Cerita dan refleksi seputar rutinitas harian seorang imam katolik. Viva Christo Rey!

Minggu, 15 Juni 2025

πŸ“œ Alkitab dalam Dua Dunia: Mengapa Protestan dan Gereja Awal Berbeda Membacanya?

Oleh: Patris Allegro

Pernahkah Anda bertanya, mengapa ajaran Protestan—yang katanya berdasarkan Alkitab saja—bisa sangat berbeda dari iman Kristen yang dipegang selama 1500 tahun pertama? Mengapa mereka menolak devosi kepada Maria, sakramen pengakuan dosa, atau bahkan Ekaristi sebagai Tubuh Kristus, padahal hal-hal itu jelas hadir dalam tulisan para Bapa Gereja dan konsili-konsili awal?

Jawabannya terletak pada cara membaca. Protestan dan Gereja purba membaca Alkitab dalam konteks yang sangat berbeda. Bukan karena Alkitabnya berbeda (meskipun kanonnya pun diperdebatkan), tapi karena kerangka epistemologinya bertolak belakang.

1. Sola Scriptura: Pisau Bermata Dua

Reformasi Protestan mewariskan satu prinsip sentral: Sola Scriptura, bahwa hanya Alkitab yang menjadi otoritas tertinggi dalam iman dan moral. Kedengarannya bagus dan suci. Tapi tunggu dulu—pertanyaannya: Alkitab menurut siapa? Siapa yang menafsirkan? Siapa yang menentukan mana yang masuk dalam kanon?

Selama 1500 tahun pertama, Alkitab tidak pernah dipisahkan dari Tradisi dan otoritas Gereja. Faktanya, Gereja lebih dulu ada daripada Alkitab Perjanjian Baru. Para Rasul menulis surat bukan untuk menciptakan Gereja, tetapi karena Gereja sudah ada. Ketika Protestan mengadopsi Sola Scriptura, mereka memutus tali sejarah dan otoritas yang mengikat teks suci dengan tubuh mistik Kristus—yaitu Gereja.

2. Hermeneutik: Dari Liturgi Menuju Individualisme

Gereja awal membaca Alkitab dalam konteks liturgi, dibacakan di tengah perayaan Ekaristi, ditafsirkan oleh para gembala yang berakar dalam Tradisi Apostolik. Tidak ada jemaat yang membaca “sendiri-sendiri” dan menarik kesimpulan pribadi di luar Gereja.

Sebaliknya, pendekatan Protestan modern—terutama Evangelikal—berbasis pembacaan privat, rasionalistik, dan sering kali ahistoris. Ayat bisa dipotong, dikutip di luar konteks, dan dijadikan doktrin—tanpa jembatan ke sejarah penafsiran Kristen purba.

Inilah mengapa satu ayat bisa melahirkan ribuan denominasi berbeda. Karena tidak ada kunci penafsir bersama.

3. Tradisi Dibuang, Tapi Diam-Diam Dipakai

Ironisnya, meskipun menolak "tradisi manusia", Protestan tetap membentuk tradisi sendiri: tata ibadah, pengakuan iman (Confessions), bahkan tafsir resmi gereja lokal mereka. Bedanya, mereka tidak mengakuinya sebagai Tradisi suci, hanya sebagai “pendapat berdasarkan Alkitab”.

Gereja Katolik tak malu mengakui: ya, kami punya Tradisi, tapi bukan sembarang tradisi—ini adalah Tradisi Apostolik, warisan iman yang hidup sejak zaman para Rasul.

4. Akibatnya? Fragmentasi dan Kebingungan

Karena tidak ada otoritas penafsir tunggal, Protestan menghadapi krisis fragmentasi. Dari satu prinsip yang kelihatannya sederhana—"cuma Alkitab saja"—lahir lebih dari 30.000 denominasi dengan ajaran saling bertentangan. Semua mengklaim berdasarkan Alkitab. Semua mengklaim dibimbing Roh Kudus.

Jika Roh Kudus satu dan kebenaran tak berubah, mengapa hasil pembacaan Alkitab bisa saling bertolak belakang?

Jawabannya sederhana: karena konteks membaca yang salah akan melahirkan kesimpulan yang keliru.

5. Alkitab: Milik Gereja, Bukan Sekadar Buku Terbuka

Kita harus mengingat: Alkitab lahir dari Gereja, bukan sebaliknya. Para Rasul menulis karena ada komunitas iman. Gereja yang mengumpulkan, menetapkan, dan menjaga kanon Kitab Suci—termasuk menentukan kitab mana yang otentik dan mana yang palsu.

Oleh karena itu, membaca Alkitab di luar Gereja adalah seperti membaca surat cinta tanpa mengenal siapa pengirimnya.


πŸ›‘️ Penutup: Kembalilah ke Rumah Tafsir yang Sah

Jika Anda bingung karena begitu banyak versi “kebenaran Alkitab” di luar sana, mungkin saatnya kembali ke rumah tempat Alkitab dilahirkan, dijaga, dan ditafsirkan selama 2000 tahun: Gereja Katolik.

Di sana, Alkitab bukan hanya dibaca, tapi dihidupi dalam liturgi, sakramen, dan kesatuan dengan para kudus sepanjang zaman.

πŸ“– “Karena tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah.” (2 Petrus 1:21)

Namun siapa yang menjamin bahwa Anda membaca dengan Roh yang sama—bila Anda memutus diri dari tubuh Kristus yang satu, kudus, katolik, dan apostolik?

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Recent Posts

Unordered List

Text Widget

Blog Archive