(Ketika Doktrin Diskon Menjual Surga Murah)
Pendahuluan: Promo Surga ala Abad 16
Slogan ini terdengar indah: “Hanya iman yang menyelamatkan.” Hemat energi rohani, praktis, bahkan revolusioner di abad 16 ketika Luther menggulirkan protesnya. Tapi mari jujur: Apakah Yesus benar mengajarkan konsep “iman saja” sebagai tiket surga? Atau ini hanya produk sampingan dari krisis moral Gereja kala itu—dijual dengan label Reformasi?
Jika benar cukup percaya tanpa perlu taat, maka keselamatan hanyalah transaksi mental. Tidak ada salib untuk dipikul, tidak ada kasih untuk diwujudkan. Cukup katakan “Yesus Tuhanku”, lalu kembali ke gaya hidup lama—selamat datang di teologi all you can sin.
Pertanyaannya: Apakah ini ajaran Kristus? Atau distorsi akibat obsesi melawan indulgensi? Mari kita bedah.
1. Kilas Balik: Dari Luther sampai Gereja Kopi
Abad 16. Gereja memang bobrok dalam praktek tertentu: jual beli indulgensi, korupsi rohani. Luther, seorang biarawan frustrasi, menemukan ide “iman saja” dari Roma 3:28—lalu menambahkan kata alone yang tidak ada dalam teks asli. Hasilnya? Doktrin Sola Fide lahir.
Ironisnya, hari ini ide itu menjadi slogan di banyak gereja modern:
“Just believe in Jesus!”
Seolah Yesus mati di kayu salib agar kita bisa duduk manis sambil minum kopi latte di ibadah Minggu. Tidak perlu kerja, tidak perlu pertobatan serius. Cukup percaya. Titik.
2. Alkitab Bicara: Abraham, Musa, Para Nabi
Protestan suka bilang: “Kejadian 15:6—Abraham percaya kepada Tuhan, maka Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.” Benar. Tapi apakah cerita selesai di situ?
No way. Abraham langsung masuk ke mode taat total: disunat, meninggalkan negeri asal, bahkan siap mengorbankan Ishak. Kalau iman cukup tanpa tindakan, kenapa Tuhan uji Abraham sampai titik darah penghabisan?
Lalu lihat hukum Musa: iman dan ketaatan berjalan beriringan. Nabi-nabi berulang kali menegur Israel bukan karena mereka “kurang percaya”, tetapi karena mereka hidup tidak adil, menindas orang miskin, melawan hukum kasih. Jadi sejak awal, iman sejati selalu termanifestasi dalam perbuatan.
3. Paulus vs Yakobus: Siapa Bohong?
Trik favorit Sola Fide adalah mengutip Roma 3:28:
“Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat.”
Lalu mereka menutup Alkitab seolah ayat itu satu-satunya firman Tuhan. Padahal konteksnya jelas: Paulus menentang works of the Law (ritual Yahudi, sunat, dsb.), bukan works of love.
Sekarang buka Yakobus 2:17-26:
“Iman tanpa perbuatan adalah mati.”
“Orang dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman.”
Pertanyaannya: Apakah Yakobus sedang menulis surat cinta untuk Gereja Katolik? Atau dia gagal ikut seminar teologi Luther? Faktanya, Yakobus menampar keras doktrin Sola Fide. Iman tanpa buah hanyalah ilusi religius.
4. Gereja Perdana Bicara: Tidak Ada yang Teriak “Iman Saja”
Kalau Sola Fide itu ajaran asli Yesus, mestinya para murid dan Bapa Gereja mengajarkannya. Tapi coba cari di tulisan Ignatius, Ireneus, Agustinus—apakah ada yang berkata “iman saja cukup”? Nihil. Yang ada:
-
St. Agustinus: “Iman yang tidak berbuah dalam kasih tidak ada gunanya.” (De Fide et Operibus, 14)
-
St. Ignatius dari Antiokhia: “Iman tanpa kasih adalah mayat.”
-
Konsili Trente (1547): Menjawab bidat Reformasi, menegaskan: “Iman adalah awal keselamatan, tetapi harus dihidupi dalam kasih.”
Jadi siapa yang benar-benar setia pada tradisi apostolik? Katolik, atau inovator abad 16?
5. Implikasi: Keselamatan Itu Relasi, Bukan Ide
Yesus tidak berkata: “Barangsiapa percaya di kepalanya, dialah yang masuk surga.” Tapi:
“Setiap orang yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga, dialah yang akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.” (Mat 7:21)
Kalau iman hanyalah deklarasi intelektual, Iblis pun lulus uji karena ia percaya Tuhan itu ada (Yak 2:19). Bedanya, Iblis tidak taat. Keselamatan bukan tiket gratis, tapi relasi yang menuntut cinta konkret. Dan cinta selalu mengekspresikan diri dalam tindakan.
Kesimpulan: Iman Hidup, Bukan Iman Mayat
Katolik tidak mengajarkan “selamat karena kerja”, tapi selamat karena anugerah Allah yang menuntut respons. Iman sejati menyala dalam kasih, diwujudkan dalam ketaatan.
Kalau seseorang berkata: “Saya percaya” tapi tetap hidup seenaknya, itu bukan iman—itu ilusi religius.
Tagline Patris Allegro:
Kalau surga bisa dibeli dengan iman tanpa kerja, mengapa Yesus repot-repot berkata: “Pikul salibmu dan ikut Aku” (Mat 16:24)? Dia bisa saja berkata: “Santai bro, cukup percaya di hatimu!” Tapi rupanya Yesus tidak pernah ikut diskusi Sola Fide.
Tambahan Bumbu: Serangan Logis
-
Kalau “iman saja” benar, kenapa Yesus memuji perbuatan kasih (Mat 25:35-36)?
-
Kalau kerja tidak penting, kenapa Paulus berkata: “Kerjakanlah keselamatanmu dengan takut dan gentar” (Flp 2:12)?
-
Kalau cuma iman, apa gunanya amanat agung untuk mengajar segala bangsa “melakukan” apa yang Yesus perintahkan (Mat 28:20)?
Call to Action
Teman-teman Katolik: jangan termakan slogan instan. Keselamatan bukan promo buy one get heaven free. Tumbuhkan iman, wujudkan dalam kasih. Dunia tidak butuh pengakuan iman yang manis di bibir, tetapi tindakan kasih yang nyata.