Cerita dan refleksi seputar rutinitas harian seorang imam katolik. Viva Christo Rey!

Sabtu, 14 Juni 2025

Siapakah Sebenarnya Seorang Heretik? — Katekese Apologetik untuk Umat Katolik

 

1. Mengapa Isu Ini Penting?

Dalam dialog ekumenis, umat Katolik seringkali bertanya: "Apakah kita masih boleh menyebut Protestan sebagai heretik?" Apalagi, Konsili Vatikan II dalam Unitatis Redintegratio mengakui mereka sebagai "saudara-saudari yang terpisah" yang tetap disebut Kristen bila telah menerima baptisan yang sah.

Namun, ajaran tradisional Gereja sejak dahulu menyebut penolak ajaran iman sebagai heretik atau skismatik. Apakah ini kontradiktif?

2. Apa Itu Heresi (Ajaran Sesat)?

Katekismus Gereja Katolik (KGK) no. 2089 mendefinisikan heresi sebagai:

“Penolakan keras kepala (obstinate) sesudah pembaptisan terhadap suatu kebenaran yang harus diimani dengan iman ilahi dan Katolik, atau keraguan keras kepala terhadapnya.”

Jadi, yang disebut heretik bukan hanya seseorang yang berbeda pendapat, tapi seseorang yang:

  • Telah dibaptis,

  • Menolak secara sadar dan sengaja (dengan pengetahuan penuh dan kehendak bebas),

  • Suatu ajaran yang harus diimani karena berasal dari wahyu ilahi (misalnya Tritunggal, Inkarnasi, Kehadiran Nyata dalam Ekaristi, dst).

3. Apakah Semua Protestan Adalah Heretik?

Tidak secara otomatis.

Dulu, di zaman Reformasi, tokoh-tokoh seperti Martin Luther dan Calvin menolak ajaran Gereja secara terbuka dan sadar, dalam konteks di mana mereka tahu bahwa ajaran tersebut berasal dari Tradisi apostolik. Maka, mereka bisa dikategorikan sebagai heretik formal.

Namun umat Protestan masa kini—yang lahir dalam komunitas tersebut, tanpa mengenal atau memahami ajaran Katolik secara utuh—tidak serta-merta disebut heretik formal. Mereka lebih tepat disebut material heretics (secara materiil menganut pandangan yang salah), tapi belum tentu berdosa secara pribadi karena bisa jadi:

  • Mereka tidak pernah diajarkan iman Katolik secara memadai.

  • Mereka tidak tahu bahwa ajaran Katolik itu berasal dari Yesus dan para rasul.

4. Bagaimana Kita Menyikapi Mereka?

Gereja Katolik mengajarkan bahwa:

  • Mereka adalah saudara-saudari yang terpisah (fratres seiuncti).

  • Baptisan yang sah menjadikan mereka benar-benar anggota Tubuh Kristus, meskipun belum sepenuhnya bersatu dalam iman dan sakramen.

  • Maka kita menyebut mereka Kristen, bukan karena kita mengaburkan perbedaan, tetapi karena kita mengakui realitas rahmat yang sudah bekerja dalam diri mereka.

Namun, menyebut mereka sebagai Kristen bukan berarti kita jatuh ke dalam sikap indifferentism (acuh tak acuh terhadap kebenaran). Justru karena kasih, kita terpanggil untuk:

  • Mengenali apa yang kurang dalam iman mereka,

  • Mengundang mereka untuk mengenal kepenuhan kebenaran dalam Gereja Katolik,

  • Memberikan kesaksian hidup dan ajakan yang penuh hormat namun jelas menuju persatuan penuh.

5. Apakah Ini Menghambat Pewartaan Injil?

Tidak! Justru sikap seperti inilah yang menjadi motif sejati evangelisasi: bukan sekadar memenangkan argumen, tetapi mengasihi sesama dengan membagikan kepenuhan kebenaran dan rahmat yang telah kita terima dalam Gereja.

Mengakui mereka sebagai saudara tidak membatalkan perbedaan, tetapi menegaskan bahwa mereka masih berada di luar kepenuhan Gereja — dan karena itu, kita terpanggil untuk bersaksi dan mengajak mereka kembali ke Rumah Ibu, yaitu Gereja Katolik.


Penutup: Evangelisasi Bukan Indifferentisme

Menyebut Protestan sebagai "Kristen" tidak berarti menyamakan semua agama atau menutup mata terhadap kesesatan. Sebaliknya, itu adalah bentuk pengakuan akan rahmat baptisan yang tetap bekerja—dan sekaligus panggilan untuk mengundang mereka kepada kepenuhan iman, sakramen, dan persatuan dalam Gereja Katolik.

Mari kita tetap teguh dalam iman, rendah hati dalam dialog, dan penuh kasih dalam pewartaan.

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Recent Posts

Unordered List

Text Widget

Blog Archive