πΏ Raja Ampat: Ketika Surga Disayat Ekskavator
Sebuah Refleksi Filosofis tentang Tambang, Tubuh, dan Ciptaan
"Bumi adalah milik Tuhan dan segala isinya" — Mazmur 24:1
Tapi kini manusia bertingkah seolah ia pemilik tunggal.
π Krisis yang Bukan Sekadar Krisis
Raja Ampat bukan hanya gugusan pulau. Ia adalah ikon ciptaan, tubuh komunitas, dan jiwa ekologis Indonesia.
Namun kini, surga ini diambang luka. Eksploitasi tambang nikel mengoyak tanah, membelah hutan, dan mengeruhkan laut.
Semuanya atas nama “kemajuan”, yang kerap kali menyisakan jejak kemunduran spiritual.
Tapi mari kita bertanya lebih dalam: apa sebenarnya yang sedang dilukai?
Apakah hanya pohon dan tanah? Atau ada yang lebih dalam—struktur pemahaman kita tentang dunia dan manusia?
π 1. Metafisika Realistik: Dunia Ini Bukan Netral
Pandangan dunia modern sering kali bersifat mekanistik: seakan-akan realitas hanyalah kumpulan benda mati yang bisa dieksploitasi.
Namun filsafat realistik ala Thomas Aquinas melihat sebaliknya: segala sesuatu yang ada (ens
) memiliki bentuk (forma
) dan tujuan (telos
).
Pulau, hutan, laut—semuanya memiliki tujuan kodrati yang melekat.
Maka pertambangan yang mengubah telos ekosistem Raja Ampat dari pelestarian menjadi konsumsi—bukan sekadar proyek—tetapi pengkhianatan metafisis.
Lebih jauh lagi, alam semesta dilihat sebagai ordo boni: tatanan kebaikan yang mencerminkan kehendak Sang Pencipta.
Ketika eksploitasi merusak ordo ini, yang dilukai bukan hanya “lingkungan”, tetapi keharmonian kosmis.
π± 2. Deep Ecology: Alam Bukan Objek, Tapi Subjek
Deep ecology menolak paradigma antroposentris—bahwa nilai alam bergantung pada manfaatnya bagi manusia.
Sebaliknya, ia menegaskan bahwa alam memiliki nilai intrinsik, tidak tergantung pada ekonomi, pertumbuhan, atau pasar saham.
Raja Ampat adalah rumah bagi 75% spesies karang dunia dan lebih dari 2.500 jenis ikan.
Ia ada bukan untuk kita, melainkan bersama kita.
Ketika kita menghancurkan pulau demi tambang, kita bukan sekadar membunuh pohon—tapi memutus relasi spiritual antara ciptaan dan Sang Pencipta.
π₯ 3. Personalisme vs. Rasionalisme Descartes: Tubuh vs. Peta
Rasionalisme Cartesian mengajarkan bahwa realitas dibagi dua:
-
res cogitans (pikiran, subjek),
-
res extensa (benda yang bisa diukur dan dipakai).
Dunia adalah “peta”, bukan tubuh.
Pulau adalah “lahan cadangan”, bukan rumah.
Hutan adalah “komoditas”, bukan ruang hidup.
Manusia, dalam paradigma ini, menjadi tuan atas segalanya—bahkan atas Tuhan.
Sebaliknya, personalisme Katolik melihat dunia sebagai tubuh yang bernapas, dan manusia sebagai pribadi dalam relasi—dengan Tuhan, sesama, dan ciptaan.
Raja Ampat bukan ruang kosong, tapi ruang relasi.
Ketika kita mengizinkan tambang masuk, kita bukan hanya menindas tanah—tetapi memutus makna inkarnasi dan komunitas.
π️ Ekologi sebagai Spiritualitas
Paus Fransiskus dalam Laudato Si’ menegaskan bahwa krisis ekologi adalah cerminan krisis spiritual: kita telah lupa bahwa bumi bukan milik kita.
Kita bukan pemilik, tapi penjaga.
Kita bukan penguasa, tapi pelayan ciptaan.
Maka tambang yang melanggar ekosistem, adat, dan hukum lingkungan—adalah dosa struktural.
✊ Penolakan Bukan Romantisme, Tapi Tanggung Jawab Moral
Menolak tambang di Raja Ampat bukan sekadar urusan aktivis atau LSM.
Ia adalah tanggung jawab filosofis, spiritual, dan moral setiap manusia yang masih percaya bahwa dunia ini bukan milik investor, tapi milik Sang Pencipta.
Mari kita suarakan:
-
Raja Ampat bukan untuk ditambang.
-
Pulau kecil bukan untuk dikorbankan.
-
Tanah adat bukan properti publik.
✍️ Penutup: Seruan dari Ujung Timur
Jika suatu hari nanti cucu kita bertanya:
"Apa yang kalian lakukan saat surga itu dijual ke tambang?"
Apakah kita akan menjawab: “Kami diam karena bukan wilayah kami”?
Ataukah kita akan berkata:
"Kami memilih berdiri, meski dengan suara yang kecil, demi bumi yang suci."
Karena Raja Ampat bukan milik kita, tapi titipan Allah.
Dan setiap titipan harus dipertanggungjawabkan.
π’ #SaveRajaAmpat bukan sekadar tagar. Itu adalah suara hati nurani.
π’ Suara bumi. Suara iman. Suara akal sehat.
0 komentar:
Posting Komentar