LGZdNWF7LWRaNat9MGJ9NaVcN6MkyCYhADAsx6J=

MASIGNCLEANLITE104

Maria dan Yusuf: Suami-Istri Tanpa Kontradiksi? Sebuah Tanggapan Katolik

 

Pendahuluan

Pertanyaan tentang status relasi Maria dan Yusuf telah lama menjadi sorotan, terutama ketika membaca teks Kitab Suci yang seolah-olah menghadirkan ketegangan. Di satu sisi, Matius 1:20 menyebut Maria sebagai “istri Yusuf”, di sisi lain Lukas 1:34 menampilkan jawaban Maria kepada Malaikat: “Bagaimana hal itu akan terjadi, karena aku tidak mengenal laki-laki?”

Apakah ini kontradiksi? Apakah Maria bernazar untuk tetap perawan? Bagaimana dengan Yosef—apakah ia benar-benar suami, atau hanya penjaga? Artikel ini akan menguraikan jawaban Katolik, dengan menegaskan titik temu dengan tradisi Ortodoks dan membantah anggapan yang kerap datang dari Protestan bahwa Maria dan Yusuf kemudian hidup sebagai pasangan “normal”.


1. Konteks Budaya Yahudi: Apa Itu Pertunangan?

Dalam tradisi Yahudi abad pertama, perkawinan terdiri dari dua tahap:

  • Erusin (betrothal atau pertunangan), yang secara hukum sudah membuat pasangan disebut “suami-istri”.

  • Nisuin (hidup bersama), biasanya dilangsungkan setahun kemudian.

Karena itu, Matius menyebut Maria sebagai “istri Yusuf” (Mat 1:20) walau mereka belum hidup bersama. Pertunangan dapat dibatalkan hanya melalui surat cerai (lih. Mat 1:19). Ini menjelaskan mengapa Yusuf berpikir untuk “menceraikan diam-diam” Maria ketika ia mengetahui Maria mengandung.

Poin penting: status “istri” di sini adalah sah secara hukum, meski belum ada relasi seksual. Dengan demikian, panggilan itu tidak berarti mereka sudah bersatu secara biologis.


2. Lukas 1:34: Indikasi Nazar Keperawanan

Jawaban Maria kepada malaikat, “Bagaimana hal itu akan terjadi, karena aku tidak mengenal laki-laki?” (Luk 1:34), tidak logis jika ia menganggap pernikahan normal akan terjadi. Seorang perempuan Yahudi yang bertunangan pasti tahu bahwa ia akan segera hidup bersama calon suami.

Frasa Yunani ouk ginosko andra berarti “aku tidak mengenal pria”—bentuk present tense yang menunjuk pada suatu kondisi yang bersifat permanen, bukan sekadar saat ini. Para Bapa Gereja menafsirkan ini sebagai indikasi bahwa Maria telah menyerahkan dirinya secara total kepada Allah.

Dukungan Bapa Gereja

  • St. Agustinus: “Ia lebih memilih mengandung Kristus dalam iman dan rahimnya tetap perawan, daripada kehilangan keperawanan.” (De sancta virginitate, 3)

  • St. Gregorius dari Nyssa: “Jawaban Maria menunjukkan keputusan permanen untuk tidak mengenal pria.”

Jadi, Lukas 1:34 adalah fondasi biblis bagi keyakinan akan nazar keperawanan Maria.


3. Perkawinan Yusuf-Maria: Suami-Istri Secara Sah, Tetapi Tanpa Relasi Seksual

Gereja Katolik menegaskan:

  • Yusuf adalah suami sah Maria menurut hukum Yahudi (KGK 497).

  • Perkawinan mereka adalah nyata, tetapi tidak “digenapi” secara seksual.
    Mengapa? Karena panggilan khusus Maria sebagai Bunda Allah (Theotokos) menuntut keperawanan total demi kesaksian iman dan rencana keselamatan.

St. Yohanes Paulus II menulis dalam Redemptoris Custos:

“Yusuf menerima Maria dengan penuh hormat, sebagai perawan yang mengandung oleh kuasa Roh Kudus, dan menjaganya dengan kasih sebagai suami sejati.”

Dengan kata lain: mereka sungguh pasangan suami-istri, tetapi berbeda dari perkawinan biasa. Hubungan ini adalah tanda teologis: seluruh hidup mereka diarahkan untuk melayani misteri Inkarnasi.


4. Bukti Tambahan: “Sampai Ia Melahirkan” (Mat 1:25)

Sering kali ayat ini dipakai oleh Protestan untuk menolak keperawanan Maria:
“… tetapi tidak bersetubuh dengan dia sampai ia melahirkan anaknya laki-laki …”

Tanggapan Katolik:
Dalam Alkitab, kata “sampai” (heos hou) tidak selalu berarti perubahan keadaan setelah titik tertentu. Misalnya:

  • 2 Sam 6:23: “Mikhal, anak Saul, tidak mempunyai anak sampai hari matinya.” Apakah setelah mati ia punya anak? Tidak.

  • Mat 28:20: “Aku menyertai kamu sampai akhir zaman.” Apakah setelah itu Yesus pergi? Tidak.

Maka, Matius hanya menegaskan keperawanan Maria sebelum kelahiran Yesus, bukan menyinggung apa yang terjadi sesudahnya.


5. Saudara-Saudara Yesus?

Protes Protestan klasik: “Alkitab menyebut Yesus punya saudara.”
Jawaban Katolik:

  • Kata Yunani adelphos berarti “kerabat” atau “saudara sepupu”.

  • Contoh: Abraham dan Lot disebut adelphoi (Kej 13:8 LXX), padahal mereka paman dan keponakan.

  • Yoh 19:25 menyebut Maria, ibu Yakobus dan Yoses, hadir di kaki salib, tetapi jelas bukan Maria Bunda Yesus (karena dia sedang berdiri di situ!).

Kesimpulannya: tidak ada bukti Yesus punya saudara kandung. Semua sesuai dengan doktrin Keperawanan Maria yang Kekal.


6. Tradisi Ekstra-Biblis: Protoevangelium Yakobus

Episkop Daniel menyinggung tradisi Maria dipersembahkan di Bait Allah dan dijaga oleh Yusuf melalui sayembara. Gereja Katolik tidak mewajibkan kepercayaan ini, tetapi menghargai sebagai bagian tradisi awal yang memperkuat iman.
Inti pesannya: Maria sejak awal mendedikasikan hidupnya bagi Allah. Yusuf menerima peran unik sebagai pelindung.


7. Makna Teologis

Mengapa penting mempertahankan dogma ini?

  • Kristologi: Keperawanan Maria menegaskan bahwa Yesus adalah Anak Allah, bukan hasil kehendak manusia.

  • Eklesiologi: Maria adalah ikon Gereja yang murni dan setia.

  • Spiritualitas: Keperawanan Maria menunjukkan totalitas penyerahan diri kepada Allah—teladan bagi semua murid Kristus.


Titik Temu dengan Ortodoks

Gereja Ortodoks dan Katolik sepakat dalam dogma Aeiparthenos (Maria selamanya perawan). Perbedaan hanya pada detail tradisi atau pendasaran otoritatif (Katolik: Magisterium; Ortodoks: konsensus para Bapa dan tradisi suci). Tetapi intinya sama: Maria tetap perawan, Yusuf adalah pelindung dan suami sah.


Kesimpulan

Tidak ada kontradiksi antara Matius 1:20 dan Lukas 1:34. Keduanya justru saling melengkapi:

  • Matius menekankan legitimasi hukum: Maria adalah istri Yusuf.

  • Lukas menyoroti realitas nazar dan keperawanan Maria.
    Perkawinan mereka unik: sah secara hukum, tetapi tetap murni demi rencana keselamatan.

Gereja Katolik menegaskan, bersama Gereja Ortodoks, bahwa Maria adalah Perawan Abadi, Bunda Allah, dan teladan ketaatan sempurna.


Call to Action untuk Pembaca

Apakah kita siap meneladani ketaatan Maria dan Yusuf? Dunia modern menolak pengorbanan demi kesucian. Namun, misteri Keluarga Kudus menunjukkan: kesetiaan kepada Allah lebih berharga daripada sekadar mengikuti pola dunia. Mari kita belajar dari Maria yang berkata, “Jadilah padaku menurut perkataanmu itu.”

Share This Article :
9000568233845443113