Formula Baptisan: Antara Nama Yesus dan Tritunggal – Klarifikasi Katolik
π° Pendahuluan: Kontroversi Formula Baptisan
Belakangan ini, sejumlah gereja Pentakosta klasik seperti GPdI, GBI, GMS, dan lainnya menuai sorotan karena penggunaan formula baptisan “dalam nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus yaitu Tuhan Yesus Kristus.” Formula ini dianggap oleh sebagian pihak sebagai menyiratkan ajaran Wanes/Sabelianisme/Jesus Only—yakni paham nontrinitarian yang telah dikutuk dalam sejarah Gereja.
Namun benarkah tuduhan itu? Bagaimana pandangan Katolik menilai formula ini? Mari kita telusuri secara teologis, historis, dan sakramental.
π¦ 1. Apresiasi: Iman kepada Tritunggal yang Diakui
Sebagai awal yang jujur, Gereja Katolik menghargai dan mengakui bahwa banyak gereja Pentakosta (termasuk GPdI) dengan jelas menolak Wanes dan tetap mengimani Tritunggal Mahakudus:
“Bapa adalah Bapa, Putra adalah Putra, dan Roh Kudus adalah Roh Kudus.”
– WH Offler, teolog GPdI
Ini penting. Karena tanpa pengakuan Tritunggal yang benar, baptisan—sekalipun dengan formula indah—tidak sah (lih. CCC §1256; Denzinger 1317).
π₯ 2. Kesalahan Asumsi: Tidak Ada Formula Asli?
Argumen utama pembelaan GPdI menyatakan bahwa:
“Gereja mula-mula tidak fokus pada formula, hanya pada kredo. Maka tidak ada formula baptisan asli.”
π Kesalahan:
Pernyataan ini mengabaikan fakta liturgis historis, antara lain:
-
Didakhe (ca. 90 M) menyebut eksplisit: “baptislah dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus.”
-
Konsili ekumenis seperti Nicea (325) dan Konstantinopel (381) menyusun kredo berdasarkan formula baptisan Tritunggal yang telah digunakan.
-
Sakramen dalam tradisi Katolik memerlukan bentuk dan materi yang jelas, bukan hanya maksud baik (intentio).
π Maka, dalam Gereja Katolik, formula “dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus” adalah bentuk yang tidak boleh diubah, karena ditetapkan langsung oleh Kristus (Mat 28:19) dan diterima universal.
π΄ 3. Kesalahan Logika: Tafsir Frasa “Dalam Nama”
Dikatakan bahwa karena dalam Kisah Para Rasul orang dibaptis “dalam nama Yesus”, maka formula “Yesus Kristus” sah.
π Kesalahan logis: equivocation
Istilah “dalam nama” dalam Kisah Para Rasul tidak selalu berarti rumusan liturgis, tapi dapat berarti:
-
otoritas (baptis dengan kuasa Yesus),
-
identitas komunitas (dibaptis menjadi murid Kristus),
-
bukan formula literal yang harus diucapkan.
π Bahkan St. Thomas Aquinas mengakui bahwa pembaptisan “dalam nama Yesus” bisa sah hanya jika menyiratkan Tritunggal—bukan karena formula itu sendiri (lih. Summa Theologiae III, q.66, a.6).
π 4. Ambiguitas Kata “Yaitu”: Jalan ke Modalisme?
Formula “Bapa, Putra, dan Roh Kudus yaitu Tuhan Yesus Kristus” tampaknya indah, tetapi…
π Bahaya teologis:
-
Kata “yaitu” dalam logika bahasa menyiratkan identitas ekuatif (A = B).
-
Maka muncul tafsir: Yesus = Bapa = Roh Kudus, yang merupakan modalisme (dikutuk oleh Konsili Kalsedon 451 M).
-
Walau GPdI menolak paham itu secara lisan, formulanya tetap membuka celah kesalahpahaman.
✍️ Dalam liturgi, ambiguitas tidak boleh dibiarkan, apalagi dalam sakramen yang menyangkut keselamatan jiwa.
π€ 5. Formula Sakramen Bukan Mantra, Tapi Tak Boleh Sembarangan
Pembicara menyatakan:
“Formula bukan mantra sakral, yang penting kredonya.”
π Tanggapan Katolik:
-
Benar, formula bukan jampi-jampi. Namun dalam sakramen, form (kata-kata), mater (air), dan intensi (niat) semuanya harus sesuai dengan maksud Kristus dan Gereja.
-
Tidak semua bentuk baptisan sah secara otomatis.
-
Contoh: baptisan “dalam nama Sang Pencipta, Penebus, dan Penyemangat” (yang tidak menyebut nama Bapa, Putra, Roh Kudus) telah dinyatakan tidak sah oleh Kongregasi Ajaran Iman (2008).
π§Ύ Maka, validitas bukan hanya soal niat dan kredo, tapi juga bentuk formal liturgis.
π’ 6. Sikap Gereja Katolik: Validitas dan Kondisi
Gereja Katolik menyatakan bahwa:
✝️ “Baptisan dari komunitas non-Katolik dapat sah, jika dan hanya jika dilakukan dengan air dan dengan menyebut ‘dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus’.”
(Catechism of the Catholic Church §1256)
π© Maka, baptisan dengan formula “yaitu Tuhan Yesus Kristus” perlu diperiksa lebih lanjut:
-
Apakah pelayannya bermaksud membaptis seperti yang dimaksud Gereja?
-
Apakah pemahamannya benar tentang Tritunggal?
π Jika ada keraguan serius, maka baptisan diulang secara kondisional (sub conditione) seperti dalam praktik Gereja Katolik.
⚖️ Kesimpulan: Damai, tapi Jangan Asal Sama
Kita patut menghargai usaha GPdI dan gereja Pentakosta lainnya untuk menegaskan iman Tritunggal dan menolak bidat Wanes. Namun, dari sudut pandang sakramental Katolik:
✅ Pengakuan iman mereka (kredo) bisa benar.
❌ Tapi formula baptisan yang ambigu atau baru tetap tidak bisa diterima begitu saja.
π Kesatuan dalam iman harus diwujudkan dalam kesatuan dalam liturgi. Baptisan bukan hanya tanda iman pribadi, tetapi pintu gerbang ke dalam Gereja universal, yang hidup dalam kesatuan dengan Kristus dalam bentuk yang diwariskan dari para rasul.
✝️ Penutup
“Barangsiapa percaya dan dibaptis, akan diselamatkan…”
– Markus 16:16
Namun iman yang benar harus dilengkapi dengan tindakan sakramental yang benar. Bukan hanya maksud hati, tetapi kesetiaan pada bentuk yang diwariskan Kristus kepada Gereja-Nya.
Jika ada kerendahan hati untuk memeriksa kembali akar sejarah dan makna sakramen, kita akan menemukan bahwa kesatuan sejati tidak mungkin dicapai dengan jalan kompromi ambigu, tetapi dengan kesetiaan pada kebenaran yang menyelamatkan.
Soli Deo Gloria.
0 komentar:
Posting Komentar