LGZdNWF7LWRaNat9MGJ9NaVcN6MkyCYhADAsx6J=

MASIGNCLEANLITE104

MERAYAKAN MISA LATIN TRADISIONAL DI LUBLIN POLANDIA

Sejak pertama menginjakkan kaki di Kota Lublin, September 2016 lalu, saya langsung mencari informasi tentang perayaan Misa Latin Tradisional di tempat ini. Misa Latin Tradisional (di sebut juga Misa Tridentin atau Traditional Latin Mass/ TLM) memang ritual yang telah digunakan selama ribuan tahun. Misa ini merupakan aturan misa yang ditetapkan berdasarkan Konsili Trente pada tahun 1570 dan berakhir setelah Paus Paulus VI mengumumkan Misa Novus Ordo—tata cara misa yang digunakan saat ini—setelah Konsili Vatikan II (digelar 1962-1965).

Setelah menelusuri google, saya menemukan bahwa di kota kecil ini ada kelompok Misa Latin Tradisional yang secara rutin merayakan tiap hari Kamis sore dan Minggu pagi. Gereja tempat merayakan Misa tersebut rupanya adalah sebuah gereja tua yang terletak di downtown/pusat kota Lublin dan hanya berjarak 5 menit berjalan kaki dari tempat tinggal saya, Dom Fundacji Jana Pawla II.

Berlatih Merayakan TLM

Kali pertama saya mengikuti misa ini dengan bergabung bersama umat. Begitu seterusnya saya tidak melewatkan setiap perayaan ini, hingga akhirnya pada suatu saat ketika misa selesai, seorang perempuan muda mendekati saya dan menyapa saya, “Are you a priest?” Saya tidak tahu kenapa dia bisa menebak setepat itu. Saya jelaskan kalau di Indonesia ada juga kelompok TLM seperti ini di Jakarta, namun saya baru bisa merayakan TLM di sini. Oleh wanita muda tersebut saya diperkenalkan kepada ketua komunitas Pan Jerzy Miczka dan pastor Paroki ks. PaweÅ‚ JÄ™drzejewski. Pan Jerzy sangat mengharapkan agar saya bisa ikut memimpin Misa tradisional ini. Saya menjelaskan kalau saya sama sekali belum tahu tata cara perayaan ini. Selama ini saya hanya mengikuti saja berita dan video-video di internet. “Tenang saja, Father, nanti kita latihan”, kata Pan Jerzy

Setelah dua kali dilatih dengan kesabaran yang cukup tinggi dari Pan Jerzy, saya berhasil mempelajari tatacara misa Latin tradisional. Untuk Bahasa Latin saya tidak mengalami kesulitan, yang sulit adalah mengingat-ingat, kapan menunduk, kapan berbalik ke umat, kapan membuka tangan dan lain-lain, dan kuncinya sebagian besar doa-doa mesti dihafal.

Menjadi Celebrans

Siap menjadi celebrans

Akhirnya saya memberanikan diri untuk memimpin misa. Karena doa-doa belum dihafal saya masih menggunakan teks terutama untuk Confiteor pada bagian pembukaan. Misa berlangsung dengan khidmat. Dan saya sangat senang berhasil memimpin untuk pertama kali tanpa kesalahan.  Kebiasaan misa di sini, setelah bacaan pertama, imam berbalik kepada umat dan membacakan bacaan dalam Bahasa Polandia, begitupun dengan Bacaan Injil. Tapi bagian ini saya skip saja.

Saya lalu resmi bergabung dengan komunitas Misa tradisional Lublin ini dan tercatat sebagai celebrans. Setiap kali saya dan beberapa imam lainnya bergantian memimpin misa baik itu misa harian maupun misa hari Minggu. Ada suatu pengalaman pahit ketika selesai merayakan misa di suatu sore, saya dimarahi habis-habisan oleh Pastor yang akan memimpin misa berikutnya. Pasalnya, misa kami selesainya terlambat, dan umat sudah menunggu lamaaaaa sekali. Ternyata kami terlambat 15 menit. Dan saya hanya bisa bilang, “Przepraszam, Ojcze!” Jang marah beta, Ama! maksudnya Cuma bisa minta maaf saja, karena bacaan misa tadi memang panjang, tiga sampai empat halaman, na karmana kalo son terlambat?

Selain merayakan Misa Latin Tradisional, kelompok ini juga mengadakan pertemuan rutin bersama kelompok TLM lainnya di seluruh Keuskupan, semacam seminar dan rekoleksi bersama tiap bulan Oktober, tempatnya di sebuah kota kecil ke arah utara Lublin, dekat perbatasan dengan Belarus. Di sini, di biara Suster-suster St Katarina, diadakan pertemuan, vesper meriah dan misa cantata.  Juga ada ziarah bersama ke beberapa tempat bersejarah di Polandia, termasuk biara-biara tua dimana terdapat makam orang-orang kudus dari biara tersebut. Salah satu biara yang kami kunjungi adalah Biara Karmel OCD dekat Krakow, di mana Pater yang menjadi guide kami menunjuk beberapa makam yang orangnya telah dikanonisasi, menjadi venerabilis, maupun beato.  

Trihari Suci dalam bentuk TLM

Pada perayaan Paskah tahun 2018 pertama kali saya merayakan Trihari Suci dalam bentuk Latin Tradisional lengkap dengan diakon dan subdiakon. Sebagai celebrans saya bertugas menyanyikan Peran Yesus Kristus dalam Passio dan pada Sabtu Alleluia, sebagai diakon, menyanyikan Preconium Paschale (pujian Paskah). Foto-foto Paskah 2019 bisa diintip di sini: https://introibo.pl/niedziela-palmowa/ Seturut kebiasaan Gereja Polandia, usai misa malam paskah ada perarakan Kebangkitan Kristus, patung Kristus yang bangkit diarak berkeliling Gereja, sambil menyanyikan lagu-lagu Kebangkitan, mirip seperti perarakan Sakramen Mahakudus pada Kamis Putih. Biasanya misa baru selesai jam 12 malam.

Di Lublin sendiri selain komunitas TLM (traditional Latin Mass) parokial seperti ini, ada pula komunitas SSPX. Komunitas yang saya ikuti adalah komunitas Paroki biasa, mereka terdiri dari orang-orang di Paroki yang mau merayakan Misa Latin Tradisional, dan mereka umat paroki setempat, dan mereka sendiri menegaskan kalau mereka bukan komunitas SSPX. Oh ya tentang SSPX bisa baca penjelasan dari katolisitas org di sini:

Yang saya tahu, ada juga komunitas Misa Latin Tradisional di Jakarta, yang secara rutin mengadakan misa TLM setiap bulan. Di NTT tidak ada komunitas seperti ini. Seorang dari Prancis yang menikah dengan warga Kupang pernah mengontak saya perihal TLM di Kupang, saya bilang kita lihat saja dari antusiasme orang muda. Kalau ada yang berminat kita mulai. Gas! Tapi kalau belum ada, jangan dipaksa.

TLM sudah dilarang?

Pada tahun 2021 Paus Fransiskus akhirnya kembali membatasi  perayaan TLM yang semula diijinkan oleh Paus Benedictus. Syukurlah sebelum dibatasi, bahkan dilarang, saya pernah merasakan suasana misa yang berbeda dengan suasana misa sekarang yang nyaris tidak dapat dibedakan dari ibadat Protestan. Bagaimanapun juga apa yang menyebabkan pembatasan TLM ini yang harus benar-benar diberantas, orang merasa lebih saleh, lebih focus dengan nyanyian, bau-bauan, dan Bahasa yang asing, tanpa mengerti, dan akhirnya menjadi ekslusif dan elit seperti protestan: protes dengan Gereja yang sekarang.

Akhirnya, bagi komunitas yang sedang menjalankan TLM, lanjutkan terus, hindari sikap-sikap dan perilaku sebagaimana yang dikecam pada kebanyakan kaum tradisionalis. Untuk NTT, mungkin kita tidak usah berharap ada TLM di sini, yang penting adalah bahwa tiap tahun ada banyak sekali misionaris dari NTT yang siap bekerja dan melayani di seluruh dunia. Itu saja sudah tanda bahwa iman yang kita rayakan sudah menghasilkan buah yang berlimpah. Amin!

Share This Article :

Click here for comments 1 Comments:

  1. Mo, bagaimana dengan keberadaan Gerakan Kharismatik Katholik yang menurut saya, itu merupakan salah satu bentuk penyusupan dari Kuasa Gelap ke dalam Gereja-Nya melalui praktek2 dan pemahaman2 keliru yang berangkat dari Pentakostalisme, Mo?

    BalasHapus
9000568233845443113