Cerita dan refleksi seputar rutinitas harian seorang imam katolik. Viva Christo Rey!

Rabu, 12 Maret 2025

Mengapa Clementine Vulgata Dikritik oleh Protestan?

 


Biblia Sacra Vulgata Sixti V et Clementis VIII (1592), yang dikenal sebagai Clementine Vulgate, adalah Alkitab resmi Gereja Katolik hingga tahun 1979. Namun, teks ini mendapat banyak kritik dari kalangan Protestan, terutama sejak Reformasi. Kritik-kritik tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut:


1. Dasar Teks: Bahasa Latin vs. Bahasa Asli

Kritik Protestan

  • Clementine Vulgate adalah terjemahan bahasa Latin, bukan teks asli dalam bahasa Ibrani dan Yunani.
  • Para Reformator menekankan penggunaan Ibrani untuk Perjanjian Lama dan Yunani untuk Perjanjian Baru, dengan alasan bahwa penerjemahan dapat menyebabkan kesalahan.
  • Beberapa perbedaan ditemukan antara Vulgata dan Teks Masoret (Masoretic Text - MT) dalam Perjanjian Lama atau Textus Receptus (TR) dalam Perjanjian Baru, yang lebih disukai oleh para Reformator.

Pembelaan Katolik

  • Gereja memiliki otoritas untuk memastikan transmisi Kitab Suci yang benar, dan Kitab Suci dijaga melalui Tradisi Suci, bukan hanya melalui keakuratan linguistik.
  • Septuaginta (LXX), yang digunakan oleh Yesus dan para Rasul, berbeda dari Teks Masoret, menunjukkan bahwa teks Ibrani juga mengalami variasi di zaman kuno. Vulgata sering kali mengikuti Septuaginta, yang banyak digunakan oleh orang Kristen awal.
  • Konsili Trente (1546) menyatakan bahwa Vulgata adalah teks yang "autentik", artinya teks ini dapat diandalkan dalam hal ajaran, meskipun bukan rekonstruksi filologis yang sempurna dari teks asli.

2. Penyertaan Kitab Deuterokanonika ("Apokrif")

Kritik Protestan

  • Clementine Vulgate mencakup kitab-kitab Deuterokanonika (Kebijaksanaan, Sirakh, Tobit, Yudit, Barukh, 1 & 2 Makabe, serta tambahan dalam Ester dan Daniel), yang ditolak oleh Protestan sebagai tidak kanonik karena tidak ditemukan dalam Alkitab Ibrani.
  • Para Reformator, mengikuti tradisi rabi Yahudi, hanya menerima kitab-kitab yang terdapat dalam Teks Masoret dan menghapus kitab-kitab Deuterokanonika dari terjemahan mereka (misalnya, King James Version awalnya mencantumkan kitab-kitab ini dalam bagian terpisah, tetapi kemudian menghilangkannya).
  • Beberapa ajaran dalam kitab Deuterokanonika dianggap bertentangan dengan teologi Protestan, misalnya doa untuk orang mati (2 Makabe 12:46) yang mendukung doktrin api penyucian (Purgatorium).

Pembelaan Katolik

  • Septuaginta (LXX) yang banyak digunakan dalam Kekristenan awal mencakup kitab-kitab Deuterokanonika. Bahkan Perjanjian Baru mengutip gagasan dan istilah dari kitab-kitab ini (misalnya, Ibrani 11:35 yang merujuk pada 2 Makabe 7).
  • Konsili Gereja sebelum Reformasi (Roma 382, Hippo 393, Kartago 397 & 419, Florence 1442) telah menegaskan kitab-kitab ini sebagai bagian dari kanon, menunjukkan penerimaan universal dalam Gereja awal.
  • Martin Luther menolak kitab-kitab Deuterokanonika bukan karena alasan historis, tetapi karena kitab-kitab ini mendukung ajaran Katolik yang ia tolak.

3. Posisi St. Hieronimus tentang Kanon

Kritik Protestan

  • St. Hieronimus, penerjemah Vulgata asli, awalnya meragukan kitab-kitab Deuterokanonika karena tidak termasuk dalam Alkitab Ibrani.
  • Protestan berargumen bahwa jika Hieronimus sendiri skeptis, maka Gereja Katolik seharusnya tidak memasukkan kitab-kitab ini.

Pembelaan Katolik

  • Hieronimus akhirnya tunduk pada otoritas Gereja dan memasukkan kitab-kitab Deuterokanonika ke dalam Vulgata karena Gereja mengakuinya sebagai Kitab Suci.
  • Santo Agustinus, sezaman dengan Hieronimus, secara tegas membela kitab-kitab Deuterokanonika, dan pandangan inilah yang akhirnya diakui oleh Gereja.
  • Keputusan akhir tentang kanon ditentukan oleh Gereja, bukan oleh pendapat pribadi seorang sarjana.

4. Variasi Teks & Perbedaan Teologis

Kritik Protestan

  • Beberapa bagian penting berbeda antara Vulgata dan terjemahan Protestan, yang mempengaruhi interpretasi teologi.
  • Contohnya:
    • Kejadian 3:15 dalam Vulgata berbunyi "Ipsa conteret caput tuum" ("Ia [Maria] akan menginjak kepalamu""), yang mendukung peran Maria dalam mengalahkan Iblis. Sebaliknya, terjemahan Protestan biasanya berbunyi "He" (dia, yaitu Kristus) akan menginjak kepalamu".
    • Lukas 1:28: Vulgata menerjemahkan salam malaikat kepada Maria sebagai "gratia plena" (penuh rahmat), yang mendukung doktrin Maria dikandung tanpa noda dosa (Immaculata Conception). Protestan lebih memilih terjemahan "highly favored one" (yang sangat dikasihi) untuk melemahkan makna teologisnya.

Pembelaan Katolik

  • Vulgata mencerminkan interpretasi Gereja yang sudah lama diterima, yang didasarkan pada Tradisi Suci.
  • Interpretasi Marian dalam Kejadian 3:15 telah diakui oleh banyak Bapa Gereja dan berkembang dalam teologi Katolik.
  • "Gratia plena" (Lukas 1:28) adalah istilah yang digunakan oleh para Bapa Gereja dan menjadi dasar penting bagi mariologi Katolik.

5. Status Vulgata sebagai Alkitab Resmi Gereja Katolik

Kritik Protestan

  • Konsili Trente (1546) menetapkan Vulgata sebagai Alkitab resmi Gereja Katolik, yang dianggap oleh Protestan sebagai usaha untuk mengontrol Kitab Suci.
  • Protestan menolak gagasan "satu versi resmi" dan percaya bahwa hanya teks asli dalam bahasa Ibrani dan Yunani yang berhak menjadi dasar utama.

Pembelaan Katolik

  • Keputusan Konsili Trente tidak berarti Vulgata lebih unggul dari teks asli, tetapi bahwa teks ini dapat diandalkan untuk ajaran iman dan moral.
  • Protestan sendiri bergantung pada pilihan teks yang dibuat manusia, seperti Textus Receptus atau edisi kritis Nestle-Aland, sehingga argumen mereka terhadap Vulgata juga dapat diarahkan kepada mereka sendiri.
  • Gereja Katolik, yang menyusun dan menjaga Kitab Suci selama berabad-abad, memiliki otoritas untuk menentukan versi resmi yang dapat dipercaya.

Kesimpulan: Akar Kritik Protestan terhadap Vulgata Clementina

Isu utama di balik kritik Protestan terhadap Vulgata bukan sekadar perbedaan teks, tetapi soal otoritas:

  1. Gereja Katolik mengajarkan bahwa kanon Kitab Suci dan interpretasinya ditentukan oleh Tradisi Suci dan otoritas Gereja.
  2. Protestan, dengan prinsip sola Scriptura, menolak otoritas Gereja dan mengandalkan kritik teks serta interpretasi pribadi.

Dengan demikian, penolakan Protestan terhadap Clementine Vulgate bukan hanya karena alasan filologis, tetapi karena ketidaksetujuan teologis terhadap otoritas Gereja Katolik dalam menentukan Kitab Suci.

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Recent Posts

Unordered List

Text Widget

Blog Archive