LIBURAN KELUARGA: PATUNG MARIA TELUK GURITA DAN PENGANTIN BARU
Liburan akhir tahun pendidikan telah
datang. Saatnya kembali berkumpul dengan keluarga besar dan menikmati liburan panjang
tahunan. Ada rencana jalan-jalan bersama keluarga. Kali ini tujuannya adalah
menziarahi Patung Bunda Maria di teluk Gurita Atapupu. Jarak tempuhnya adalah
sekitar empat jam dari rumah dengan mobil dan untuk itu kami telah menyewa
sebuah mobil dan sebuah pickup yang akan memuat rombongan kami menuju tempat
ziarah yang booming beberapa waktu lalu.
Rencana perjalanannya adalah juga
bertemu dengan anggota keluarga lainnya di Ponu Kecamatan Biboki Anleu yang dekat
jaraknya dengan Teluk Gurita.
Sekitar Jam 11 siang kami keluar
dari Oeekam, Amanuban Timur, beriringan menuju kota Kefa. Di kota Sari ini kami
akan beristirahat, makan siang dan menjemput anggota keluarga lainnya di sini.
Setelah makan siang yang agak tergesa-gesa karena kami takut nanti keburu malam
di Teluk Gurita, perjalanan dilanjutkan ke Kota Atambua. Sampai di Kota Atambua,
kami berhenti sejenak membeli minuman untuk bekal ke Teluk Gurita. Hari sudah
senja ketika kami tiba di lokasi Patung Bunda Maria. Ada banyak pengunjung di
sana. Matahari sudah condong ke arah barat. Dan inilah suasana yang pas untuk
menikmati sunset sambil berdoa di depan Patung Raksasa ini.
Patung Maria Teluk Gurita
Teluk Gurita sebenarnya adalah
nama pantai/teluk di Desa Dualaus,
Kecamatan Kakuluk Mesak, Kabupaten Belu. Teluk ini, kalau dilihat, berlekak-lekuk
mirip gurita. Di tempat ini ada Pelabuhan penyeberangan Ferri, dan kemudian dibangun
tempat ziarah berupa Bukit Patung Maria. Tempat ziarah ini masih dalam proses
penyelesaian. Belum ada toilet, baru tersedia toilet darurat di belakang pondok
penjaga. Sekelilingnya masih ditutup dengan pagar seng, menandakan bangunan
masih sedang dalam proses. Patung Maria terletak di atas bukit yang curam dan
untuk sampai ke atas belum tersedia anak tangga. Akhirnya kami harus mendaki
dengan hati-hati melalui jalanan terjal berbatu. Butuh usaha dan tenaga yang
kuat untuk sampai ke atas, butuh waktu sekitar 10 menit. Ibu saya yang sudah
uzur, tertatih-tatih ikut mendaki dan sesekali duduk beristirahat.
Akhirnya kami tiba dekat
pelataran Patung Maria. Patung ini menggambarkan Sosok Perawan Maria
bermahkotakan 12 bintang dan membuka tangannya seolah siap menyambut siapa saja
yang datang. Patungnya membelakangi pantai. Kakinya bertumpu di atas bola
dunia, dengan peta negara Indonesia jelas terpampang. Di sekelilingnya ada
patung-patung malaikat yang lebih kecil, ada patung Mikhael, Rafael dan
Gabriel, tapi ada juga patung iblis yang digambarkan meringis ketakutan.
![]() |
Welcome to Teluk Gurita |
![]() |
Pose bersama |
Setelah berfoto bersama, ketika suasana
mulai sepi, kami berkumpul dan berlutut menghadap Patung mendaraskan 1
peristiwa Rosario, Peristiwa Maria Mengunjungi Elisabeth Saudaranya, intensi
ini adalah juga intensi perjalanan kami kali ini, mengunjungi saudari saya yang
berkeluarga dan menetap di Ponu, Biboki Anleu.
Usai berdoa, saatnya menikmati
view dari arah bukit patung ini. Di seberang laut nampak sayup-sayup pulau
Alor, dermaga Teluk Gurita nampak di sebelah kiri, ombak berdebur perlahan,
birunya lautan memanjakan mata, perbukitan berumput hijau menambah indahnya
suasana senja di Bukit Teluk Gurita. Masih banyak orang yang sibuk
berfoto-foto. Kami segera turun Kembali, dan sebelum melanjutkan perjalanan
kami menepi ke pantai dan membuka perbekalan. Makan nasi dan ikan goreng, dan
potongan Pizza buatan Suster yang pulang berlibur dari Roma, Italia.
Hari sudah gelap Ketika kami
menyusur arah Lakafehan ke Ponu. Tak ada yang bisa dilihat sepanjang
perjalanan. Harapannya adalah segera sampai ke Ponu, bertemu dengan keluarga
lainnya di sana, mereka sudah menanti dan menanyakan posisi kami dari tadi. Di
sana ada keluarga baru, baru selesai meresmikan perkawinan, yang mau diantar ke
rumah baru. Akhirnya kami tiba dan disambut dengan makan malam, dilanjutkan
dengan obrolan mengenai persiapan hantaran pengantin baru ke rumah yang akan mereka
tempati, di Oesoko, Biboki Feotleu.
Hantaran Pengantin Baru
Hari Kamis, 7 Juli 2022. Kebetulan
ini hari pasar mingguan Ponu. Paginya saya jalan-jalan ke pasar melihat-lihat
apa yang dijual di sini. Seperti pasar mingguan di kecamatan-kecamatan di
Timor, banyak pedagang Bugis menjajakan pakaian dan menempati los pasar
sedangkan penjaja lokal menjajakan pisang, ubi kayu, dan jagung di pinggiran
dekat jalan masuk atau jalan keluar.
Jam 10 pagi setelah makan bersama
kami bersiap menghantar kedua pengantin, keponakan saya dan suaminya, menuju ke
Oesoko. Mobil diberi hiasan selendang Timor, tanda yang pakai mobil punya
hajatan. Kami menyusur jalan menuju Mena Oesoko dengan barang-barang seperti
piring, gelas, senduk, lemari dan ranjang tidur.
Di Oesoko kami disambut oleh keluarga
mempelai lelaki, di lopo mereka: makan sirih, minum kopi dan basa-basi lainnya.
Bapak dusun mewakili pemerintah bertindak sebagai penerima warga baru di tempat
ini. Ia memberi nasehat kepada kedua pasutri baru ini agar aktif terlibat dalam
kehidupan bermasyarakat dan selalu mengupayakan keharmonisan dalam rumah tangga
maupun dengan tetangga sekitar. Kami lalu makan siang bersama, sebelum akhirnya
pamitan dan melanjutkan perjalanan kembali ke Oeekam.
Nyaris Celaka
Jalan pulang kali ini melalui
Wini, Manamas, Tunbaba menuju Kefa. Di dekat Tanjung Bastian ban mobil kami
kempis dan perlu diganti. Untunglah di Wini ada tambal ban. Ban mobil yang
kempis segera diisi angin dan mobil bisa berjalan normal kembali. Kami sempat
membeli ikan segar yang dijajakan di pinggir jalan kota kecil Wini. “Ikan
sedang mahal, karena gelombang”, kata penjualnya. Saya pikir ini alasan klise
para pedagang ikan, di mana saja, di Kupang maupun di Wini.
Jalan dari Wini ke Kefa agak
sempit dan berliku-liku, banyak tanjakan dan turunan. Perlu kewaspadaan
menyetir melewati jalur ini. Sopir kami ternyata baru pertama kali melalui
jalur ini dan mengaku sedikit kesulitan. Kami berpapasan dengan sebuah pickup lainnya
di sebuah tikungan dan nyaris terjadi tabrakan, untunglah masing-masing sopir
dengan sigap mengerem kendaraan lalu mengambil jalur meminggir. Semua yang ada
di mobil sudah berteriak histeris, ternyata Tuhan masih jaga. Konon, ini
tikungan yang berbahaya dan di sini sering terjadi kecelakaan.
Jam satu siang kami tiba di Kefa
dan beristirahat sejenak di rumah keponakan. Ada rencana mengisi bensin ke
jerigen untuk dibawa pulang dan dijual eceran di Oeekam. Sayangnya Pertamina
belum membolehkan, harga BBM baru saja dinaikkan dan rupanya mereka masih
mengurus harga buat para pengepul minyak eceran. Kami pulang dengan dua jerigen
kosong. Namun tetap senang karena misi berziarah dan mengunjungi keluarga
berhasil dengan baik. Kami tiba di Oeekam Ketika matahari sudah menghilang di
ufuk barat. Terimakasih Bunda Maria atas perjalanan dua hari ini. Lindungilah
keluarga besar kami dibawah mantolmu. Salve!