Cerita dan refleksi seputar rutinitas harian seorang imam katolik. Viva Christo Rey!

Minggu, 09 Februari 2025

Mengapa Gereja Membutuhkan Seni—Dan Seni Membutuhkan Gereja

Surat Paus Yohanes Paulus II kepada Para Seniman menyoroti tiga gagasan utama—satu perbedaan dan dua argumen—yang menjelaskan hubungan antara seni, karya manusia, dan iman.

Pertama, ia menarik perbedaan penting antara melakukan dan membuat. Melakukan mengacu pada tindakan yang selaras dengan tujuan akhir kita sebagai manusia—inilah yang membuat kita baik secara moral dan spiritual. Sebaliknya, membuat adalah tentang menciptakan sesuatu dengan baik, yang mencerminkan keterampilan profesional atau kreatif kita. Baik itu menggubah musik, melukis sebuah mahakarya, atau bahkan sekadar membersihkan kantor, kita selalu memiliki tujuan atau “hasil akhir” tertentu dalam pikiran. Namun, katanya, keterampilan artistik sejati memerlukan pelatihan dan praktik yang serius.

Namun, hanya karena seseorang hebat dalam membuat sesuatu tidak berarti mereka memiliki moral yang baik. Bakat dapat digunakan untuk tujuan baik dan buruk. Namun, idealnya, kemampuan kita untuk menciptakan seharusnya melayani dan mencerminkan kebaikan moral kita. Vatikan II bahkan menekankan bahwa pekerjaan, jika dilakukan dengan niat yang benar dan dihubungkan dengan pengorbanan Kristus, dapat menjadi jalan menuju kekudusan. Beberapa jenis karya, terutama yang ada di bidang seni rupa, memiliki cara unik dalam menyingkapkan jati diri seniman dan menuntun seniman itu sendiri dan orang lain menuju kebenaran spiritual yang lebih dalam. Keindahan artistik memiliki kekuatan untuk mengangkat kita melampaui hal-hal biasa, membantu kita melihat sesuatu yang transenden.

Itulah sebabnya seni rupa memiliki tempat khusus di Gereja, yang memunculkan dua argumen utama dalam surat tersebut.

1. Gereja Membutuhkan Seni

Paus Yohanes Paulus II berpendapat bahwa Gereja bergantung pada seni rupa—sastra, musik, lukisan, patung, dan arsitektur—untuk membantu mengungkapkan kebenaran ilahi. Dia membuat perbandingan yang menarik antara karya seni dan Yesus sendiri, Sang Sabda yang berinkarnasi, yang merupakan “ikon Tuhan yang tak terlihat.” Sebagaimana Kristus membuat Bapa yang tak kasatmata dikenal, seni sakral membuat realitas spiritual yang tak kasatmata menjadi nyata.

Untuk menggambarkan hal ini, perhatikan Misa Katolik. Teolog Scott Hahn, dalam The Lamb’s Supper, menggambarkan bagaimana Misa merupakan sebuah partisipasi nyata dalam ibadat surgawi. Secara teologis, hal ini tetap benar tidak peduli betapa sederhananya pengaturannya. Namun di gereja yang dihias dengan mewah—seperti Basilika Hati Kudus di Notre Dame, dengan arsitektur Gotik, kaca patri, dan musik yang menggelegar—pengalaman peribadatan terasa jauh lebih hidup. Ketika paduan suara bernyanyi dengan organ besar pada hari raya, keindahan momen tersebut tidak hanya menambah dekorasi; itu sebenarnya membantu mengangkat hati dan pikiran orang kepada Tuhan.

2. Seni Membutuhkan Gereja

Argumen kedua lebih provokatif: Gereja tidak hanya membutuhkan seni, tetapi seni membutuhkan Gereja. Paus Yohanes Paulus II mencatat bahwa secara historis, agama dan seni memiliki hubungan yang erat karena keduanya berusaha menjawab pertanyaan terbesar dalam hidup—mengapa kita ada, apa yang memberi makna pada hidup, dan apa yang ada di balik dunia ini. Ketika seni modern menjauhkan diri dari kebenaran yang lebih dalam ini, ia berisiko kehilangan jiwanya.

Lebih jauh lagi, ia berpendapat bahwa seni, untuk sepenuhnya mencapai tujuannya, harus didasarkan pada kebenaran tentang kemanusiaan—kebenaran yang diungkapkan paling lengkap dalam diri Yesus Kristus. Gereja mengajarkan bahwa Kristus tidak hanya menyatakan Allah kepada kita tetapi juga menyatakan kita kepada diri kita sendiri. Jika seni dimaksudkan untuk mengungkapkan misteri kehidupan manusia, maka seni dapat menemukan inspirasi dan pemenuhannya yang tertinggi dalam Kristus.

Tentu saja, gagasan ini—bahwa Kristus memegang kunci untuk memahami diri kita sepenuhnya—adalah masalah iman. Akan tetapi, alih-alih menjadi tuntutan yang harus diterima begitu saja, Paus menyampaikannya sebagai undangan: selami Injil, renungkan secara mendalam, dan carilah kebijaksanaan dari para santo. Sama halnya dengan filsafat, seni yang hebat tidak hanya tentang kecerdasan—tetapi juga tentang hati.

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Recent Posts

Unordered List

Text Widget

Blog Archive