LGZdNWF7LWRaNat9MGJ9NaVcN6MkyCYhADAsx6J=

MASIGNCLEANLITE104

Sola Scriptura & Sola Fide: Barang Rongsokan yang Sudah Terkutuk

 



Sampah Teologi yang Didaur Ulang

Mari langsung ke intinya: sola scriptura dan sola fide adalah sampah teologi. Sampah yang sudah resmi dibuang Gereja Katolik lewat Konsili Trente (1545–1563). Tetapi seperti pemulung ide, Reformasi memungutnya kembali, mengelap sedikit, lalu memasarkan dengan label “Kembali ke Injil Murni.”
Realitanya? Bukan kembali ke akar iman, tapi inovasi abad ke-16 yang memutus diri dari sejarah Gereja, sambil mendompleng merek dagang “Kristen” untuk legitimasi palsu.

Sola Scriptura: Kebebasan Tafsir yang Membusuk

Tanpa otoritas Gereja, sola scriptura adalah tiket masuk ke anarki tafsir: ribuan denominasi, ribuan tafsir, semua mengklaim “hanya Alkitab” tapi tak pernah sepakat isinya.
Konsili Trente menutup pintu ini rapat-rapat:

“Jika ada yang mengatakan bahwa Kitab Suci harus diakui sebagai satu-satunya sumber wahyu… dan menolak Tradisi Suciterkutuklah dia.”
(Sesi IV, Decretum de Canonicis Scripturis, 8 April 1546)

Tapi Protestan lebih memilih berperan seperti remaja yang kabur dari rumah, membangun “gereja keluarga” versi sendiri, dan yakin merekalah ahli waris sah para Rasul.

Sola Fide: Tiket Gratis Mengabaikan Moral

Saat tafsir bebas mulai menabrak satu sama lain, sola fide hadir sebagai payung pelindung: “Asal iman, perbuatan tak penting untuk keselamatan.”
Hasilnya? Perbedaan pandangan soal moralitas (kontrasepsi, perceraian, poligami) cukup disapu di bawah karpet.
Konsili Trente menampar ilusi ini:

“Jika ada yang mengatakan bahwa manusia dibenarkan oleh iman saja… dan bahwa tidak diperlukan kerja sama kehendak dengan rahmat… terkutuklah dia.”
(Sesi VI, Kanon 9, 13 Januari 1547)

Yakobus menegaskan sejak awal: “Manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman” (Yak 2:24). Tapi bagi penganut sola fide, ayat ini seperti notifikasi spam—langsung diabaikan.

Dua Papan Busuk yang Saling Topang

  • Sola scriptura* butuh sola fide supaya anarki tafsir tidak terlihat memalukan.

  • Sola fide* butuh sola scriptura supaya lepas dari tuntutan otoritas Gereja.
    Robohkan satu, keduanya ambruk. Konsili Trente sudah menjatuhkan palu dan merobohkan keduanya sekaligus.

Protestanisme: Pabrik Inovasi dengan Label Kristen

Protestanisme bukan kelanjutan organik Gereja para Rasul. Ia adalah produk desain ulang Luther, Calvin, dan Zwingli—memutuskan diri dari Gereja sambil tetap memakai logo “Kristen” agar gampang laku.
Sejak itu, tiap generasi memproduksi versi baru: Injili, Karismatik, Saksi Yehuwa, Mormon—semuanya mengaku “hanya Alkitab”, tapi membawa resep tafsir masing-masing.

Kesimpulan – Tong Sampah yang Harus Tetap Tertutup

Konsili Trente sudah memutuskan: sola scriptura dan sola fide adalah ajaran yang terkutuk. Menghidupkan kembali keduanya sama saja mengorek tong sampah sejarah untuk menghirup bau busuk yang sama.
Bagi siapa pun yang mengaku Kristen dan tahu sejarah, menolak dua pilar ini bukan hanya kesetiaan pada Gereja—ini kewajiban akal sehat.

“Jika ada yang mengatakan bahwa tanpa iman, manusia dapat dibenarkan… atau bahwa iman saja sudah cukup tanpa kasih… terkutuklah dia.”
(Sesi VI, Kanon 11, Konsili Trente)

Lima abad sudah lewat. Tong sampah itu seharusnya tetap tertutup. Tapi bagi sebagian orang, bau nostalgia Reformasi rupanya lebih menggoda daripada aroma kebenaran yang murni.

Share This Article :
9000568233845443113