Cerita dan refleksi seputar rutinitas harian seorang imam katolik. Viva Christo Rey!

Kamis, 07 Juli 2022

LIBURAN KELUARGA: PATUNG MARIA TELUK GURITA DAN PENGANTIN BARU

 

Liburan akhir tahun pendidikan telah datang. Saatnya kembali berkumpul dengan keluarga besar dan menikmati liburan panjang tahunan. Ada rencana jalan-jalan bersama keluarga. Kali ini tujuannya adalah menziarahi Patung Bunda Maria di teluk Gurita Atapupu. Jarak tempuhnya adalah sekitar empat jam dari rumah dengan mobil dan untuk itu kami telah menyewa sebuah mobil dan sebuah pickup yang akan memuat rombongan kami menuju tempat ziarah yang booming beberapa waktu lalu.

Rencana perjalanannya adalah juga bertemu dengan anggota keluarga lainnya di Ponu Kecamatan Biboki Anleu yang dekat jaraknya dengan Teluk Gurita.

Sekitar Jam 11 siang kami keluar dari Oeekam, Amanuban Timur, beriringan menuju kota Kefa. Di kota Sari ini kami akan beristirahat, makan siang dan menjemput anggota keluarga lainnya di sini. Setelah makan siang yang agak tergesa-gesa karena kami takut nanti keburu malam di Teluk Gurita, perjalanan dilanjutkan ke Kota Atambua. Sampai di Kota Atambua, kami berhenti sejenak membeli minuman untuk bekal ke Teluk Gurita. Hari sudah senja ketika kami tiba di lokasi Patung Bunda Maria. Ada banyak pengunjung di sana. Matahari sudah condong ke arah barat. Dan inilah suasana yang pas untuk menikmati sunset sambil berdoa di depan Patung Raksasa ini.

 

Patung Maria Teluk Gurita

Teluk Gurita sebenarnya adalah nama pantai/teluk  di Desa Dualaus, Kecamatan Kakuluk Mesak, Kabupaten Belu. Teluk ini, kalau dilihat, berlekak-lekuk mirip gurita. Di tempat ini ada Pelabuhan penyeberangan Ferri, dan kemudian dibangun tempat ziarah berupa Bukit Patung Maria. Tempat ziarah ini masih dalam proses penyelesaian. Belum ada toilet, baru tersedia toilet darurat di belakang pondok penjaga. Sekelilingnya masih ditutup dengan pagar seng, menandakan bangunan masih sedang dalam proses. Patung Maria terletak di atas bukit yang curam dan untuk sampai ke atas belum tersedia anak tangga. Akhirnya kami harus mendaki dengan hati-hati melalui jalanan terjal berbatu. Butuh usaha dan tenaga yang kuat untuk sampai ke atas, butuh waktu sekitar 10 menit. Ibu saya yang sudah uzur, tertatih-tatih ikut mendaki dan sesekali duduk beristirahat.

Akhirnya kami tiba dekat pelataran Patung Maria. Patung ini menggambarkan Sosok Perawan Maria bermahkotakan 12 bintang dan membuka tangannya seolah siap menyambut siapa saja yang datang. Patungnya membelakangi pantai. Kakinya bertumpu di atas bola dunia, dengan peta negara Indonesia jelas terpampang. Di sekelilingnya ada patung-patung malaikat yang lebih kecil, ada patung Mikhael, Rafael dan Gabriel, tapi ada juga patung iblis yang digambarkan meringis ketakutan.

Welcome to Teluk Gurita

Pose bersama


Setelah berfoto bersama, ketika suasana mulai sepi, kami berkumpul dan berlutut menghadap Patung mendaraskan 1 peristiwa Rosario, Peristiwa Maria Mengunjungi Elisabeth Saudaranya, intensi ini adalah juga intensi perjalanan kami kali ini, mengunjungi saudari saya yang berkeluarga dan menetap di Ponu, Biboki Anleu.

Usai berdoa, saatnya menikmati view dari arah bukit patung ini. Di seberang laut nampak sayup-sayup pulau Alor, dermaga Teluk Gurita nampak di sebelah kiri, ombak berdebur perlahan, birunya lautan memanjakan mata, perbukitan berumput hijau menambah indahnya suasana senja di Bukit Teluk Gurita. Masih banyak orang yang sibuk berfoto-foto. Kami segera turun Kembali, dan sebelum melanjutkan perjalanan kami menepi ke pantai dan membuka perbekalan. Makan nasi dan ikan goreng, dan potongan Pizza buatan Suster yang pulang berlibur dari Roma, Italia.

Hari sudah gelap Ketika kami menyusur arah Lakafehan ke Ponu. Tak ada yang bisa dilihat sepanjang perjalanan. Harapannya adalah segera sampai ke Ponu, bertemu dengan keluarga lainnya di sana, mereka sudah menanti dan menanyakan posisi kami dari tadi. Di sana ada keluarga baru, baru selesai meresmikan perkawinan, yang mau diantar ke rumah baru. Akhirnya kami tiba dan disambut dengan makan malam, dilanjutkan dengan obrolan mengenai persiapan hantaran pengantin baru ke rumah yang akan mereka tempati, di Oesoko, Biboki Feotleu.

 

Hantaran Pengantin Baru

Hari Kamis, 7 Juli 2022. Kebetulan ini hari pasar mingguan Ponu. Paginya saya jalan-jalan ke pasar melihat-lihat apa yang dijual di sini. Seperti pasar mingguan di kecamatan-kecamatan di Timor, banyak pedagang Bugis menjajakan pakaian dan menempati los pasar sedangkan penjaja lokal menjajakan pisang, ubi kayu, dan jagung di pinggiran dekat jalan masuk atau jalan keluar.

Jam 10 pagi setelah makan bersama kami bersiap menghantar kedua pengantin, keponakan saya dan suaminya, menuju ke Oesoko. Mobil diberi hiasan selendang Timor, tanda yang pakai mobil punya hajatan. Kami menyusur jalan menuju Mena Oesoko dengan barang-barang seperti piring, gelas, senduk, lemari dan ranjang tidur.

Di Oesoko kami disambut oleh keluarga mempelai lelaki, di lopo mereka: makan sirih, minum kopi dan basa-basi lainnya. Bapak dusun mewakili pemerintah bertindak sebagai penerima warga baru di tempat ini. Ia memberi nasehat kepada kedua pasutri baru ini agar aktif terlibat dalam kehidupan bermasyarakat dan selalu mengupayakan keharmonisan dalam rumah tangga maupun dengan tetangga sekitar. Kami lalu makan siang bersama, sebelum akhirnya pamitan dan melanjutkan perjalanan kembali ke Oeekam.

 


Nyaris Celaka

Jalan pulang kali ini melalui Wini, Manamas, Tunbaba menuju Kefa. Di dekat Tanjung Bastian ban mobil kami kempis dan perlu diganti. Untunglah di Wini ada tambal ban. Ban mobil yang kempis segera diisi angin dan mobil bisa berjalan normal kembali. Kami sempat membeli ikan segar yang dijajakan di pinggir jalan kota kecil Wini. “Ikan sedang mahal, karena gelombang”, kata penjualnya. Saya pikir ini alasan klise para pedagang ikan, di mana saja, di Kupang maupun di Wini.

Jalan dari Wini ke Kefa agak sempit dan berliku-liku, banyak tanjakan dan turunan. Perlu kewaspadaan menyetir melewati jalur ini. Sopir kami ternyata baru pertama kali melalui jalur ini dan mengaku sedikit kesulitan. Kami berpapasan dengan sebuah pickup lainnya di sebuah tikungan dan nyaris terjadi tabrakan, untunglah masing-masing sopir dengan sigap mengerem kendaraan lalu mengambil jalur meminggir. Semua yang ada di mobil sudah berteriak histeris, ternyata Tuhan masih jaga. Konon, ini tikungan yang berbahaya dan di sini sering terjadi kecelakaan.

Jam satu siang kami tiba di Kefa dan beristirahat sejenak di rumah keponakan. Ada rencana mengisi bensin ke jerigen untuk dibawa pulang dan dijual eceran di Oeekam. Sayangnya Pertamina belum membolehkan, harga BBM baru saja dinaikkan dan rupanya mereka masih mengurus harga buat para pengepul minyak eceran. Kami pulang dengan dua jerigen kosong. Namun tetap senang karena misi berziarah dan mengunjungi keluarga berhasil dengan baik. Kami tiba di Oeekam Ketika matahari sudah menghilang di ufuk barat. Terimakasih Bunda Maria atas perjalanan dua hari ini. Lindungilah keluarga besar kami dibawah mantolmu. Salve!

Popular Posts

Recent Posts

Unordered List

Text Widget