LGZdNWF7LWRaNat9MGJ9NaVcN6MkyCYhADAsx6J=

MASIGNCLEANLITE104

Maria dalam Teologi Protestan: Penghormatan yang Terdengar Seperti Penghapusan

 


Salah satu klaim yang sering terdengar dari kalangan Protestan modern adalah:


> “Kami tidak memfitnah Maria. Kami menghormati Maria sebagai ibu Tuhan Yesus, tetapi kami tidak menjadikannya perantara.”


Pada pandangan pertama, pernyataan ini terdengar bijak dan moderat. Namun jika dicermati secara teologis dan liturgis, pernyataan ini justru membuka tabir sebuah bentuk penghormatan yang nyaris tak berwujud—penghormatan yang steril, tidak hidup, dan secara praktis mendekati penghapusan.


1. Menghormati Tanpa Kehadiran: Sebuah Kontradiksi


Bagaimana seharusnya seseorang "menghormati" figur sedemikian agung dalam sejarah keselamatan, jika nama Maria bahkan tak disebut dalam doa, tak disinggung dalam ibadah, dan nyaris tak punya tempat dalam liturgi atau pengajaran gereja mereka?

Apakah "penghormatan" itu hanya sekadar pengakuan lisan bahwa “dia pernah melahirkan Yesus”, lalu selanjutnya ia dihapus dari narasi iman?


Jika itu yang dimaksud sebagai "penghormatan," maka penghormatan terhadap Maria dalam tradisi Protestan lebih menyerupai catatan kaki daripada devosi. Maria dikenang bukan sebagai ikon kepercayaan, tetapi sebagai catatan sejarah, layaknya tokoh figuran dalam film yang hanya muncul di menit pertama lalu menghilang.


2. Ketakutan terhadap Mediasi: Maria sebagai Ancaman Teologi Tunggal


Klaim Protestan bahwa mereka tidak menjadikan Maria sebagai perantara tampaknya lebih didorong oleh fobia terhadap segala bentuk mediasi rohani selain Kristus. Ironisnya, Protestan tidak memiliki kesulitan teologis untuk meminta pendetanya mendoakan jemaat, namun mendadak menjadi alergi jika hal yang sama dilakukan kepada Bunda Allah.


Apakah Maria—yang dipenuhi Roh Kudus, dan disebut "diberkati di antara semua perempuan" (Luk 1:28)—tidak lebih layak dimintai doa dibanding rekan sejemaat yang baru bertobat seminggu lalu?


Kalau para Reformator sungguhan—seperti Martin Luther—masih memiliki devosi kepada Maria (bahkan menyebutnya “Bunda Allah” dan membela ajaran Perawan Abadi), maka apa yang sebenarnya terjadi dalam tradisi Protestan kontemporer bukanlah "reformasi," tetapi lebih mendekati amnesia spiritual yang disengaja.


3. Penghapusan yang Dikemas sebagai Kesalehan


Protestan berkata: “Kami tidak menolak Maria.” Tapi kalau seluruh perayaan, pengajaran, dan kehidupan rohani mereka tidak pernah mengingatnya, tidak pernah menyapanya, tidak pernah menyanyikannya, dan tidak pernah merenungkan teladannya—bukankah itu secara praktis adalah penolakan yang dibungkus dengan retorika santun?


Seperti seseorang yang berkata, “Saya tidak membenci ibuku,” sambil memutus kontak dengannya, tidak pernah menyapanya, apalagi mengajaknya dalam urusan hidup.


Apakah itu yang disebut "penghormatan"?


Penutup: Maria Bukan Sekadar Wadah


Pandangan Protestan modern sering kali secara halus menyamakan Maria dengan semacam "tabung inkubator", tempat Yesus bersemayam sementara. Setelah melahirkan Sang Penebus, perannya dianggap selesai. Ia dicatat, bukan dijadikan teladan; ia dikenang, bukan didoakan; ia disebut, bukan disapa.


Padahal, dalam Kitab Suci, Maria adalah pribadi yang menyimpan segala perkara dalam hatinya (Luk 2:19), hadir di bawah salib (Yoh 19:25), dan ikut serta bersama para rasul dalam doa di ruang atas (Kis 1:14). Gereja Katolik hanya menindaklanjuti jejak ini, bukan menciptakan kultus baru.


Maka pertanyaannya sederhana:

Jika Anda sungguh menghormati Maria, mengapa iman Anda terasa begitu hampa akan kehadirannya?

Share This Article :
9000568233845443113