LGZdNWF7LWRaNat9MGJ9NaVcN6MkyCYhADAsx6J=

MASIGNCLEANLITE104

Antara Reruntuhan Kekaisaran dan Keabadian Gereja: Roma, Petrus, dan Pilihan Kita


Ketika melangkah di jantung Kota Roma, sulit untuk tidak merasakan getar sejarah yang pekat. Reruntuhan Colosseum yang megah, lengangnya Forum Romawi, dan bekas kejayaan Circus Maximus menjadi saksi bisu dari sebuah kekaisaran yang dahulu menguasai dunia, kini tinggal kenangan. Namun, di tengah sisa-sisa itu, berdiri sebuah realitas yang tetap hidup: Gereja Katolik.

Bishop Robert Barron, dalam renungan tentang Santo Petrus dan Paulus, mengajak kita menengok kisah besar yang bersembunyi di balik puing-puing sejarah. Ia menceritakan bagaimana seorang nelayan sederhana dari Galilea, Simon Bar-Jona — atau yang dikenal sebagai Petrus — datang ke kota terbesar di dunia pada zamannya, Roma, bukan sebagai jenderal, bukan sebagai filsuf, melainkan sebagai rasul seorang Mesias yang disalib.

Petrus membawa pesan yang, bagi orang Romawi, tampak gila: bahwa Yesus dari Nazaret — orang yang dihukum mati secara brutal oleh Pontius Pilatus — telah bangkit, dan kini adalah Kyrios, Tuhan semesta alam. Lebih dari itu: Dialah Raja sejati, bukan Kaisar.

Tak lama berselang, Petrus dihukum mati oleh Nero, mungkin setelah dijadikan kambing hitam dalam kebakaran besar Roma tahun 64 M. Ia disalibkan terbalik di sebuah arena hiburan kecil di dekat Bukit Vatikan. Tubuhnya yang tak dikenal dan tampaknya tanpa pengaruh apa pun kala itu, dikuburkan di lereng bukit. Siapa yang peduli?

Namun lihatlah hari ini.
Dari Salib Terbalik ke Takhta Petrus

Tempat eksekusi Petrus itu kini menjadi pusat spiritual dunia Katolik: Basilika Santo Petrus. Tepat di bawah altar utamanya, relikui Petrus disemayamkan — bukan sebagai peninggalan seorang pecundang, tetapi sebagai fondasi iman umat beriman sepanjang dua milenium.

Penerusnya? Bukan ilusi, bukan mitos. Ia berjalan keluar ke balkon loggia pada malam pemilihan paus, mengenakan pakaian putih yang sederhana, disambut oleh lautan manusia yang memadati lapangan — Leo XIV, Paus ke-266 dalam garis suksesi tak terputus sejak Petrus. Sebuah fakta yang tak bisa disangkal oleh sejarah.

Sementara itu, siapa penerus Nero? Tak ada. Kekaisaran yang dulu menggetarkan dunia kini hanya tinggal reruntuhan, difoto turis dan dijadikan latar selfie.
Kota Allah dan Kota Manusia

Santo Agustinus dalam karyanya yang monumental De Civitate Dei (Kota Allah) menggambarkan bahwa dalam sejarah manusia selalu ada dua kota: Civitas Dei (Kota Allah) dan Civitas Terrena (Kota Duniawi). Kota dunia dibangun di atas cinta diri hingga mengabaikan Allah; kota Allah dibangun di atas cinta kepada Allah hingga rela mengorbankan diri. Dan pilihan antara keduanya adalah pilihan eksistensial: siapa rajamu?

Barron mengangkat pertanyaan yang menusuk: "Which city? Which king?" — Kota mana yang menjadi tempat tinggal batin kita? Raja mana yang kita akui dengan hidup kita?
Apologetika Iman: Fakta atau Imajinasi?

Seringkali, orang berpikir bahwa Gereja hanyalah lembaga manusiawi yang penuh dosa, konflik, dan kejatuhan. Namun kenyataannya, fakta sejarah tetap berdiri tegak: bahwa di tengah semua kelemahan manusia, janji Yesus tetap berlaku. “Engkau adalah Petrus, dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan Gereja-Ku, dan alam maut tidak akan menguasainya” (Mat 16:18).

Apakah ini dongeng? Ataukah justru realitas spiritual yang membentuk sejarah dunia? Gereja tetap ada, tak terputus sejak abad pertama, melintasi kerajaan, revolusi, perang, dan zaman sekular.

Sebaliknya, utopia-utopia manusia runtuh satu demi satu: Roma, Napoleon, komunisme Soviet, bahkan ideologi konsumerisme hari ini mulai lapuk dari dalam.
Menyimpulkan: Kota Mana yang Anda Tempati?

Hari ini, kita tak bisa hanya menjadi penonton sejarah. Kita adalah bagian dari cerita ini. Entah kita memilih jalan Petrus — jalan iman, kesetiaan, dan pengakuan akan Kristus sebagai Raja — atau kita menenggelamkan diri dalam reruntuhan kota manusia yang megah di luar, namun kosong di dalam.

Roma memberikan kita pelajaran: semua kejayaan duniawi akan sirna, tapi batu karang yang didirikan Kristus akan tetap kokoh. Pilihannya kini ada di tangan kita.

Apakah kita tinggal di kota Allah? Ataukah hanya mendiami reruntuhan dunia lama yang tampaknya megah namun fana?

✝️ “Tuhan, kuatkanlah kami agar tetap setia di kota-Mu, meskipun dunia menawarkan istana yang lebih megah.”
Share This Article :
9000568233845443113