Katolik Jual Pengampunan Dosa? Klaim Lama, Logika Dangkal
Setiap kali argumen Protestan mulai melemah, ada satu kartu mati yang selalu mereka mainkan:
“Katolik itu dulu jual pengampunan dosa.”
Satu kalimat yang diulang seperti kaset rusak, seolah menjadi dogma baru di luar Alkitab mereka.
Tentu saja mereka jarang paham apa itu indulgensi, apalagi mau baca Catechismus Ecclesiae Catholicae atau dokumen Konsili Trente. Kenapa harus repot membaca kalau bisa terus hidup nyaman dalam mitos yang diwariskan sejak abad ke-16?
Mari saya bantu.
📌 Pertama, indulgensi bukan pengampunan dosa.
Dosa hanya bisa diampuni lewat pertobatan sejati dan sakramen tobat.
Indulgensi hanya menghapus hukuman temporal — semacam rehabilitasi spiritual setelah luka dosa dibersihkan.
Kalau dosa itu pelanggaran, indulgensi bukan penghapus catatan kriminal, tapi lebih seperti penghapusan masa tahanan ringan setelah orangnya benar-benar tobat.
Tapi bagi mereka yang alergi pada tradisi, ini tentu terlalu “kompleks” untuk dipahami.
📌 Kedua, ya — pernah ada penyalahgunaan indulgensi.
Namanya juga manusia. Bahkan rasul Kristus pernah menjual Yesus seharga 30 keping perak. Tapi apakah karena Yudas menjual Tuhan, maka seluruh Gereja layak dibubarkan?
Kalau satu pedagang indulgensi bernama Tetzel menyimpang, kenapa seluruh Gereja harus dituduh korup?
Kalau satu pendeta salah tafsir, haruskah seluruh denominasi dianggap bidat?
Oh, tunggu... Kalau pakai logika Protestan, mungkin iya.
📌 Ketiga, ini bukan argumen sejarah — ini senjata retoris.
Kalimat “Katolik jual dosa” bukan lahir dari cinta pada kebenaran, tapi dari semangat memecah tubuh Kristus. Ia lahir dari lidah yang tidak tahu membedakan antara fakta dan propaganda.
Apakah mereka pernah membaca dokumen asli abad ke-16? Tidak.
Apakah mereka tahu bahwa indulgensi masih berlaku hingga hari ini, tanpa jual beli, tanpa pemerasan? Tidak juga.
Tapi mereka pandai mengulang klise kuno demi mempertahankan reformasi setengah matang.
📌 Keempat, mari kita balik tanya:
Jika Gereja Katolik salah karena pernah disalahgunakan,
maka siapa yang akan minta maaf atas ribuan denominasi Protestan yang saling pecah satu sama lain?
Siapa yang bertanggung jawab atas mimbar-mimbar yang menjual janji mujizat dengan persembahan uang?
Atau atas pendeta yang berseru, “Tuhan akan memberkati kamu kalau kamu kasih persepuluhan tepat waktu”?
Kalau indulgensi disebut "jual dosa", apa bedanya dengan teologi kemakmuran?
Bedanya cuma gaya marketing. Yang satu Latin dan bergema di basilika; yang satu Inggris palsu dan viral di YouTube.
📌 Terakhir: jangan menghakimi sejarah dari balik tembok kebodohan teologis.
Jangan terus hidup dari mitos yang dibentuk oleh dendam.
Indulgensi bukan skandal.
Yang skandal adalah orang-orang yang tahu sejarah separuh, tapi bicara seolah menguasai keseluruhan.
Gereja Katolik memang pernah salah dalam praktik. Tapi Protestan salah dalam logika. Dan itu lebih memalukan.
0 komentar:
Posting Komentar