Paskah tahun 2023, saya mendapat
kesempatan untuk melayani Perayaan Paskah di Sabu Raijua. Senang sekali setelah
sekian lama akhirnya bisa Kembali ke Pulau Sabu.
Hari Rabu, 5 April 2023, saya
berangkat menuju Pelabuhan Tenau Kupang dengan niat menunggu Kapal yang akan ke
Sabu. Tepat jam 5 saya sudah berada di Pelabuhan dan langsung membeli tiket
Kapal Cantika Lestari 9C. Kapal akan berangkat jam 9 malam. Masih ada waktu 4
jam. Saya duduk menunggu sambil membayangkan keadaan Pulau Sabu, yang pernah
saya kunjungi 10 tahun yang lalu. Pasti sudah ada banyak perubahan karena
percepatan pembangunan di daerah otonomi yang relatif baru ini.
Ternyata baru jam 10 lewat kapal
berangkat. Ini juga pengalaman pertama menumpang kapal laut. Ternyata
menyenangkan. Saya berusaha tidur tapi tidak bisa karena bunyi mesin terlalu
bising. Ombak tenang, saya mondar-mandir ke ruang duduk dan ke kamar, hingga
akhirnya benar-benar mengantuk dan tertidur.
Pukul 5 pagi saya bangun dengan
niat menikmati sunrise pagi ini. Langit sedikit berawan, sunrisenya dapat
dinikmati sebentar karena keburu tertutup awan. Daratan Sabu sudah terlihat dan
sebentar lagi kapal akan bersandar.
Ternyata ini di dermaga Pelabuhan
Sabu Timur, sebagaimana diumumkan petugas kapal malam tadi, berarti saya masih
harus menempuh perjalanan sekitar 1 jam ke Seba. Rm Yopi sudah siap menjemput
dengan mobil pick-up, selamat datang (Kembali) ke Pulau Sabu.
Kami tiba di Pastoran Seba,
bertemu dengan Rm Kanis dan Frater, lalu beristirahat sebentar. Rencananya
siang ini saya akan melanjutkan perjalanan ke Mehona, sebelah selatan Sabu. Di
sanalah saya akan tinggal Bersama umat untuk merayakan Trihari Suci dan Paskah.
Jam 2 siang saya diantar di
Mehona, kenangan sepuluh tahun lalu Kembali terlintas, bagaimana keramahan
orang Mehona menyambut saya pada waktu itu, dan kini dengan keramahan yang sama
mereka menyambut untuk berada Bersama mereka. Banyak yang sudah tidak lagi
ingat akan kedatangan saya yang lalu, ada yang katanya masih di Kupang, ada
yang masih kecil sekali, lagi pula tidak ada foto foto kenangan (foto-fotonya
lenyap karena hardisk computer saya sudah rusak dimakan usia).
Jam 4 sore saya di antar ke
Perema Mesara untuk merayakan misa Kamis Putih di sana. Nanti dari sana baru
dilanjutkan dengan Misa di Mehona. Tiba di Perema, umat sudah siap merayakan
misa. Dengan basa-basi sejenak kami mempersiapkan perayaan sederhana Kamis Putih.
Jumlah umat yang hadir sekitar 20 orang, mereka datang dari tempat yang
berjauhan di wilayah kecamatan Mesara. Saya mengingatkan mereka kalau saya
pernah merayakan Jumat Agung Bersama mereka. Beberapa masih terkenang terutama
Bapak Ketua Stasi karena saya menginap dirumahnya yang ada tepat di depan
kapel. Di sini saya bertemu dengan mahasiswa KKN Stipas Kupang yang ternyata
berasal dari Paroki kampung halaman saya di Timor.
Sesudah perayaan, kami pulang
dengan sepeda motor menyusuri jalan tak rata dan berlumpur Kembali ke Mehona.
Di sana umat sudah siap untuk Misa Kamis Putih. Misa dimulai jam 8 malam
setelah saya mengambil waktu beristirahat sejenak. Misa diiringi dengan koor
yang meriah dari anak-anak OMK. Perarakan Sakramen Mahakudus berlangsung sederhana,
dan tidak ada doa bergilir di depan sakramen Mahakudus. Dua orang Ibu
mendatangi saya saat usai misa, dan mengingatkan saya kalau dulu mereka yang
menjadi misdinar dalam perayaan Kamis Putih itu.
Hari Jumat Agung, diawali dengan
Ibadat Jumat Agung jam 9 di Perema. DI Mehona baru akan dilaksanakan jam tiga
sore. Di Perema perayaan berlangsung sederhana, dengan Kisah Sengsara
didaraskan oleh petugas dan penyembahan salib yang berlangsung khidmat, Salib diletakkan
dengan alas kain adat Sabu, dan tiap umat maju mencium salib. Perayaan
berlangsung sekitar satu setengah jam, dan kemudian saya langsung pulang ke
Mehona.
Perayaan di Mehona lebih meriah.
Kisah sengsara dinyanyikan, meski kurang maksimal karena terjadi banyak
kesalahan nada. Mungkin latihannya kurang tapi liturgi berjalan lancar. Di sini
banyak sekali anak-anak yang duduk di depan dan dengan setia mengikuti setiap
acara liturgi.
Hari Sabtu pagi kesempatan untuk
sedikit beristirahat dan menghirup segarnya udara perbukitan Mehona. Misa
pertama di Perema baru akan mulai jam 5. Di Perema mereka telah menyiapkan
liturgi dengan baik, bahan bakar api unggun tersedia. Kami mulai dengan
pemberkatan api, dan perarakan lilin paskah, dalam situasi remang-remang, belum
gelap sama sekali namun sudah sulit untuk membaca teks. Jadi lampu senter hp
dipakai sebagai alat bantu membaca, lampu kapel di padamkan, jadi meski baru
senja hari, suasana sudah terasa malam.
Kami pulang kehujanan dan
terpaksa berteduh sebentar. Umat Mehona telah menunggu, dan untung saja hujan
segera mereda, walau tak berhenti samasekali. Kami terus menerobos gerimis
malam untuk sampai ke Mehona. Misa baru dimulai jam 9 setelah saya mengeringkan
tubuh yang basah kehujanan. Hujan deras tiba tiba turun, bunyi gemuruh di atas
seng, volume pengeras suara dinaikkan, dan upacara Vigili Paskah terus
berlangsung dengan khidmat. Sampai selesai Misa hujan masih terus mengguyur.
Beberapa tidak sempat pulang dan tidur di pelataran Gereja sampai keesokan
harinya.
Minggu Paskah, misa pertama ke
Perema, Bersama OMK yang siap bernyanyi sebagai koor sponsor. Kali ini kami
berangkat dengan mobil pickup, sedikit lebih santai karena terhindar dari
guncangan sepedamotor. Misa di Perema berlangsung meriah oleh koor dari OMK
Mehona. Kami keburu pulang setelah misa karena takut hujan yang akan
memperparah licinnya jalan keluar dari Kapel Perema.
Hujan terus turun dengan deras.
Jam 12 siang ditengah guyuran hujan kami merayakan Misa Minggu Paskah di
Mehona. Masih banyak umat yang hadir tak terhalang oleh hujan.
Rencananya Misa Paskah kedua akan
dirayakan di Wadumedi, sebuah kapel baru dekat Perema. Tempat ini dekat dengan
tempat Wisata KelabbaMadja. Perayaan misa masih dimeriahkan oleh Koor dari OMK
Mehona. Misa berlangsung di kapel darurat di halaman rumah tradisional milik
salah seorang umat di sana. Umat di Waddumedi berjumlah 5 KK. Kami pun Kembali
ke Mehona. Saatnya saya berbenah untuk Kembali ke Sabu dan seterusnya ke
Kupang.
 |
Penyembahan Salib di Perema |
 |
Kamis Putih di Mehona |
 |
Paskah ke-2 di Wadumedi |
Sambil menanti jemputan dari
Seba, kami duduk bersantai sambal berkaraoke di pelataran rumah. Sampai jam 8
malam Rm Yopi dan beberapa pengurus DPP tiba dari Seba. Acara dilanjutkan
dengan pidato perpisahan dan pemberian kenang-kenangan dari umat. Saya mendapat
beberapa lembar kain tenun Sabu. Terimakasih. Kami masih lanjut menari Bersama hingga
jam duabelas malam Ketika kami beranjak meninggalkan desa Mehona.
Hari Selasa pagi. Perayaan Paskah
telah usai. Saya baru akan ke Kupang hari Rabu malam dengan Kapal. Maka
kesempatan yang ada adalah mengunjungi beberapa tempat wisata di sekitar Seba.
Kami mulai dengan mengunjungi kampung adat Namata, tidak jauh jaraknya dari
Kota Seba. Di Kampung ini kami bertemu dengan Ina penjaga yang ramah, saya
menyewa pakaian adat Sabu yang lengkap, dan mulailah sesi foto-foto di sekitar
tempat pemujaan. Di desa ini terlihat beberapa kuburan berbentuk lingkaran
kecil, katanya ini kuburan khas jintiu, terdapat pula kuburan berbentuk modern
tanda sudah memeluk Kristen.
Dari Namata, sorenya kami ke taman
doa Skyber. Sayang sekali, gerbang taman doa ini tertutup. Kami tak bisa masuk
ke dalam. Rm Yopi sudah berusaha menghubungi
orang-orang yang kiranya bisa membantu. Hasilnya nihil. Tak apa, yang penting
bisa melihat salah satu geliat pembangunan di Kota Seba, taman Skyber ini salah
satu contohnya.
Hari Rabu. Masih ada kesempatan mengelilingi
Pulau Sabu. Paginya kami ke Gua Mabala di desa Eimau Sabu Tengah. Gua Mabala
konon merupakan tempat persembunyian para gerilyawan perang melawan Belanda
dulu. Gua ini terdapat di bawah pohon beringin besar yang sejuk. Masuk ke dalam
melalui tangga dari kayu sekitar 10 meter, setelah melewati gang yang sempit
dan gelap kami masuk ke goa yang besar dan benderang akibat cahaya sinar
matahari yang masuk melalui dua lubang terbuka tepat di atas gua ini.
Dari Mabala, Eimau kami menuju ke
KelabbaMadja, satu jam perjalanan ke arah barat. Kelabba madja adalah bentang
alam berupa longsoran tanah membentuk ngarai dengan tebing berwarna warni: putih,
merah-muda dan coklat kekuningan. Yang menjadi daya tariknya adalah beberapa
tiang tanah runcing yang memuat bebatuan besar. Ternyata batu-batu tersebut
tetap mencengkeram diujung tiang. Rupanya kalau hujan terus menerus, lama kelamaan
tiang tanah tersebut habis tergerus dan batunya pasti terguling ke bawah. Tapi
itu nanti, untuk sementara nikmati dulu fenomena batu di atas tiang tanah. Kami
datang dengan siang hari, dan sepi pengunjung, hanya ada dua pengunjung lain
selain saya dan Rm Yopi. Ada satu penjaga, setia menerima dan mencatat
kedatangan para wisatawan di sebuah pondok kecil dekat pintu masuk. Katanya
pengunjung biasanya meningkat di hari Sabtu dan Hari Minggu. Suasana hitsnya
Kelabbamadja memang sudah lewat sejak viral beberapa tahun lalu. Tahun 2013
sewaktu saya ke sini, Kelabbamaja dan gua Mabala belum begitu ramai dikenal
orang.
Sore harinya kami mengadakan
acara perpisahan di pelataran Gereja Seba, acara pelepasan DPP Bersama Pastor
yang bertugas Paskah di Sabu; Saya, Pater John Balan SVD dari Ende dan Rm Jega
yang sudah Kembali ke Kupang Selasa malam kemarin. Di sini kesempatan saya
bertemu dengan the Legendnya Orang Sabu, Pater Franz Lackner SVD. Saya
mengingatkan beliau kalau sudah pernah bertemu sebelumnya. Misionaris berusia
83 tahun ini mengambil buku catatan kecilnya menulis nama dan nomor telpon
saya. Rupanya beliau rajin mencatat siapa saja yang mengunjungi beliau. Saya
dan Pater berbicara banyak hal, setelah mengenali dan mengingat saya kembali
beliau memilih berbicara dalam Bahasa Inggris . Banyak sekali curhatan orang
tua ini, mulai dari perkembangan Gereja yang semakin sekular, gaya kepemimpinan
Paus Fransiskus, psikologi dan Politik orang Sabu dan masih banyak lagi, dengan
gaya humornya yang saya sukai, kami terus mengobrol hingga saatnya saya harus
ke kapal untuk Kembali ke Kupang. Selamat tinggal Pater Franz, semoga sehat
selalu di usia senja ini, dan semoga kita berjumpa lagi.
Saya bergegas menuju Pelabuhan,
beberapa meter saja dari Pastoran. Saya diantar RM Yopi dan Frater. Sebentar
lagi kapal akan berangkat menuju Kupang. Selamat tinggal Pulau Sabu. Kalau ada sumur
diladang boleh kita menumpang mandi.
Perjalanan pulang ternyata lebih
tidak nyaman daripada perjalanan datang. Gelombang laut menyebabkan kapal
sangat oleng berayun-ayun. Sulit berjalan-jalan di atas kapal. Saya terus tidur
hingga pagi terang, Ketika kapal sudah tiba di samping pulau Semau. Sebentar
lagi kapal akan mendarat di Pelabuhan Tenau. Selamat datang Kembali ke kota
Kupang.