencintai
Aku?” Tetapi kali ini Yesus mengabaikan "lebih dari mereka
ini".
Sekali lagi Petrus memberikan tanggapan yang diharapkan: “Ya, Tuhan, Engkau
tahu bahwa aku mengasihi-Mu.”
Tuhan
menginginkan komitmen yang dalam dan tulus kepada diri-Nya, dan akan
terus mendorong kita sampai kita menghadapi apa pun
yang menghalangi kita dari penyerahan diri yang nyata dan
total.
Yohanes menekankan bahwa pertanyaan itu diajukan tiga
kali, dan fakta bahwa pertanyaan itu diajukan tiga kali sangat melukai Petrus.
Ketika Petrus menyangkal Kristus, dia memberikan jawaban yang mudah untuk tiga
pertanyaan, dan sekarang dia dua kali memberikan jawaban yang mudah untuk
pertanyaan Yesus. Yesus memaksa dia untuk menghidupkan kembali kegagalannya di
masa lalu dan membawa dia berhadapan langsung dengan kecenderungannya untuk
mengambil jalan keluar yang gampang. Tapi kali ini
keberanian Petrus hilang. Di masa lalu, Petrus telah
berusaha untuk mengoreksi Yesus, tetapi sekarang dia dengan putus asa memohon
pengetahuan Yesus yang lebih tinggi. “Tuhan, Engkau tahu segalanya. Engkau tahu bahwa aku mengasihimu."
Coba pikirkan: Yesus terus mendesak sampai Petrus terluka
parah, karena hanya dengan cara itulah Petrus akan benar-benar mengatasi
ketidaksetiaannya. Tuhan menginginkan komitmen yang dalam dan tulus pada
diri-Nya, dan akan terus mendesak kita sampai kita menghadapi apa pun
yang menghalangi kita dari penyerahan diri yang nyata dan
total.
Lebih Dalam: Beberapa komentator dan
banyak pengkhotbah telah menunjukkan fakta bahwa Yohanes menggunakan dua kata
Yunani yang berbeda untuk "kasih" dalam perikop ini: phileo Dan agapao
(bentuk kata kerja dari agape yang lebih dikenal ). Mereka mengklaim
bahwa agapao menunjukkan cinta yang dalam dan saleh, sedangkan phileo
menunjukkan kasih sayang persaudaraan. Jadi sementara Yesus bertanya apakah
Petrus memiliki kasih yang dalam dan tetap kepada Kristus
(agapas me pleon touton), Petrus menegaskan kasih sayangnya
(yang biasa)
kepada Yesus. (su oidas hoti philo se). Alasan Petrus bersedih pada pertanyaan
ketiga
adalah karena Yesus mengubah pertanyaannya menjadi, "Apakah kamu
benar-benar memiliki kasih sayang kepada-Ku?"
(phileis me -- dengan mengubah agapao menjadi phileo), Ada komentator yang
mengatakan bahwa untuk bisa menggapai Petrus, Yesus menurunkan kadar cinta yang
dimaksud – dari agapao ke phileo. Meskipun kedengarannya bagus, mungkin
bukan itu yang dimaksudkan oleh Yohanes. Pertama,
meskipun kedua kata tersebut dapat memiliki penekanan yang berbeda, Yohanes
tidak secara konsisten menggunakannya dengan cara tersebut. Misalnya, Yohanes 12:24 mengatakan bahwa orang
Farisi menyukai ( agapao ) pujian manusia, sedangkan Yohanes 16:27 mengatakan bahwa Bapa
mengasihi ( phileo ) kita. Kedua, Injil Yohanes berisi perubahan
antara sinonim hanya untuk variasi, tanpa perbedaan makna yang dimaksudkan.
Misalnya, Yesus juga mengubah antara Feed my sheep "beri makan
domba-domba-Ku" Βόσκε τὰ ἀρνία μου dan
Feed my lambs
"beri makan domba-domba-Ku" Βόσκε τὰ
πρόβατά μου,
dan tampaknya tidak ada perbedaan yang signifikan di antara keduanya. Ketiga,
kemungkinan Yesus dan Petrus berbicara dalam bahasa Aram (karena itu adalah
bahasa umum Israel pada saat itu), dan bahasa Aram hanya memiliki satu kata
untuk "cinta". Jadi secara keseluruhan, yang terbaik adalah melihat
perubahan antara dua kata untuk "cinta" hanya sebagai bagian dari
gaya penulisan Yohanes tanpa Signifikansinya perubahan arti yang dimaksudkan,
dan kebanyakan ekseget mendukung pendapat ini. ditemukan, bukan
dalam kata-kata yang berbeda, tetapi dalam kenyataan bahwa pertanyaan yang sama
diajukan tiga kali, menggemakan tiga penyangkalan Petrus.
The emphatic of Semitic Triplet:
SIMON, do you extremely love Me? Menggunakan
tiga kali pernyataan untuk menyatakan bentuk superlative: Contoh Kudus, Kudus,
Kuduslah Tuhan.
4. Peter’s
End and Restoration, Proses Pemulihan Petrus
Petrus telah berada di titik akhir. Dia tidak
memiliki apa-apa lagi untuk ditawarkan dalam pembelaannya sendiri atau sebagai
bukti kasihnya, dan dia meminta pengetahuan Yesus yang mencakup
segalanya. Jadi Yesus sekarang menegaskan realitas kasih Petrus. “Petrus, kamu pernah berkata
bahwa kamu akan mati untuk Aku. Anda benar - Anda akan mati untuk saya. Suatu
hari, seseorang akan mendandani Anda dengan pakaian yang tidak ingin Anda
pakai, dan membawa Anda ke tempat yang tidak Anda inginkan — sampai mati
disalib. Tetapi kamu akan pergi, dan dengan melakukan itu kamu akan membuktikan
bahwa kamu benar-benar mengasihi Aku.”
Kemudian, setelah penampakan dan mujizat, setelah
proses tanya jawab, setelah prediksi kesetiaan sampai mati, Yesus menyimpulkan
dengan hanya berkata, “Ikutlah Aku.” Itulah kata-kata yang Dia gunakan untuk
memanggil semua murid, dan dengan kata-kata yang sama, Yesus memperbarui
panggilan-Nya kepada Petrus. Selama pelayanan Kristus di bumi, "Ikutlah
Aku" secara harfiah berarti "Berjalanlah ke mana Aku berjalan dan
tinggallah di mana Aku tinggal." Tapi sekarang artinya, "Ikuti ajaran-Ku,
patuhi perintah-Ku, dan berjalanlah dalam Roh-Ku." Ini menjadi perintah
berbaris baru bagi para murid, dan bagi kita.
Refleksi
Tuhan Yesus memiliki cara yang ajaib untuk memulihkan kembali
manusia yang pernah meninggalkan dan mengabaikan-Nya. Luar biasanya adalah
bahwa Dia tidak mempermalukan kita. Dia tidak mengkritik kita seperti
kebanyakan orang yang merasa rohaninya lebih tinggi. Dia juga tidak memaksa
kita untuk berusaha lebih keras lagi. Sebaliknya, Dia meminta kita dengan suara
yang lembut agar kita meneguhkan kembali kasih kita kepada-Nya. Yesus langsung
menyentuh akar permasalahannya.
Petrus pernah meninggalkan Yesus tatkala
dia melarikan diri bersama para murid lainnya dari taman Getsemani. Bahkan di hadapan banyak orang,
Petrus menyangkal bahwa dia pernah mengenal Yesus. Petrus mungkin akan
terheran-heran bila dia masih bisa menjadi murid Yesus, padahal dia tidak setia
kepada Yesus tatkala Gurunya berada pada saat-saat yang genting. Sebelumnya,
Petrus pernah berkata, "Tuhan, aku bersedia masuk penjara dan mati
bersama-sama dengan Engkau!" (Luk. 22:33) Pada kenyataannya, jawaban
Petrus sering tidak jauh berbeda dengan jawaban dan praktik hidup kita.
Ketika menulis refleksi pribadi harian
atau refleksi dalam rekoleksi dan pengakuan dosa, kita mungkin dengan pedih menyadari
bahwa kita telah meninggalkan-Tuhan dan menyangkal-Nya dalam berbagai cara. Mungkin kita telah
meninggalkan dan menyangkal-Nya karena kita hidup dengan tidak setia; atau
mungkin juga karena kita tidak taat pada firman-Nya. Mungkin kita telah meninggalkan
dan menyangkal-Nya lewat cara hidup kita yang menyakitkan hati-Nya.
Perhatikanlah, apa yang Yesus lakukan bagi
kita? Yang Dia akan lakukan adalah Dia akan bertanya kepada kita seperti yang
pernah Dia lakukan terhadap Rasul Petrus. Dia tidak mencaci-maki kita. Dia
tidak akan mempermalukan kita. Dia tidak mengejar-ngejar kita dengan dakwaan.
Dia hanya akan bertanya dalam batin kita, "Apakah engkau
mengasihi-Ku?" Jika jawaban kita seperti jawaban Petrus, "Ya
Tuhan", Dia akan meneguhkan kembali kehendak-Nya dalam diri kita. Jika
kita sungguh mengasihi-Nya, kita akan menaati perintah-Nya (Yoh. 14:15). Kasih kita kepada Tuhan
mengawali dan membuka jalan untuk sebuah ketaatan kepada Tuhan.
Kita sering menyatakan keyakinan kita bahwa kita mengasihi Allah
tetapi pada saat yang sama kita menyadari bahwa kita ternyata lebih sering
bertindak sebaliknya -- lebih mengasihi diri kita sendiri. Penghalang utama mengapa
kita mengasihi Allah dalam situasi yang maju mundur tidak terletak pada faktor
luar tetapi terletak dalam diri kita sendiri yakni pada "kehendak manusia
kita atau kehendak kita sendiri". Pada kenyataannya, kita lebih suka
berbicara mengenai kehendak-Nya daripada melakukannya. Ingatlah, kita tidak
dapat mengerjakan kehendak Allah apabila kita terus sibuk mengerjakan kehendak
kita sendiri. Kita tidak dapat bersungguh-sungguh berdoa, "Datanglah
kerajaan-Mu" sampai kita secara resmi berdoa, "kerajaanku pergilah"
[Tim Impian Tuhan, 23].
Ketidakpercayaan dan kekerasan hati kita akan hak dan agenda
pribadi kita adalah belenggu yang mengikat sehingga kehendak Allah tidak dapat
turun dan masuk dalam hidup dan pelayanan kita. Banyak di antara kita lebih
suka mengutamakan agenda kita daripada agenda Allah. Banyak di antara kita
lebih tertarik pada hal menjaga hak-hak kita daripada mengejar maksud-maksud
Tuhan. [Tim Impian Tuhan, 34].
(Yesus Kristus) yang walaupun memiliki
rupa Allah, Ia tidak menganggap kesetaraan-Nya dengan Allah itu sebagai sesuatu
yang harus dipertahankan. Sebaliknya, Ia membuat diri-Nya tidak memiliki
apa-apa dan menghambakan diri sebagai budak untuk menjadi sama dengan rupa
manusia. (Filipi 2:6-7, AYT)
Ego
kita sering mengesampingkan penalaran kita. Kita lebih suka kalah dengan
kehendak yang tak terpatahkan daripada menang dan menjadi tunduk. Ketidaktaatan
dan ketidaktundukan kita menjual kredibilitas kita. Tidak ada alasan bagi dunia
untuk percaya bahwa kita berasal dari Allah bila kita bertindak seperti Iblis.
[Tim Impian Tuhan, 30].
"Seandainya seorang raja mencintai
pelayannya yang miskin," begitulah seorang filsuf Denmark, Soren Arby Kierkegaard (1813-1855), mengawali
perumpamaannya. Bagaimana cara sang raja menyatakan cintanya kepada pelayan
itu? Mungkin sang pelayan akan menanggapinya karena takut atau terpaksa,
padahal sang raja ingin pelayan itu mencintainya dengan tulus. Maka kemudian
sang raja yang sadar bahwa dia tidak boleh tampil sebagai raja bila tak ingin
menghancurkan kebebasan orang yang dikasihinya, memutuskan untuk menjadi orang
biasa. Dia meninggalkan takhtanya, melepas jubah kebesarannya, dan memakai
pakaian compang-camping. Dia bukan hanya menyamar, tetapi benar-benar memiliki
identitas baru. Dia sungguh-sungguh menjadi pelayan untuk memikat hati sang
pelayan muda yang dicintainya. Ini layaknya sebuah taruhan. Pelayan itu mungkin
akan mencintainya, atau justru menolaknya habis-habisan sehingga dia tidak akan
mendapatkan cintanya seumur hidupnya! Hal yang sama, pilihan yang diberikan
Allah kepada manusia, dan tentu saja, itulah makna perumpamaan di atas. Tuhan
kita merendahkan diri-Nya untuk memenangkan hati kita. "Kristus Yesus,
yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu
sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya
sendiri (Fil. 2:5-7).
Sekarang, ada pertanyaan untuk direnungkan, "Akankah kita
mengasihi-Nya lebih dalam lagi atau kita menolak, mengabaikan, atau bahkan
meninggalkan-Nya?"
Lalu apa yang harus saya perbuat?
Kita membutuhkan pertolongan Roh Kudus. Roh Kudus harus menempelak kita, roh
ketaatan dan ketundukan harus melingkupi kita, atau kita sama sekali tidak akan
pernah mencapai apa yang Tuhan inginkan untuk kita lakukan yaitu:
"mengasihi Dia lebih dalam lagi" [Tim Impian Tuhan, 41].
Memang, tidak mudah membuat komitmen untuk mengasihi Allah dan
setia menjalaninya. Komitmen kita sering kali tidak mampu mencapai masa yang
panjang. Stamina rohani kita tidak selalu berada dalam kondisi puncak. Bila
dikalkulasikan, mungkin catatan kegagalan kita untuk memenuhi komitmen yang
kita buat sendiri akan terlihat menumpuk. Kegagalan demi kegagalan mewarnai
perjalanan iman kita. Inilah cermin dari natur lama kita sebagai manusia yang
lemah dan berdosa. Kini, Dia hanya minta satu hal: "lebih dalam lagi mengasihi-Nya."
Yesus tidak membutuhkan hal lain dari kita selain komitmen kita,
yang meskipun berulang-ulang jatuh dan bangun, dan janji-janji kita yang coba
kita penuhi dengan lebih keras lagi. Jika tekad kita menaati Allah, lalu
ternyata tidak menolong kita untuk setia, itu juga yang akan membuat kita tidak
berhasil, itu artinya kita telah salah bertindak. Yesus hanya meminta kasihmu.
Jika kita sungguh-sungguh mengasihi-Nya, baik sikap, ketundukan maupun
penyerahan diri, bahkan pelayanan kita kepada-Nya ini akan lebih berkualitas
seperti yang Dia kehendaki.
Doa: Tuhan kami ingin menjadikan Engkau sebagai Tuhan atas hidup kami dan tidak hanya sekadar memanggil Engkau Tuhan. Roh Kudus, kami memohon kiranya Engkau meyakinkan dan menyempurnakan kami sehingga kami dapat mencapai apa yang Bapa ingin kami lakukan. Kami berdoa agar kerajaan kami lenyap sehingga kerajaan-Mu yang hadir dan Engkau bertakhta dalam hati kami. Kiranya kehendak kami dihancurkan sehingga kehendak-Mu dapat terlaksana di bumi seperti di surga. Amin.
0 komentar:
Posting Komentar