Cerita dan refleksi seputar rutinitas harian seorang imam katolik. Viva Christo Rey!

Kamis, 27 Juli 2023

Minggu Biasa XVII/A: MEMILIH HARTA


Raj 3:5.7-12 Rm 8:28-30 Mat 13:44-52

PENGANTAR
Dalam Bac.I hari ini diceriterakan, bahwa Salomon diangkat menjadi raja Israel. Ia bukan seorang raja yang sudah lama dinantikan dan terlatih se-bagai orang yang baik dan bijaksana. Berlutut di hadapan Tuhan ia mohon bimbingan Tuhan agar dapat menjadi pemimpin yang pantas dan bijak. Ia mohon “hati yang faham” dan “tahu membedakan antara yang baik dan yang jahat” (ay.9). Kebijakan sejati adalah tahu membeda-bedakan. Maka jawab Tuhan atas permohonannya ialah: “Aku memberikan kepadamu hati yang penuh hikmat dan pengertian” (ay.12). Bijak berarti tahu taat kepada Allah. Dalam Bac.II Paulus menegaskan, bahwa Yesus adalah Putera Allah yang selalu taat kepada Allah Bapa-Nya. Dan dalam Injil Matius hari ini, Yesus menerangkan ketaatan manusia kepada Allah dalam suatu perum-pamaan: menjual segala miliknya untuk membeli apa yang dianggapnya sebagai yang terpenting bagi hidupnya. Memilih yang terbaik!

HOMILI
Pengertian atau gambaran tentang Kerajaan Surga diberikan Yesus dalam pelbagai perumpamaan. Misalnya, sebagai seorang yang mencari domba yang hilang; atau seorang perempuan yang kehilangan uang peraknya; seorang ayah yang kehilangan anaknya. Jadi kita seolah-olah ke-hilangan Kerajaan Allah itu. Yesus ketika tampil di depan umum mene-gaskan, bahwa Kerajaan Surga sudah datang. Tetapi murid-murid-Nya, baik dahulu maupun sekarang justru tetap bertanya: Kapan Kerajaan Allah akan datang? Bagaimana kita dapat mengenalnya?

Perlu diketahui, bahwa di zaman Yesus orang biasa menyimpan kekayaannya demi keamanannya di dalam tanah. Dan bila menangkap ikan, yang dianggap baik dikumpulkan dan tidak baik dibuang lagi kelaut. Dalam perumpamaan-perumpamaan itu yang dimaksudkan dengan Kerajaan Allah bukanlah suatu lembaga atau badan, melainkan seorang pribadi, yaitu Yesus dari Nasaret. Pribadi inilah merupakan gambaran Allah yang tak kelihatan. PRIBADI YESUS sendiri itulah Kerajaan Allah yang diwartakan-Nya kepada kita dengan diterangkan dengan perumpamaan-perumpamaan. Dan Kerajaan Allah itu telah diwartakan dan diperlihatkan Yesus kepada kita lewat ajaran, perbuatan, penderitaan, kematian dan kebangkitan-Nya.

Meskipun demikian harus diakui, bahwa kerapkali kita merasa belum mampu menerima, memiliki apalagi menghayati sepenuhnya apa yang diwartakan Yesus tersebut, baik bagi diri kita sendiri maupun dalam hubungan kita terhadap orang lain. Apakah sebabnya? Karena kita belum mau konsekuen mengambil keputusan untuk memilih harta, yaitu ajaran dan teladan hidup Yesus yang terbaik bagi kita!
Yesus telah mewartakan Injil tentang Kerajaan Allah, atau dengan kata lain Ia telah mengadakan evangelisasi pribadi diri-Nya dengan segala kebaikan-Nya, namun juga dengan segala tuntutan-Nya! Terutama di zaman kita sekarang ini, di mana terdapat situasi dan kondisi masyarakat yang penuh ketegangan, kekhawatiran, ketidakpastian, kehilangan harapan, kita sangat membutuhkan reevangelisasi atau evangelisasi baru.

Apa artinya bagi kita?
Mengadakan reevangelisasi atau evangelisasi baru berarti menggali kembali harta Injil, yaitu Pribadi Yesus yang terpendam dalam hati kita. Dan harta yang diketemukan lagi itu dibandingkan nilainya dengan harta tampak yang kita miliki lahiriah sekarang ini. Harta yang terpendam ialah Sabda Allah, Injil, ajaran dan teladan Yesus, sedangkan harta lahiriah yang tampak ialah kekayaan, pangkat, kedudukan, popularitas dan banyak lainnya, seperti fasilitas, kemewahan. Maka mengadakan evangelisasi baru berarti mau dan berani mengambil keputusan, harta mana yang akan dipilih: Injil yaitu sabda Allah atau harta kekayaanku? Perintah Allah atau kehendak/keinginanku sendiri?
Yesus datang untuk memasukkan kita ke dalam Kerajaan-Nya, yang sudah dibangun-Nya. 

Di dalam Kerajaan-Nya Ia hanya berbuat yang baik: memberi makan minum kepada orang lapar, menyembuhkan orang sakit, menghibur orang yang susah dan berduka, mengusir setan, mengampuni orang berdosa, membangkitkan orang mati, meskipun Ia sendiri rela mende-rita dan mati di salib. Namun bangkitg kembali! Itulah Kerajaan-Nya, itulah harta yang diberikan kepada kita, bukan harta apapun lainnya! Karema itu marilah kita selalu memilih dan memiliki harta Yesus yang murni.

Kamis, 13 Juli 2023

MINGGU BIASA XV/A: FIRMAN SEMAKIN BERAKAR


Yes 55:10-11 Rom 8:18-23 Mat 13:1-23

PENGANTAR
Nabi Yesaya dalam Bac.1 mengatakan: “Seperti hujan dan salju turun dari langit dan tidak kembali ke sana, melainkan mengairi bumi, membuat-nya subur dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, memberikan benih kepada penabur dan roti kepada orang yang mau makan, demikianlah firman Tuhan yang keluar dari mulut-Ku”. Demikianlah hujan yang turun di padang pasir seolah-olah tampak tak berguna. Tetapi tetap melaksanakan apa yang dikehendaki Allah. Ibaratnya, seperti Injil yang diwartakan dapat jatuh dalam hati yang keras dan kering, namun seringkali hujan itu dapat mengubah hati orang dalam hidupnya. Marilah kita mencoba menangkap pesan, yang disampaikan Yesus kepada kita dalam Injil Matius dalam perumpamaan seorang penabur yang menabur di beberapa tempat.

HOMLI
Paulus dalam Bac.2 menegaskan kepada kita, bahwa untuk menerima keselamatan yang diberikan oleh Allah kepada kita lewat Kristus, membutuhkan kesabaran yang kuat dan teguh. Keselamatan kita, yaitu pembebasan dari beban hidup berat yang menekan hidup kita, membutuhkan perubahan hati yang keras dan kering menjadi lunak dan lembut.

Untuk menerangkan kebenaran dan nilai-nilai kristiani sejati, Yesus menggunakan perumpamaan-perumpmaan, supaya mudah ditangkap dan dipahami orang. Dan dalam perumpaman dalam Injil Matius hari ini Yesus secara singkat menerangkan adanya empat sikap dasar manusia. Yang pertama ialah orang yang tak pernah mau menerima firman Allah (Mat 13:19). Yang kedua orang menggambarkan orang yang percaya, tetapi hanya sementara, dan meninggalkan imannya karena ketakutan, tekanan dan penganiayaan (ay.20-21). Ketiga ialah orang yang percaya, namun dalam hatinya firman Allah digoncangkan oleh keraguan-raguan, ketidakpastian duniawi, dan tergoda kekayaan harta (ay.22). Akhirnya, yang keempat ialah orang yang mendengarkan, mengolah dan menanggapi firman Allah dalam hidupnya, sehingga menghasilkan buah yang melimpah (ay.23). Demikianlah dalam Injil Matius ini Yesus mengarahkan perhatian-Nya kepada orang-orang sebagai pribadi yang tahu bertanggungjawab kepada Tuhan. Ia harus berani selalu menyesuaikan segenap hidupnya dengan ajaran, atau firman Allah, yang selalu bagaikan hujan yang dicurahkan kedalam hatinya.

Sabda atau firman Allah itu harus selalu diterima dan dihayati. Dan kita diajak makin meyakinkan diri, bahwa sabda Allah tidak pernah sia-sia, dan selalu menghasilkan sesuai dengan kehendak-Nya. Walaupun sepintas lalu seolah-olah benih firman Allah jatuh di tanah keras, kering ataupun wadas; atau di tanah yang luas, namun tuidak menghasilkan hasil makanan atau minuman; atau juga di padang gurun, di mana tiada nilai-nilai manusiawi yang mutlak dibutuhkan, - menghadapi semua itu timbullah pandangan, bahwa firman Allah gagal atau sia-sia. Fiman Allah kerapkali jatuh di hati orang yang keras dan kering. Firman Allah diarahkan kepada semua orang, juga kepadamereka, yang sombong, kurang berperasaan, kikir, dan merasa tahu segalanya. Kepada orang-orang ini seolah-olah sia-sia kembali kepada Allah. Tetapi dalam kenyataan bukan demikian. Semuanya telah direncanakan, akan pasti akan berhasil. Segala yang tampak sia-sia itu merupakan tanda atau bukti kasih dan belaskasihan Allah. Tanpa kita ketahui, akhirnya yang tampak sia-sia itu akan berhasil dan berbuah: orang-orang berdosa kembali kepada Allah, meninggalkan dosa-dosanya.

Memang kerapkali Injil ditolak atau dihina, bagaikan hujan yang turun dalam telinga/pendengaran orang-orang yang hatinya bagaikan batu keras. Namun kendati adanya pertentangan ataupun tamapknya sebgai kegagalan, firman Allah yang diwartakan Yesus pasti akan menghasilkan buah yang melimpah! Di balik segala sesuatu yang merupakan hambatan, kekuatan kasih Allah yang diungkapkan dalam firman sabda-Nya akan mampu mengairi dan menyirami hati manusia sekeras atau sekering apapun!

Maka marilah kita sungguh berusaha agar hari demi hari kita terus berusaha membuat sabda/firman makin terus berakar dalam hati kita. Bila kita makin mampu melihat lebih jauh, lebih mendalam, lebih terbuka memahami apa yang difirmankan Allah kepada kita, baik lewat Kitab Suci, nasehat orang lain maupun dalam peristiwa dan hidup kita sehari-hari, kita akan sungguh dapat memiliki hati yang subur, di mana pohon-pohon kehidupan bertumbuh subur. Amin

Rabu, 12 Juli 2023

MINGGU BIASA XIV/A: MELEPASKAN BEBAN KITA


Di bagian bawah patung liberti di Amerika tertulis sebagian dari puisi Emma Lazarus: “Beri aku lelahmu, miskinmu, massamu yang meringkuk rindu untuk bernapas lega…. Kirimkan ini, para tunawisma yang dilemparkan kepadaku.” Bacaan hari ini, khususnya Injil, menyampaikan pesan yang sama dengan cara yang lebih ampuh: “Pikullah kuk yang Kupasang … dan jiwamu akan mendapat ketenangan..

Dalam bacaan pertama, nabi Zakharia menghibur orang-orang Yahudi yang tinggal di Palestina di bawah pemerintahan Yunani, menjanjikan mereka Raja perdamaian Mesianik yang “lemah lembut” yang menunggang keledai, yang akan memberi mereka istirahat dan kebebasan. Mazmur Tanggapan (Mzm 145) memuji dan berterima kasih kepada Tuhan yang baik hati dan penuh kasih sayang yang “menegakkan orang-orang yang tertunduk” di bawah kuk yang berat.

Dalam bacaan kedua, Paulus memberi tahu komunitas Kristen abad pertama di Roma tentang dua kuk, yaitu "daging" dan "Roh", dan dia menantang mereka untuk menolak kuk daging yang berat dan mematikan dan menerima kuk yang ringan dari Roh Yesus. Spiritualitas Kristiani, menurut Paulus, berasal dari inisiatif Roh Kudus dan berarti hidup dalam alam "Roh" sebagai lawan dari "daging".

Dalam Injil, Yesus menawarkan kelegaan kepada mereka yang “bekerja keras dan berbeban berat” jika mereka mau menerima “kuk yang mudah dan beban yang ringan.” Dengan menyatakan bahwa "kuknya ringan", maksud Yesus adalah bahwa apa pun yang Allah kirimkan kepada kita dibuat sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan kita dengan tepat. Bagian kedua dari pernyataan Yesus adalah: “Bebanku ringan.” Yesus tidak memaksudkan bahwa beban itu mudah untuk dibawa, tetapi beban itu diletakkan di atas kita dalam kasih, bahwa beban itu dimaksudkan untuk dipikul dalam kasih, dan bahwa kasih membuat beban yang paling berat sekalipun menjadi ringan.



1) Kita perlu melepaskan beban kita kepada Tuhan. “Pembongkaran” ini adalah tujuan utama dari doa pribadi dan keluarga kita dan merupakan salah satu fungsi Ibadah Ilahi di Gereja. Selama doa harian kita, kita meminta pengampunan Tuhan atas dosa dan kegagalan hari ini dan menerima kepastian yang menghibur bahwa kita berdamai dengan Tuhan dan sesama manusia. Selama Misa Kudus di Gereja paroki kita, kita menempatkan hidup kita yang dipenuhi stres di atas altar dan membiarkan Yesus mendinginkan radiator kehidupan kita yang terlalu panas. Kita juga menurunkan beban dosa dan kekhawatiran kita di atas altar dan mempersembahkannya dan diri kita sendiri kepada Tuhan selama Misa Kudus.

2) Kita perlu dibebaskan dari beban yang tidak perlu: Yesus meletakkan beban ringan dari perintah kasih-Nya pada kita dan mengikat kita dengan dirinya sendiri, memberi kita kekuatan-Nya melalui Roh Kudus untuk memenuhi perintah itu. Yesus juga tertarik untuk mengangkat dari punggung kita beban yang menyedot hidup kita, sehingga Dia dapat menempatkan di leher kita kuknya sendiri yang membawa kepada kita dan orang lain melalui kita, kehidupan baru, energi baru, dan sukacita baru. Kita dipanggil, tidak hanya untuk menemukan kedamaian, penyegaran dan peristirahatan bagi diri kita sendiri, tetapi juga untuk menjalani kehidupan yang melaluinya orang lain juga dapat menemukan kedamaian Tuhan, rahmat Tuhan yang menyegarkan, dan sukacita karena menempatkan hidup mereka di tangan Tuhan.

Amin

Minggu, 02 Juli 2023

DOKTRIN SOLA SCRIPTURA TELAH DIBANTAH PADA ABAD KE-5



Tahukah Anda bahwa doktrin Protestan tentang sola scriptura abad keenam belas sebenarnya sudah dibantah pada tahun 431 M oleh St. Vincent dari Lerins? Simak penjelasan berikut

Siapa yang Harus Menafsirkan Kitab Suci?

Dalam bab keempat Commonitoriumnya, St. Vinsensius merenung tentang siapa yang memiliki wewenang yang tepat untuk menafsirkan Kitab Suci. Renungannya terdengar sangat modern. Dia bertanya-tanya apakah ada prinsip untuk membedakan dengan benar antara ortodoksi (kepercayaan yang benar) dan "kepalsuan bid'ah".

Dia menyatakan:

“Saya terus-menerus mendapat rasa sakit dan ketekunan terbesar untuk bertanya, dari sebanyak mungkin orang yang luar biasa dalam kekudusan dan doktrin, bagaimana saya bisa mendapatkan semacam prinsip tetap dan, umum dan pedoman untuk membedakan iman Katolik yang sejati dari kepalsuan bid'ah yang merendahkan...?"

St Vinsensius kemudian membahas kesulitan penafsiran Kitab Suci dan bagaimana penggunaan Kitab Suci yang tidak tepat membawa banyak orang ke jalan bid'ah. Dia menyimpulkan bahwa semua penafsiran Kitab Suci harus sesuai dengan Gereja Katolik.

“Di sini, mungkin, seseorang akan bertanya, Karena kanon Kitab Suci sudah lengkap, dan dengan sendirinya cukup banyak, apa perlunya menggabungkannya dengan penafsiran Gereja? Jawabannya adalah karena Kitab Suci sangat dalam, semua orang tidak menempatkan satu interpretasi yang sama di atasnya. Pernyataan dari penulis yang sama dijelaskan oleh orang yang berbeda dengan cara yang berbeda, sedemikian rupa sehingga tampaknya hampir mungkin untuk mengekstrak darinya sebanyak pendapat orang.

Novatian menjelaskan dengan satu cara, Sabellius dengan cara lain, Donatus lain lagi, Arius, Eunomius dan Macedonius, Photinus, Apollinaris dan Priscillian, Jovinian, Pelagius dan Caelestius dengan cara lain, dan terakhir Nestorius dengan cara lain. Karena seluk beluk kesesatan yang begitu beraneka ragam, maka sangat perlu diletakkan aturan eksposisi para Nabi dan para Rasul sesuai dengan standar penafsiran Gereja Katolik.”

Otoritas Apostolik, Gereja Katolik, dan Penafsiran yang Tepat

Akhirnya, dia kemudian menegaskan kembali prinsip penafsiran ini untuk semua kemungkinan masalah teologis yang bisa muncul. Seseorang dapat berpaling kepada para Bapa Gereja, tetapi bahkan “pendapat” ini harus sejalan dengan, dan dalam kelanjutan dan persekutuan dengan, Gereja Katolik.

“Tetapi bagaimana jika suatu kekeliruan muncul yang tidak dapat ditemukan hal semacam ini? Maka dia harus melakukan yang terbaik untuk membandingkan pendapat para Bapa Gereja dan menanyakan artinya, asalkan selalu bahwa, meskipun mereka berasal dari waktu dan tempat yang berbeda, mereka tetap dalam iman dan persekutuan Gereja Katolik yang satu;” [penekanan saya]

Sola Scriptura di Gereja Mula-mula

Prinsip interpretatif yang dianut oleh St. Vincent mengenai pertanyaan tentang siapa yang dapat menafsirkan Kitab Suci dengan benar adalah peringatan formal paling awal terhadap sola scriptura. Praktek sola scriptura bukan hanya inovasi abad ke-16 yang digunakan para Reformator untuk mengkodifikasi keyakinan teologis yang berbeda. Sebaliknya, sola scriptura ADALAH modus operandi historis untuk membenarkan SEMUA keyakinan teologis yang menyimpang dari yang dianut oleh Gereja historis. SATU-SATUNYA legitimasi yang dimiliki oleh para bidah awal dan para Reformis Protestan kemudian, untuk keyakinan mereka, ditemukan dalam kemampuan mereka menggunakan “Alkitab saja” untuk membenarkan keyakinan tersebut. Tanpa ”dukungan Alkitab”, keyakinan mereka hanyalah pendapat yang tidak sah dan tidak memiliki bobot.

Selain itu, bidat awal berbeda dari Reformis Protestan. Para Reformis menerima Kristologi dan Trinitologi Gereja, yang merupakan fokus dari bidat awal. Jenis kesalahan mereka sama sekali berbeda, meskipun metode untuk mencapai kesalahan ini pada dasarnya sama. Martin Luther dan John Calvin, dengan segala kesalahan mereka, tidak cukup bodoh untuk mencoba melakukan redefinisi penuh atas kekristenan. Mereka mengakui konsili-konsili awal tentang sifat Kristus dan Tritunggal dan membiarkan dogma-dogma itu tetap ada.

Penaggalan Commonitorium dari St. Vincent juga memberi bobot dalam penilaian sejarah tentang Sola Scriptura ini. Commontorium ditulis tepat setelah Konsili Efesus (431 M). St Vincent mendaftarkan semua bidat utama dari Gereja mula-mula sampai zamannya sendiri (Nestorius). Dia menunjukkan bahwa kesamaan pemersatu di antara variasi kepercayaan mereka adalah ketergantungan dan salah tafsir universal, pada Kitab Suci saja. Mari kita lihat Arius dan ajaran sesat Arian pada abad ke-4 untuk mendemonstrasikan poin ini.

Kontroversi Arian

Arius (w. 336) adalah seorang Imam dari Libya yang mengajarkan bahwa Allah Putra adalah makhluk ciptaan pertama dan bahwa “ada waktu ketika Dia tidak ada.” Oleh karena itu, Putra adalah makhluk. Sebagai makhluk pertama yang diciptakan dari ketiadaan, Tuhan menciptakan Putra dan dengan demikian menjadi "Bapa" pada saat itu. Allah kemudian menggunakan Putra ciptaan untuk menciptakan dunia dari ketiadaan. Jika Arius sendirian dan tidak memiliki pengikut, bid'ahnya akan mati bersamanya. Sayangnya, bukan itu masalahnya. Pengikutnya yang banyak membuat Konstantinus harus mengadakan Konsili Ekumenis Pertama Nicea pada tahun 325 M.

Penggunaan Sola Scriptura oleh Arian

Kekhawatiran terbesar Arius, yang mendasari posisi teologis ini, adalah keyakinannya bahwa filsafat pagan telah menyusup ke dalam Gereja. Menurut Arius, dan mereka yang mengikutinya, mereka yang mendukung posisi “ortodoks” mengadopsi kata-kata dan konsep asing dari Kitab Suci, terutama dalam menyatakan bahwa Bapa dan Putra memiliki “esensi” atau ousia yang sama ( homoousia). Kata ini, dan seluruh konsepnya, dilihat Arius sebagai inovasi para uskup yang menentang langsung Kitab Suci. Konsili Arian ke-3 Sirmium meringkas klaim ini dengan gamblang:

“Tetapi karena banyak orang terganggu oleh pertanyaan tentang apa yang disebut dalam bahasa Latin substansia, tetapi dalam bahasa Yunani ousia, yaitu, untuk membuatnya dipahami lebih tepat, sebagai 'koesensial,' atau apa yang disebut, 'seperti-dalam-esensi', ' tidak boleh ada penyebutan tentang ini sama sekali, atau eksposisi tentang semua ini dalam Gereja, untuk alasan ini dan untuk pertimbangan ini, bahwa dalam Kitab Suci tidak ada yang tertulis tentang hal itu, dan bahwa itu semua melampaui pengetahuan dan pemahaman manusia;" [penekanan saya]

Selain itu, Arius dan para pengikutnya percaya bahwa posisi mereka adalah “ortodoks” atau “alkitabiah”. Mereka mendukung pandangan mereka dengan “Alkitab saja,” bukan dengan pendekatan pada kata-kata dan konsep “di luar alkitabiah” yang tidak ada dalam Kitab Suci. Bagi mereka, “Hanya Kitab Suci” yang memiliki keputusan akhir, bukan filosofi pagan “di luar alkitabiah” yang ajarkan oleh para uskup penipu

Apakah argumen ini terdengar familiar?

Penggunaan dan Penyalahgunaan Kitab Suci

Penggunaan dan penyalahgunaan Kitab Suci untuk menyebarkan ajaran sesat bukanlah inovasi abad ke-16. Itu sudah setua Firman tertulis (yakni Alkitab) itu sendiri. Di mana pun ada individu yang mengaku lebih tahu, atau memiliki wawasan "khusus" tentang apa yang "diajarkan Alkitab", akan selalu ada daya pikat otoritas terhadap orang lain yang kemudian tiba pada sola scriptura. Sementara prinsip penafsiran St. Vinsensius berusaha untuk mengontekstualisasikan penafsiran kitab suci dalam Gereja Katolik, sola scriptura berusaha untuk “mengekstrak darinya [Kitab Suci] sebanyak pendapat manusia.” Oleh karena itu, bukanlah suatu kebetulan bahwa sebagian besar pengakuan iman Protestan dimulai dengan dukungan sola scriptura. Mereka HARUS melakukannya.


Pengakuan Protestan Penggunaan Sola Scriptura:

Sixty-Seven Articles of Zwingli (1523): Opening Statement

Augsburg Confession (1530): Preface Paragraph 8

French Confession of Faith (1559): Article 2 and 3 (1 is a short confession on God’s nature)

Belgic Confession (1561): Article 2 and 3 (1 is a short confession on God’s nature)

39 Articles of Faith (1563): Article VI

The Westminster Confession of Faith (1647) Chapter 1: Of the Holy Scripture

1689 Baptist Confession Chapter 1: Of the Holy Scriptures

Kesimpulannya, pengakuan-pengakuan di atas mengajarkan berbagai doktrin. Landasan dan pembenaran dari ragam kepercayaan ini adalah sola scriptura. Tanpa dukungan kitab suci, “pengakuan” ini hanyalah dokumen opini kelompok. Oleh karena itu, mereka membutuhkan otoritas yang mudah dimanipulasi yang tidak menawarkan kemungkinan untuk berkeberatan. Kitab Suci (Alkitab) tidak memiliki kemauan atau kemampuan untuk menolak salah tafsir - dan Protestan menginginkannya bukan dengan cara lain. SOLA SCRIPTURA!

Popular Posts

Recent Posts

Unordered List

Text Widget