Ada satu pola yang terlalu sering kita temui di kalangan Protestan garis keras: seseorang yang dulu Katolik, katanya, "tidak pernah dengar Injil", lalu diselamatkan, dan sekarang merasa punya hak paten atas kebenaran. Testimoninya? Berdasarkan “pengalaman pribadi”. Bukannya berdialog dengan Tradisi Gereja, malah sibuk mendikte keselamatan berdasarkan perasaan dan emosi.
Selamat datang di teologi subjektif: di mana pengalaman menjadi dogma, dan emosi menjadi kitab suci.
๐ง Pengalaman Bukan Teologi
Kita semua suka cerita. Tapi ketika testimoni keselamatan menjadi argumen teologis, kita punya masalah. Keselamatan tidak bisa direduksi menjadi kisah nostalgia religius. Bahkan Paulus, yang punya pengalaman luar biasa di jalan ke Damsyik, tidak membangun teologinya di atas pengalaman itu saja, melainkan di atas karya salib Kristus dan wahyu yang hidup dalam Gereja.
Tapi sayangnya, dalam banyak gereja Protestan, terutama yang “Bible church” independen, pengalaman pribadi menjadi norma iman. Dan kalau Anda bekas Katolik yang jadi Protestan, ceritamu lebih seksi. Konversi balik ke kebenaran malah dicap “murtad ke sistem”.
๐งจ Protestanisme: Warisan Pemisahan
Protestanisme adalah agama pemecahan. Dari awalnya memisahkan diri dari Gereja Katolik, warisan Reformasi bukan rekonstruksi kebenaran, tapi dekonstruksi tradisi. Seperti dikatakan Steve Ray, “Reformasi bukan pemulihan, tapi penyimpangan radikal.” Dan benar, semangatnya bukan pro-kebenaran, tapi anti-Katolik.
Hasilnya? Sebuah warisan intelektual yang membanggakan dikotomi-dikotomi palsu. Mari kita bedah satu per satu.
1. ๐ Sola Fide: Pemisahan Iman dan Perbuatan
“Diselamatkan hanya oleh iman.” Katanya begitu. Tapi Yakobus sudah memperingatkan: iman tanpa perbuatan adalah mati (Yak 2:17). Bahkan Efesus 2, yang sering jadi senjata Protestan, justru mengafirmasi bahwa kita “diciptakan dalam Kristus untuk melakukan pekerjaan baik” (ayat 10).
Ironisnya, Luther menyebut Yakobus sebagai "surat jerami" karena terlalu Katolik. Kalau saja dia punya keberanian intelektual untuk mengakui bahwa iman sejati pasti melahirkan perbuatan.
2. ⚖️ Justifikasi vs Sanctifikasi: Pemisahan Artifisial
Dalam logika Protestan, justifikasi adalah satu kali, eksternal, dan tidak menyentuh kodrat batin manusia. Dosa dianggap “tertutup” oleh salib Kristus, bukan disembuhkan.
Katolik mengajarkan bahwa rahmat pengudusan tidak sekadar menutupi dosa, tapi menyembuhkan dan mentransformasi. Justifikasi bukan hanya deklarasi hukum, tapi transformasi ontologis. Roma 6:22 jelas berkata bahwa buah pembebasan dari dosa adalah sanctifikasi yang menuju hidup kekal.
Memisahkan keduanya adalah melepaskan tubuh dari jiwanya. Itulah mayat spiritual Protestan: kelihatan hidup, tapi tanpa denyut rahmat.
3. ๐ฏ Anugerah vs Kehendak Bebas: Warisan Fatalisme Kalvinis
“Total depravity” katanya, seolah manusia adalah zombie moral yang tak punya kehendak. Lalu dikatakan: hanya “elect” yang diselamatkan. Di mana tempat kehendak bebas? Dibuang ke tong sampah doktrin.
Katolik mengakui concupiscence, tapi tetap menghargai kehendak bebas manusia yang dikuatkan oleh rahmat. Kita bisa memilih Allah karena rahmat memampukan, bukan karena robotik determinisme ilahi.
Allah bukan diktator metafisik. Ia Bapa yang mengundang, bukan programmer yang memaksa.
4. ๐️ Iman Pribadi vs Iman Komunitas
Dalam banyak denominasi Protestan, hanya personal decision for Christ yang diakui. Iman orang tua, Gereja, atau umat kudus sepanjang masa? Dibuang.
Padahal Kisah Para Rasul mencatat berkali-kali baptisan satu rumah — bukan cuma individu. Kita tidak lahir sendirian, dan kita juga tidak diselamatkan sendirian. Gereja adalah komuni iman, bukan sekadar klub pribadi dengan Yesus.
Gereja bukan penonton, tapi rahim rohani. Baptisan bayi? Justru itulah buah iman Gereja yang hidup dan berdaya.
๐ง Sectarian Mindset = Cognitive Disorder
Mentalitas Protestan yang terus memisah-misahkan ini—iman vs perbuatan, justifikasi vs sanctifikasi, anugerah vs kehendak bebas, iman pribadi vs komunitas—adalah bentuk pemikiran dikotomis, gangguan kognitif rohani.
Dan kalau seseorang mulai dengan “saya dulu Katolik tapi sekarang saya lahir baru”, maaf, Anda bukan membela Injil. Anda sedang mengulangi cerita lama dari 500 tahun lalu: membuang Tradisi, membelah iman, dan membentuk sekte baru yang merasa paling benar sendiri.
๐ Penutup
Ingin memahami keselamatan secara utuh? Pegang seluruh Kitab Suci, bukan hanya potongan favorit. Dengarkan para Bapa Gereja, bukan selebaran mimbar modern. Hargai Tradisi, bukan perasaan.
Katolik tidak anti-testimoni. Tapi keselamatan bukan soal merasa "diselamatkan". Ia adalah proses transformasi seumur hidup dalam tubuh mistik Kristus: Gereja Katolik yang satu, kudus, katolik, dan apostolik.
Kalau keselamatan hanya berdasarkan apa yang kamu rasakan hari ini, maka kamu tidak sedang percaya Injil — kamu sedang percaya mood.
Jika Anda setuju, silakan bagikan. Kalau Anda keberatan, mungkin ini saatnya memeriksa kembali iman Anda... dan logikanya.
#ApologetikaKatolik #Soteriologi #AntiKatolik #SolaFide #Kalvinisme #TradisiGereja #KonversiKatolik