LGZdNWF7LWRaNat9MGJ9NaVcN6MkyCYhADAsx6J=

MASIGNCLEANLITE104

Keperawanan Abadi Maria: Menelanjangi Kekeliruan Protestan

 


 

Pendahuluan

Protestan sering mengaku berpijak pada “plain reading of Scripture”—pembacaan lurus Kitab Suci—namun justru tersandung oleh bahasa dan sejarah. Mereka mendaku mengikuti Alkitab, padahal yang diikuti hanyalah tafsir modern yang miskin akar. Pertanyaan sederhana: jika “plain reading” itu benar, mengapa 1.500 tahun umat Kristen, termasuk para reformator sendiri, justru meneguhkan keperawanan abadi Maria?

Keberatan Protestan biasanya jatuh pada tiga hal: kata “hingga” dalam Matius 1:25, sebutan “saudara” Yesus, dan alasan “tak masuk akal” bahwa pasangan menikah tidak bersetubuh. Ketiganya terbukti rapuh ketika diuji dengan akal sehat, tradisi, dan bahkan kata-kata Luther dan Calvin sendiri.

 

I. “Hingga” yang Disalahpahami

Protestan suka mengutip Matius 1:25: “Tetapi Yusuf tidak bersetubuh dengan dia sampai (ἕως οὗ) ia melahirkan anaknya laki-laki yang sulung, lalu Yusuf menamai dia Yesus.”
Mereka menganggap kata “hingga” (ἕως/heōs) berarti setelahnya Yusuf “pasti” bersetubuh dengan Maria. Tetapi penggunaan Alkitab menunjukkan sebaliknya:

  • “Aku menyertai kamu senantiasa sampai (ἕως) akhir zaman” (Mat 28:20). Apakah Yesus berhenti menyertai kita setelah kiamat?
  • “Ragi bekerja dalam adonan sampai (ἕως) seluruhnya beragi” (Mat 13:33). Apakah ragi berhenti bekerja setelah adonan penuh?

Luther sendiri menegaskan: “Ketika Matius berkata Yusuf tidak bersetubuh hingga Maria melahirkan, itu berarti Yusuf tidak pernah bersetubuh dengan dia.” Calvin pun menertawakan tafsir Helvidius yang memaksa ayat itu seolah Maria kemudian punya anak lain

From

. Jadi, jika Protestan ingin konsisten, mereka harus berani menyebut Luther dan Calvin salah. Siapkah mereka?

 

II. “Saudara” Yesus: Bahasa yang Dikhianati

Alasan kedua: Alkitab menyebut Yesus punya “saudara” (adelphos). Protestan langsung menyimpulkan Maria melahirkan anak lain. Padahal dalam budaya Ibrani, “saudara” mencakup sepupu, kerabat, bahkan keponakan. Abraham menyebut Lot, keponakannya, sebagai “saudaranya” (Kej 13:8).

Calvin mengakui hal ini: “Dalam kata ‘saudara’, orang Ibrani memasukkan semua kerabat, apa pun derajatnya.” Dengan kata lain, memaksa adelphos = kandung berarti menolak logika teks asli dan budaya penulisnya. Ironis, Protestan menuduh Katolik menambah-nambah tradisi, tapi mereka sendiri menambah tafsir modern ke dalam teks kuno.

 

III. Keberatan Psikologis: “Tak Masuk Akal”

Alasan ketiga lebih bersifat psikologis: “Kalau menikah, masak tidak bersetubuh?” Itu logika manusia modern yang terperangkap budaya hiperseksual. Orang Yahudi abad pertama memahami kesucian secara berbeda.

  • Musa menjauh dari Zipora setelah perjumpaan dengan Allah.
  • Imam Besar tak bisa sembarang masuk ke Ruang Maha Kudus.

Womb Maria adalah “Ruang Maha Kudus baru,” karena Allah sendiri berdiam di sana. Para Bapa Gereja menafsir Yehezkiel 44:2: “Gerbang ini harus tetap tertutup, tidak boleh dibuka, tidak seorang pun boleh masuk melaluinya, sebab Tuhan, Allah Israel, telah masuk melalui situ.” Gerbang itu adalah rahim Maria—sekali dimasuki Sang Sabda, tetap tertutup selamanya.

 

IV. Konsekuensi Menolak Keperawanan Abadi

Penolakan Protestan terhadap keperawanan abadi Maria bukan sekadar salah baca ayat. Itu membuka jalan bagi:

1.     Dualisme: menganggap tubuh hanyalah instrumen biologis, kehilangan kesakralannya.

2.     Reduksionisme: iman disusutkan jadi logika minim, kehilangan misteri.

3.     Kehilangan konsistensi sejarah: melawan 1.500 tahun iman Kristen dan bahkan pengakuan Luther-Calvin.

Protestan sering menuduh Katolik menambah ajaran, padahal justru mereka yang menguranginya, menyusutkan kekayaan iman hingga jadi sekadar “rasionalisme moral”.

 

V. Penutup: Siapa yang Salah Baca?

Mari jujur: jika tafsir Protestan benar, mengapa Gereja perdana, para Bapa, Konsili, bahkan para reformator sendiri, tidak menemukannya? Mengapa “plain reading” baru muncul abad 19?

Jawabannya jelas: karena itu bukan plain reading, melainkan plain error.

Menolak keperawanan abadi Maria berarti menolak tanda paling konkret bahwa Kristus sungguh Allah: Dia masuk ke dunia melalui rahim yang kudus, yang tetap kudus selamanya. Protestan boleh mengaku “Kristosentris”, tetapi jika menolak Maria, ujungnya mereka justru mengebiri Kristus dari kemuliaan ilahinya.

Intinya: Protestan bukan sedang melindungi Kristus, melainkan mereduksi Dia ke dalam tafsir sempit buatan manusia biasa.

 

Share This Article :
9000568233845443113