Cerita dan refleksi seputar rutinitas harian seorang imam katolik. Viva Christo Rey!

Kamis, 12 Juni 2025

πŸŸ₯ Tritunggal: Misteri Ilahi atau Konspirasi Konsili? Menjawab Kekacauan Logika Antitrinitarian

 


“Jika Allah bisa kau hitung, itu bukan Allah. Jika Tritunggal bisa kau petakan di whiteboard seperti struktur organisasi perusahaan, maka engkau sedang menyembah hasil brainstormingmu sendiri.” — Tanggapan Katolik terhadap bidah Oneness


πŸ”» 1. Tritunggal itu Konsep Konsili? Justru Alkitabiah!

Pembicara menyatakan bahwa doktrin Tritunggal baru lahir di Konsili Nicea tahun 325 dan tidak ada dalam Alkitab. Klaim ini klasik namun lelah dan salah. Konsili tidak menciptakan Tritunggal; ia hanya menegaskan secara definitif ajaran yang telah diajarkan sejak para rasul.

Buktinya?

  • Yohanes 1:1: “Pada mulanya adalah Firman, Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.”

  • Matius 28:19: “...baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus.”

Kalau Tritunggal itu “tidak tertulis,” mengapa Yesus sendiri memformulasikan nama ilahi secara tripersonal?


πŸ”» 2. Kontradiksi? Atau Justru Ketidaktahuan Filsafat?

Pembicara menuduh gambar tradisional Trinitas sebagai absurd karena “Bapa bukan Anak, Anak bukan Roh Kudus,” padahal semuanya Allah. Namun yang sebenarnya terjadi adalah dia tidak memahami perbedaan antara “pribadi” dan “hakikat”.

  • Hakikat (ousia) adalah apa-nya Allah.

  • Pribadi (hypostasis) adalah siapa-nya Allah.

Jadi Allah adalah satu hakikat, namun tiga pribadi yang memiliki hakikat itu secara penuh dan tidak terbagi.

Klaim pembicara bahwa “Yesus adalah Bapa karena Yoh 10:30” adalah kesalahan hermeneutik fatal. Yoh 10:30 tidak berkata bahwa Yesus dan Bapa adalah pribadi yang sama, melainkan satu dalam esensi dan kehendak. Bahkan dalam konteks Yoh 10, pernyataan ini justru memicu tuduhan penghujatan dari orang Yahudi karena Yesus menyamakan diri-Nya dengan Allah — bukan karena menyamar sebagai Bapa!


πŸ”» 3. Allah Tak Bisa Dihitung? Lalu Mengapa Anda Menghitung-Nya sebagai Satu?

Pembicara menyatakan bahwa Allah “tidak bisa dihitung,” tetapi kemudian mengatakan bahwa Allah bukan tiga karena “tidak mungkin ada tiga Allah.” Ini inkonsisten secara internal.

  • Kalau Allah tidak bisa dihitung, maka bilang “satu pribadi” pun absurd.

  • Tapi kalau Anda bilang "satu Allah" = "satu pribadi," maka Anda telah menghitung dan mendefinisikan Dia secara numerik — yang tadi Anda tolak sendiri.

Ini bukan argumen, ini akrobat logika yang gagal.


πŸ”» 4. Vulgata dan Tuduhan Penyembunyian Alkitab? Fiksi Historis.

Ia menuduh Gereja “menyembunyikan Alkitab” dan hanya imam yang boleh membaca. Sayangnya, fakta sejarah tidak mendukung paranoia ini:

  • Vulgata adalah upaya memperjelas teks Alkitab dari bahasa Yunani dan Ibrani ke Latin, bukan menyembunyikannya.

  • Pembatasan akses bukan soal penindasan, melainkan karena literasi awam pada abad pertengahan sangat rendah.

  • Gereja justru adalah satu-satunya institusi yang melestarikan, menyalin, dan menyebarkan Alkitab sebelum mesin cetak.


πŸ”» 5. Klaim “Cukup Mengakui Yesus sebagai Tuhan” Itu Reduksionis

Pembicara mengklaim bahwa cukup mengakui Yesus sebagai Tuhan maka seseorang adalah bagian dari tubuh Kristus. Ini terdengar simpatik, tapi mengabaikan seluruh isi surat-surat Paulus dan tradisi apostolik:

  • 2 Tesalonika 2:15: “Berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan maupun tertulis.”

  • 1 Yoh 4:1-3: Ujilah setiap roh, apakah mereka berasal dari Allah. — Karena pengakuan terhadap Yesus saja tidak cukup; perlu pengakuan yang benar tentang siapa Dia.

Jika Yesus yang Anda akui bukan Allah sejati, satu dalam hakikat dengan Bapa dan Roh Kudus, maka itu bukan Yesus yang diajarkan para rasul.


🧠 Kesimpulan: Tritunggal atau Tragedi Teologi?

Pembicara kedua ingin menolak Tritunggal dengan semangat membela "kemurnian Alkitab", tapi jatuh dalam:

  • Kesalahan kategoris: menyamakan pribadi dengan hakikat.

  • Hermeneutika yang naΓ―f: memahami ayat secara harfiah tanpa konteks teologis.

  • Historisisme selektif: hanya mengambil sejarah gereja yang cocok dengan narasi konspiratifnya.

  • Kontradiksi logis internal: menolak konsep Allah yang tak bisa dihitung, tapi tetap menyebut Dia “satu pribadi.”

Maka jawabannya jelas: menolak Tritunggal bukanlah bukti iman murni, melainkan bukti kehilangan kategori berpikir teologis yang benar.


πŸ“Œ Catatan Tambahan:

Jika Anda ingin memperdalam ajaran Tritunggal dengan bahasa filsafat dan iman Katolik:

  • St. Agustinus, De Trinitate

  • St. Thomas Aquinas, Summa Theologiae I q27–q43

  • Katekismus Gereja Katolik §234–267


0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Recent Posts

Unordered List

Text Widget

Blog Archive